7. Bubuk dari Sang Penyihir

No Motto Shiritai

(Aku Ingin Tahu Lebih Banyak Tentangmu)

Story by zhaErza

Naruto by Masashi Kishimoto

.

.

.

BAB VII

Bubuk dari Sang Penyihir

.

.

.

Di balik duka mendalam karena kehilangan, ada sekeping bahagia yang harus disyukuri semenjak Sakura dibawa ke tempat ini. Awalnya ia ketakutan, kalut dan sulit menerima semua campur aduk menyakitkan di dalam hati. Namun, perlahan-lahan, ia mulai bisa memahi apa yang sering sang ayah ajarkan ketika banyak manusia memusuhi, hingga Sakura tidak memiliki teman dan kesepian. Ribuan kesedihan, akan kalah dengan satu kebahagian dari surga.

Sakura tersentak karena mendengar tangisan seorang gadis kecil yang jatuh dengan dagu membentur tanah bersalju. Emerald melebar, sementara itu Mikoto yang asik memilah sayur terlihat tidak menyadari. Maka dari itu, Sakura melangkah dan membantu si kecil berdiri.

"Kau sendirian?" tanya Sakura, anak perempuan itu mungkin berusia delapan tahun.

"Itu rumahku," ujarnnya sambil menunjuk sebuah kedai minum teh sambil terisak-isak, merasakan nyeri di dagu yang lecet.

"Baiklah, aku akan memberikanmu ramuan ajaib. Namun, kau harus berjanji menutup mata dan jangan mengintip, ok?"

Dengan air mata yang mulai berkurang, gadis kecil lantas mengangguk cepat. Melakukan seperti apa yang diucapkan kakak berjaket merah berbulu di bagian tudung.

Sakura melukai ujung jarinya dengan jarum kecil dari pin lonceng yang ia sematkan di dada , kemudian mengusapkan ke dagu si anak. Beberapa detik berlalu, darah Sakura diserap masuk dan luka pun menghilang. Rasa sakit yang tiba-tiba pergi begitu saja, membuat kelopak mata si gadis kecil terbuka tiba-tiba.

"Wahh! Langsung hilang! Benar-benar ramuan ajaib, terima kasih, Kakak!" serunya riang, kemudian berdiri dan memeluk Sakura dengan erat.

Gadis kecil itu terlihat riang dan kembali ke kedai teh, mungkin ingin memberitahu hal ajaib kepada orang tuanya setelah mengucapkan sampai jumpa dengan Sakura.

Setelah berdiri, Sakura menoleh karena dihampiri Mikoto. Wanita itu bertanya apa yang dilakukan di tengah jalan seperti ini. Dan Sakura hanya tersenyum dengan kepala yang menggeleng.

"Bibi Mikoto, apakah aku boleh mampir ke toko Ino? Aku ingin membeli bunga, walau di pertengahan musin dingin seperti ini, di sana selalu ada stok bunga. Sangat luar biasa."

"Baiklah, ayo kita mampir sebentar."

Menuju kedai bunga dari keluarga Yamanaka, ketika masuk otomatis lonceng berbunyi. Sakura dan Mikoto yang baru datang, terheran melihat beberapa rekan dari Sasuke yang juga berkumpul di toko ini.

"Hai, teman-teman," ujar Sakura tersenyum dan melambaikan tangan.

"Ah, Sakura, Bibi Mikoto. Halo."

Melihat raut gusar mereka, Sakura mengerutkan alis.

"Apa yang terjadi?"

Shikamaru menghela napas, sebab tim yang terdiri dari empat orang, yaitu Sai, Chouji, Lee dan Kiba, kembali ke desa dalam kondisi terluka cukup parah.

"Beruntung pergelangan kaki Sai yang terkilir, jika sampai tangan dia tidak akan bisa menggambar burung dan mereka tidak akan bisa kembali secepat ini setelah menyelesaikan misi."

"Astaga, aku turut prihatin." Gadis merah muda itu lalu menatap Mikoto, meminta izin untuk membesuk beberapa temannya yang tengah dirawat di rumah sakit.

Tentu saja sang wanita paruh baya mengizinkan, kemudian Mikoto berpamit diri karena harus memasak. Melihat bawaan Mikoto, tidak mungkin Sakura membiarkan membawanya seorang diri. Jadi, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan sekalian meracik obat yang akan ia berikan darahnya.

"Baiklah, kalau begitu kita berkumpul di depan rumah sakit, bagaimana?" tanya Shikamaru dan beberapa orang yang ada di sana pun mengangguk.

"Ino aku akan kembali lagi, aku ingin membelikan bunga untuk membesuk mereka."

"Iya, aku akan menungu."

Setiba di rumah, Sakura meletakkan belanjaan di atas meja makan, kemudian berpamit menuju kamar. Mengambil ramuan obat yang sering ia buat karena tidak terlalu banyak kerjaan di rumah ini. Masing-masing memasukkan ke dalam empat botol dan mencampurkan dengan beberapa tetes darah. Sakura membuat ramuan minum, sebab jika luka dalam, maka darahnya akan bereaksi ketika diminumkan.

"Selesai."

Tersenyum, ia membawa tas kertas dan memasukkannya. Selanjutnya, ia berlari kembali ke toko Ino.

"Astaga, sangat melelahkan hanya begini saja, segel ini agak mengganggu juga ternyata."

Padahal jika menjadi iblis, sekali lompat mungkin bisa langsung tiba di depat toko bunga keluarga Yamanaka.

Memasuki toko, ia melihat Ino yang sudah membuka apron, dan menyerukan kepada Sakura untuk memilih bunga yang ingin diberikan kepada empat orang yang terbaring di rumah sakit.

Sakura memilih daffodil, dan Ino pun membungkusnya menjadi empat buah.

.

.

.

Wajah cemas dan serius tergambarkan begitu jelas dari orang-orang yang berlalu lalang. Mata emerald memandangi, mengerutkan alis dan merasa sedih. Berpikir betapa orang-orang itu terlihat sangat menderita sekarang, kalau saja ia bisa memberikan darahnya tanpa ketahuan, pasti rasa sakit akan segera hilang dan terganti dengan rasa syukur tak terkira.

Kalau saja, ia bisa, tetapi sayangnya ia tidak memiliki kuasa di tampat ini. Sasuke telah menjelaskan, jika ketahuan maka Sakura akan dipenjarakan.

Ruangan terlihat, Ino yang membuka pintu dan masuk. Mereka mencari keberadaan tiga ninja pemburu yang sedang dirawat di sini.

Beberapa teman telah berkumpul, mereka tersenyum kepada Sakura.

"Ah, Sakura-san," ujar Lee yang pertama kali sadar dan menatap gadis itu.

"Halo, bagaimana keadaanmu, Lee-san?"

Lelaki itu tertawa, dengan air mata yang berlinang, hingga membuat Sakura terbelalak bingung.

"Sakura-san! Terima kasih telah mengkhawatirkanku! Namun, lelaki perkasa sepertiku akan baik-baik saja! Ini bukanlah apa-apa! Arrrgg!" Teriakan terdengar ketika Lee mengangkat tangannya yang diperban.

Beberapa rekan yang lain hanya bisa menghela napas, beberapa mendecak dan terlihat pasrah.

"Jangan hiraukan dia, Sakura." Ino pun berbisik, membuat gadis itu tertawa kecil dengan wajah bingung.

"Ah, aku membuatkan obat untuk kalian. Ini akan memulihkan luka dengan cepat." Sakura mengambil empat botol dan memberikannya kepada Lee, Sai, Kiba dan Chouji.

Keempat orang itu menatap botol dan mengucapkan terima kasih kepada Sakura. Membuka tutupnya, mereka menegak cairan hijau pekat beraroma rumput, rasanya pahit dan seperti menenggak kotoran sapi. Bahkan Chouji dan Kiba nyaris mati tersedak, sedangkan Sai menutup mulutnya karena berusaha menahan memuntahkan semua isi perut, beda lagi dengan Lee yang terlihat mencekik lehenya sendiri, kedua bola mata lelaki itu berubah menjadi putih.

"Ahahahah! Maafkan aku, memang seburuk itu, ya?" Sakura bertanya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan satu jari, dahinya berkeringat.

"I-ini sangat mengerikan," ujar Sai terbata dan terlampau jujur.

Hinata dan Ino terlihat panik, memberikan minum kepada Kiba dan Chouji, sedang Sakura memberikan kepada Sai, kemudian Lee.

Beberapa saat terlihat nyaris putus asa dengan rasa memuakkan yang tidak menghilang dari lidah, Sai yang pertama kali menyadari pun terperangah dengan mata berkedip-kedip. Ia memandangi lukanya yang dibungkus perban. Mencoba menggerakkannya dan terbelalak, kemudian memandang Sakura dengan takjub.

"Ini tidak terasa sakit lagi," ujarnya.

Yang lain pun ikut mencoba, bahkan Lee membuka perban dan mendapati luka menghilang, semua tampat terkesima dan masing-masing melakukan hal sama.

"Wah! Luar biasa! Bahkan tenagaku pun pulih. Apakah ini juga jurus medis?"

Shikamaru yang berada di sana juga memperhatikan, terkejut dengan kenyataan ini. Ia lantas mengalihkan atensi, menatap Sakura yang tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

"Obat apa yang kau berikan, Sakura? Aku tidak tahu kau sangat paham dengan ilmu obat-obatan?" tanya Ino, yang terlihat sangat terpesona.

"Stttt! Ini hanyalah bubuk dari seorang penyihir cantik." Gadis itu mengangkat tangannya ke dekat pipi dan berpose dengan dua jari dan lidah yang dimeletkan, serta tersenyum usil.

"Baiklah kalau begitu kita rayakan dengan makan di YakiniQ!" Chouji berseru lantang dengan api semangat yang membara.

Setelah berganti pakaian, mereka semua memutuskan untuk makan. Sayangnya beberapa rekan tida bisa hari, Sasuke dan Naruto masih menjalankan misi, begitu pula dengan Neji dan Shino.

Sakura menatap suasana menyenangkan ini, mereka makan malam bersama dan dipenuhi canda tawa. Sayang sekali, Sasuke dan beberapa teman yang lain tidak bisa menghadiri perayaan kesembuhan teman-teman. Kalau tidak pasti suasana lebih asik lagi.

Malam yang semakin larut, membuat mereka memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing, saat melihat Sakura berjalan seorang diri menuju rumah kediaman Uchiha, Shikamaru pun menawarkan diri untuk mengantar.

"Hei! Kau kan biasanya pulang denganku?" tanya Ino dengan raut heran.

"Kau ini bangaimana, dia ini kan baru mengenal kota, sudah lah dasar tukang omel." Shikamaru mengatakannya dengan suara teramat malas dan mata yang sayu, hingga membuat Ino geram, tetapi Chouji pun turun tangan, lelaki itu mengatakan bahwa benar apa yang dikatakan oleh Shikamaru.

"Kau pasti ingin menggodanya, kan? Akan kuberitahu Temari!"

"Ah, maafkan aku. Aku bisa sendiri kok, tidak apa." Sakura terdengar agak tidak enak hati, tidak ingin Ino salah sangka kepadanya.

"Sudah tidak perlu dipedulikan, Sakura. Ayo, nanti turun saljut."

Setelah agak jauh, Sakura menghela napasnya dan menatap Shikamaru yang berjalan santai dengan kedua tangan berada di dalam saku celana.

"Shikamaru, tapi apa tidak apa? Kau sudah punya pacar, kan?"

"Ino mengatakan semuanya, ya... hah. Tidak masalah, hubungan kami akan baik-baik saja."

Cukup jauh dari YakiniQ, mereka berbelok dan Sakura terhenti karena Shikamaru memanggil namanya. Ia menolehkan kepala, kemudian membalikkan badannya. Menyahut dan mentap lelaki itu dengan mata penasaran. Berpikir, kenapa sang pria memutuskan untuk tidak melanjutkan langkahnya?

"Sakura, tentang di rumah sakit tadi...." Kalimat yang ingin diucapkan terhenti begitu saja, bibirnya kelu ketika melihat Uchiha Sasuke kini telah berdiri tepat di belakang tubuh Sakura dan menatap datar ke arah Shikamaru.

"Ya, Shikamaru?"

"Sakura!"

Gadis itu menolehkan kepala, sebab mendengar suara tak asing di telinganya.

"Sasuke-kun." Gadis itu terlonjak dan merasa teramat senang. "Kau sudah kembali dari misi. Eh, apa yang kau lakukan di sini?"

Mengerutkan alisnya, Shikamaru yang memperhatikan kedua muda-mudi itu saling berbicara pun mengepalkan tangan di dalam saku.

.

.

.

Bersambung

Tidak diedit huhu. Maafkan karena berusaha up cepet.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top