Bagian 4

Sebagian chap ini masih lanjutan flashback di chap sebelumnya ya.

Itadakimasu

"Maukah kau bergabung dengan ku?"

"Bergabung dengan mu?" Sakura terheran mendengar tawaran dari Pain.

"Ya, bergabung dengan ku. Di Akatsuki." Emerald milik Sakura membulat sempurna. Tak pernah ia sangka Pain akan mengajaknya bergabung di Akatsuki.

"Jangan bercanda! Kau sudah tau pasti apa jawaban ku." Sakura kembali mengeratkan pegangannya pada kunai.

"Tenang Sakura. Aku tak akan memaksa mu. Aku hanya memberi mu sebuah penawaran." Jelas Pain. Tapi Sakura hanya menyimak dengan tatapan sinis.

"Tapi sebelumnya, ada yang ingin ku sampaikan pada mu. Ini tentang perang dunia ninja yang sebelumnya." Pain berhasil Sakura sedikit lengah.

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Juga menyangkut diri mu." Sepertinya, Pain masih belum menyelesaikan perkataannya. Sakura diam dan menunggu.

"Dan kematian kedua orang tua mu." Keadaan psikis Sakura langsung turun drastis. Dia langsung teringat akan kenangan kelam yang pernah ia alami.

"Kau dan kedua orang tua mu adalah salah satu dari sekian juta korban perang. Akibat perang yang terjadi sepanjang itu adalah hal yang sangat buruk."

"Bahkan kau langsung jadi yatim piatu dalam satu hari. Sadarlah Sakura. Jika peperangan antar Shinobi ini tak berhenti, akan lebih banyak lagi yang akan terluka. Baik secara fisik, maupun batin."

Pandangan Sakura sedikit menunduk. Dia bagaikan tersengat beribu-ribu volt listrik. Tangan dan seluruh tubuhnya sedikit gemetar. Emeraldnya membulat. Keringat dingin mengalir deras. Mengingat Sakura sempat mengalami trauma hebat tepat setelah dia melihat kedua orang tuanya tewas mengenaskan di depan matanya sendiri.

"Sakura. Kau adalah gadis yang memiliki hati yang baik. Kau tak mau orang lain mengalami hal yang sama seperti yang kau rasakan bukan?" Tubuh Sakura semakin gemetar. Yang terlintas di fikirannya adalah, perang yang ganas.

"Jika kau bergabung dengan ku, perlahan namun pasti. Semua akan terkendali. Tak akan ada lagi korban berjatuhan. Percayalah." Uluran tangan Pain semakin dekat dalam jangkauan Sakura. Tapi Sakura tetap terpaku meratapi bayangannya sendiri.

"Sakura Haruno. Kita sama-sama mengalami hal yang serupa. Kesedihan, ketakutan, kecemasan, kemarahan, semua yang kau rasakan, aku juga merasakannya. Hanya aku yang bisa memahami perasaan mu Sakura."

"Kau sudah lama mengenal ku. Aku tak akan mengingkari perkataan ku. Sakura, bergabunglah dengan ku." Sakura tetap diam. Dia bersuara sepatah kata pun.

"Kita akan mewujudkan perdamaian dunia. Tanpa perang, tanpa perdebatan, tanpa ada korban. Kita bisa mewujudkannya bersama. Jika kau,..., meu bergabung dengan ku."

Pain begitu sabar menunggu Sakura bicara. Dia terus membisiki Sakura dengan kata-kata manis. Seolah dia sedang tak punya beban hidup sekarang. Tapi Sakura tetap diam seribu bahasa. Hingga beberapa menit kemudian. Sakura mulai tenang.

"Tapi..." Itulah kata pertama Sakura setelah sekian lama.

"Tapi di desa ku juga." Sakura mengangkat kepalanya. Ditatapnya seorang pemuda yang sangat ia kenal. Mereka kenal, itu pun karena mereka adalah korban perang dunia ninja sebelumnya.

"Kami sedang berusaha untuk mewujudkan perdamaian untuk dunia."

"Kapan? Bagaimana?" Sakura sedikit terkaget dan heran. Apa maksud Pain sebenarnya. Dan mengapa dia bersikeras meminta Sakura untuk bergabung dengannya.

"Kau tak tahu apa yang direncanakan para petinggi desa bukan? Sekalipun kau, adalah seorang anbu. Kau tak tahu apa-apa." Kata anbu menusuk jauh ke pikiran Sakura.

Anbu? Bagaimana dia bisa...
Batin Sakura.

"Sakura, dengarkan aku. Desa Konoha terlalu lamban. Mereka terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Tapi kami tidak. Kami sudah merencanakan dan memprediksikan apa dan bagaimana masa depan akan terjadi."

"Kami, penduduk desa Konoha bukanlah peramal. Kami tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi kami akan tetap berusaha semampu kam..."

"Lalu kenapa? Kau terus menggunakan kata kami seolah seluruh penduduk desa mu sudah berusaha." Pain memotong kalimat Sakura dengan cepat. Sakura kembalik merendahkan pandangannya.

"Kau hanya alat Sakura. Kau hanyalah alat sekali pakai. Mereka akan membuang mu jika kau sudah tak berguna."

"Lalu apa bedanya dengan kalian?" Tak terima, Sakura membantah kata-kata Pain.

"Sekalipun aku bergabung dengan mu, aku juga hanya akan menjadi alat. Dari pada memihak golongan yang dianggap musuh oleh keluarga ku, kenapa aku tak berusaha mempertahankan keluarga ku saja?!"

"Tapi Sakura. Ada sesuatu yang tak bisa kau hadapi."

"Oleh karena itu, kami selalu ada bersama. Karena kami sadar. Ada beberapa hal yang tak mungkin biaa dihadapi oleh individu."

"Ya, kau benar. Begitu juga organisasi kami. Kami berasal dari desa yang berbeda. Tapi kami selalu bersama untuk saling melengkapi. Karena itulah, Akatsuki dibentuk. Untuk mencapai persatuan dan kedamaian dunia, seperti yang telah kami contohkan sebagai satu organisasi." Sakura hanya bisa diam. Dia kehabisan kata-kata.

"Sakura, kau adalah teman ku. Aku akan selalu menepati setiap kata yang keluar dari mulut ku. Aku tak'kan memaksa mu. Jika kau tak bisa sekarang, pintu organisasi kami selalu terbuka untuk mu." Sakura masih berdiam. Tubuhnya semakin lemas menghadapi dilema ini. Dia tak yakin dengan keputusannya. Tapi dia juga tak begitu yakin dengan tawaran temannya.

"Pain," Pain yang merasa dirinya dipanggil oleh Sakura, segera menatap Sakura lekat.

"Apa kau yakin?" Dengan suara bergetar, Sakura masih setengah menunduk.

"Yakin soal apa?"

"Soal perdamaian yang kau katakan itu."

"Ya, tentu saja. Di Akatsuki, tak pernah ada masalah yang tak terselesaikan. Kami menyelesaikannya hingga tuntas secara kekeluargaan."

"Tapi di Konoha juga begitu." Sakura tak meninggikan suaranya. Dia sedang terambing di ujung tanduk.

"Mungkin di mata mu begitu. Tapi kenyataannya tak begitu."

"Apa maksud mu?"

"Maksud ku, mereka hanya memanfaatkan peluang yang ada untuk mengisi pikiran kalian agar kalian memiliki asumsi yang sama, seperti yang mereka harapkan." Sakura kembali membeku. Ia seolah kehilangan keseimbangan akalnya.

"Tapi aku..."

"Sakuraa!!" Suara tiga gadis terdengar dari balik punggung Sakura. Sakura segera menoleh. Dia tahu pasti, kalau yang memanggilnya adalah tiga kawannya. Yaitu Ino, Hinata, dan Tenten.

"Pain, aku harus..." Sakura segera membalikkan tubuhnya. Niat awalnya, dia ingin menyampaikan salam perpisahan pada Pain. Tapi saat itu juga, kawannya sudah hilang entah ke mana.

Flashback OFF

"Sakura Haruno. Kau masuk tim intel."

"Hait!" Teriak Sakura mengiyakan keputusan Danzo.

Rapat kecil selesai. Seluruh pasukan anbu Ne dibubarkan. Mereka diizinkan untuk berlatih atau pulang. Dari pada pulang, kabanyakan anggotanya memilih untuk berlatih. Tak terkecuali Sakura.

"Sakura!" Panggil seorang pemuda berkulit putih pucat, dengan gaya rambut yang biasa saja. Sakura menoleh ke arahnya.

"Sai?"

"Selamat malam Sakura." Dia selalu tersenyum pada siapa pun. Bersikap ramah sehingga sifatnya munafiknya mudah terbaca.

"Ada apa? Tumben sekali kau menyapa ku?"

"Ahahaha, benarkah?"

Seingat ku aku selalu menyapa Sakura setiap kali bertemu dengannya. Apa itu kurang ya?"
Batin Sai jadi serba salah.

"Bagaimana hari ini?" Tanya Sai memecah kecanggungan.

"Tak ada yang spesial." Jawab Sakura singkat sambil terus melatih ketajaman dan ketepatan indera pengelihatannya.

"Sungguhkah? Aku dengar kau dan Sasuke sudah bertu...."

"Diam, atau mati?" Cegah Sakura cepat.

"O-oh, maaf aku tak sengaja."

"Sai."

"Iya?"

"Sudah berapa buku yang kau baca?"

"Sudah banyak."

"Sudah baca tentang wanita agresif?"

"Eum, ku rasa belum."

"Kalau begitu pergilah ke toko buku, dan bacalah buku itu."

"B-baiklah."

Menurut buku yang baru saja ku baca, saat wanita berbicara seolah dia memerintahkan sesuatu yang secara tidak langsung berhubungan dengannya, itu artinya dia ingin lebih dimengerti. Ya ampun, sulit sekali.
Konflik batin yang dialami Sai begitu parah.

"Oh ya, Sakura. Kita satu tim loh."

"Yah, aku tahu. Kau pengganti Sasuke bila mana dia sedang ada urusan."

"Tidak. Bukan di tim yang itu." Sriing, satu shuriken memenggal target dengan sempurna. Ya, Sakura yang melakukannya. Dia berhenti sejenak, dan menatap Sai.

"Tim yang mana?"

"Ah, kau pasti tak memperhatikan tadi. Padahal nama ku disebut tepat sebelum nama mu."

"Oh, di regu intel ya?"

"Akhirnya kau ingat." Sring, tep, craass.... Sakura kembali pada latihannya. Ia tak menghiraukan Sai yang berulang kali mengajaknya bicara.

~~

Di hutan bagian barat desa Konoha. Air terjun dan pepohonan yang lebat. Di situlah tempat latihan bocah kyuubi bernama Naruto. Seperti kabar yang telah tersebar, Naruto sedang menjalani latihan untuk membentuk jutsu baru.

"Naruto!!" Teriak Sakura dari dalan hutan. Dia berlari-lari kecil menghampiri Naruto. Dengan sebuah keranjang piknik yang terbuat dari kayu melingkat di lengannya

"Bagaimana latihannya?"

"Semua berjalan lancar. Oh ya Sakura. Kau bawa apa?" Tanya Naruto pada Sakura. Kelihatannya, Naruto sangat penasaran dengan bawaan Sakura.

"Ini, aku bawakan pil penambah stamina untuk mu. Aku membuatnya sendiri. Karena aku teman mu, aku kenal betul keadaan fisik mu."

"Jadi, pil ini hanya cocok dimakan oleh mu. Karena aku sudah membuatnya dengan susah payah dengan derasnya aliran keringat ku sendiri. Hanya untuk mu, Naruto." Seraya memberikan keranjang itu, Sakura terlihat terbawa emosi.

"Waah, kau baik sekali Sakura. Terima kasih ya. Tapi, kau seperti ini, jangan-jangan..." Di sana selain Sakura dan Naruto, ada Kakashi dan Yamato. Dan mereka bertiga juga kebingungan akan kata-kata Naruto

"Jangan-jangan kau menyukai ku." Tuuk, satu pukulan tepat mengenai akar surai kuning itu.

"Jangan asal bicara ya kau!"

"Ahahha.."

"Naruto, kau mau dibunuh Sasuke ya?"

"Eh, benar. Aku dengar kau bertunangan dengan Sasuke. Kapan pestanya?"

"Rencananya besok malam, di gedung umum milik klam Uchiha."

"Waah, aku akan datang. Aku akan datang untuk kalian berdua." Naruto kegirangan mendengar kabar dari Sakura.

"Kami menolak keras tamu tak diundang."

"...."

"....."

"...."

"Apa maksud mu?!!! Aku tak diundang begitu?!!!"

"Begitulah. Kau itu merepotkan tau, Naruto. Bisanya cuma makan saja. Tak berguna!"

"Tentu saja!! Tamu ya makan!! Mana ada tamu disuruh bersih-bersih!! Kau keterlaluan Sakura."

"Tetap saja. Kau tak berguna!!"

"Awas ya kau!!! Saaaakuuuuraaa!!"

"Ah, senpai, bagaimana ini?" Keluh Yamato.

"Biarkan saja.

"Oh, baiklah."

~~~ TBC =>

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top