6. Di Bawah Cahaya Rembulan
Anata No Motto Shiritai
(Aku Ingin Tahu Lebih Banyak Tentangmu)
Story by zhaErza
Naruto by Masashi Kishimoto
.
.
.
BAB VI
Di Bawah Cahaya Rembulan
.
.
.
Kegelisan hati masih mendera jiwa yang berusaha mencari sunyi, di dalam kamar, di hadapan jendela yang terbuka lebar, sosok gadis berambut indigo menatap rembulan dengan pandangan nanar. Di benak masih memikirkan pristiwa beberapa jam lalu, tentang jati diri Sakura yang sebenarnya adalah seorang iblis.
Sebagai seorang ninja pemburu, Hinata tentu tahu ada banyak perbedaan antara iblis yang sering mereka bunuh dengan Sakura, yang paling mencolok adalah gadis itu memiliki fisik seperti manusia. Padahal, iblis kebanyakan berwujud mengerikan seperti moster.
Dahulu kakeknya pernah bercerita, bahwa mereka harus berhati-hati jika bertemu iblis yang mirip seperti manusia. Sebab, itu artinya sosok tersebut memiliki kekuatan yang tidak terkira.
Ah, bola mata Hinata terbelalak, karena terfokus dengan aura iblis Sakura, ia melupakan potongan-potongan pazel yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Bahwa, Sakura memiliki jejak racun iblis di punggung. Apakah itu yang membuat sang gadis menjadi demikian rupa? Gelengan kepala terlihat, terlalu dini jika harus memfinalkan permasalahan ini. Satu hal yang bisa Hinata tarik, bahwa kemungkinan Sakura adalah seorang iblis bangsawan yang bisa menyembunyikan kekuatan dan menyerupai bau dan aura manusia.
"Mungkin, Sasuke-kun dan Sakura-chan memang sudah memiliki hubungan cinta sejak lama." Pasti mereka telah benar-benar percaya, bahwa Sakura tidak akan melukai manusia.
Menghela napas, untuk sekarang Hinata memutuskan tidak memberitahukan hal ini kepada Hokage, keputusan Sasuke mungkin saja telah disetujui oleh Uchiha Itachi. Dan ia juga harus percaya kepada Sakura, gadis itu sama sekali tidak terlihat berbahaya.
.
.
.
Keesokan malam, ketika lapangan berlatih sudah tidak digunakan lagi, Uchiha Itachi datang dengan Sasuke dan juga Sakura. Seperti imbawannya, ia ingin agar Sakura bisa mengendalikan aura dan bau iblis seperti para bangsawan.
Dingin tentu bukan jadi penghalang, apalagi untuk Sakura. Gadis itu berdiri tidak jauh dari hadapan Itachi dan Sasuke, dan mencoba teori yang pernah diajarkan kedua orang tuanya.
Ia berkonsentrasi, mencoba untuk melakukan atas apa yang pernah diajarkan, hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Jika tidak berhati-hati, ia akan kehilangan seluruh tenaga. Segel di dada telah dibuka oleh Itachi, lelaki itu terlihat mengawasi ketika Sakura mulai berkonsentrasi. Berjaga-jaga jika saja malah lepas kendali dan menyebarkan bau iblis ke penjuru tempat.
"Baiklah, Sakura. Kau bisa memulainya."
Anggukan kepala terlihat, Sakura menyatukan kedua tangan, kelopak mata terpejam dan bibirnya menipis. Garis-garis yang muncul di dahi satu demi satu menjalar dan terlihat lebih jelas, kemudian perlahan-lahan menghilang. Berulang-ulang hal itu terus terjadi, hingga sang gadis berkeringat dan membuat pakaian musim dingin menjadi basah.
Itachi lantas membaca mantra, melompat ke arah Sakura dan memberikan segel kepada tubuh gadis itu karena bau iblis menguar dengan cukup pekat. Beruntung, beberapa detik setelah segel menyatu, bau iblis lantas sirna.
Kaki sang gadis yang terasa lemas,kini merosot jatuh. Itachi dengan sigap menahannya, mengangkat tubuh Sakura dengan menyelipkan kedua tangan di lipatan lutut dan punggung.
"Kita akan terus berlatih hingga Sakura benar-benar bisa menguasainya, Sasuke."
Anggukan lelaki itu terlihat.
"Karena kita jarang mendapatkan jadwal yang sama, kita akan melatih Sakura bergantian."
"Aku mengerti, Kak."
.
.
.
Cahaya rembulan menyinari, di antara batang bohon dan es yang membekukan ranting, di sana Sasuke dan Sakura menjejakkan kaki, berdiri dan melatih diri seperti imbauan Itachi. Tidak sampai setengah jam, sang gadis sudah merasa lemas dan nyaris kehilangan tenaga. Ia jatuh dengan lutut menyentuh tanah, kemudian mendudukkan tubuhnya, sementara kedua tangan tengah menopang berat badan yang cukup tak berdaya.
"Hah! Astaga, tubuhku sakit semua."
"Hari ini sudah cukup kurasa. Kemampuanmu juga meningkat, setidaknya sekarang bisa menjaga kesadaran." Sasuke ikut mensejajarkan tinggi badan dengan sang gadis, salah satu lutut menopang tubuh.
Setelah beberapa kali mencoba menstabilkan napas, Sakura akhirnya bisa tenang, dan sekitar sepuluh menit mengisi tenaga setelah segel diberikan kembali oleh Sasuke.
Ini adalah kali pertama setelah berlatih Sakura bisa terjaga, padahal biasanya ia akan langsung tidak sadarkan diri tidak kurang dari dua puluh menit. Hela napas diembuskan, ia menyunggingkan senyuman. Menatap sang lelaki, Sakura lantas membatin bahwa benar apa yang dikatakan Sasuke, sekarang ia telah memiliki peningkatan.
Tenaga telah terkumpul, Sakura membangkitkan diri dan merenggangkan tubuh hingga tulang-tulangnya mengelurkan bunyi. Mereka kemudian memutuskan untuk kembali dengan berjalan kaki. Malam yang semakin larut, membuat suhu semakin membekukan, keristal es terbentuk di celah-celah daun, begitu pula di atap rumah dan jalanan. Jika tidak berhati-hati, bisa jadi terpeleset dengan bokong mencium aspal.
"Di desa ini, sangat menyenangkan, ya. Tidak ada perang, teman-teman yang baik dan kondisi ekonomi yang stabil. Beberapa desa yang kami lewati, benar-benar miskin, tetapi mereka sama sekali tidak memburu iblis. Mungkin karena mereka tinggal di desa terpencil."
Menolehkan kepala, Sasuke menatap Sakura yang memandangi sekeliling ketika mereka menyusuri jalanan yang dilewati sebelum mendapatkan kediaman Uchiha.
"Mereka tidak takut kepadaku, dan beberapa dengan senang hati memberikan sajian padahal mereka sendiri kekurangan. Aku sangat menyukai anak-anak di desa, bocah-bocah itu terpukau dengan trik iblis yang bisa kulakukan." Tertawa kecil, sekarang Sakura menatap Sasuke dan menyadari bahwa ia terlalu banyak berbicara. Rasanya ini benar-benar sangat tidak penting.
Mengusap belakang leher, Sakura bergumam maaf karena terus mengoceh sepanjang jalan.
"Tidak... ceritakan saja," ujar Sasuke, lelaki itu kembali menatap lurus ke depan dengan pandangan yang datar, tetapi terasa hangat.
"Ah, ini memalukan."
"Hm, selama ini semua orang membenci iblis. Banyak manusia yang menderita karena bagian anggota keluargnya ditemukan tak bersisa karena menjadi santapan." Sakura terlihat murung, ia tahu iblis memang sekejam itu, tetapi walau ia tidak melakukannya, rasa bersalah tetap menggerogoti di hati. "Sayangnya, tidak banyak yang tahu bahwa beberapa iblis bangsawan memutuskan untuk berbaur."
"Sasuke-kun, semenjak dahulu... aku sangat penasaran dengan kehidupan manusia." Mereka terhenti, saling menatap karena Sakura menarik baju sang lelaki.
Emerald dan oniks saling bertatapan, iris gadis itu penuh dengan rasa pengharapan dan kesungguhan.
"Selama ini, kami hanya bertiga, bersembunyi dan membantu makhluk apa pun yang membutuhkan. Di saat menemukan desa yang tepat, sayangnya kami tidak bisa terlalu lama tinggal, dan karena hal itu tidak banyak yang berbagi cerita kepadaku... tapi, rasa keingintahuan ini, sulit untuk kuabaikan, perasaan teramat senang ketika bisa berteman dengan manusia." Tangan Sakura bergerak, menggenggam di tengah dadanya, kepalanya tertunduk dan ia menggigit bibir, raut wajahnya terlihat antara sedih dan haru. "Meskipun, orang tuaku dihabisi oleh manusia pula."
Embusan napas terdengar, uap dingin mengepul dari mulut yang terbuka dan tertutup kembali.
"Sebab, di dalam hatiku yang paling dalam, ada keinginan untuk bisa hidup damai dengan manusia dan memanfaatkan kemampuan menyembuhkan luar biasa ini." Sakura kembali berbicara, setelah mengeyahkan kesedihan di dada.
Tatapan mata Sasuke meneduh, ia tahu di dalam hidup pasti sang gadis merasa sangat kesepian. Di kalangan manusia tidak diterima dan dianggap sebagai ancaman, diburu dan dihargai teramat mahal.
Menghela napas, senyuman tipis terbesit di bibir sang lelaki.
"Aku rasa, iblis bangsawan dan manusia cukup mirip. Apa kau memiliki kesukaan atau hal yang kau tidak suka, Sakura?"
Gadis itu menganggukkan kepala.
"Kami pun demikian," ujarnya.
"Tapi, kebanyakan iblis pemakan manusia, tidak memiliki rasa demikian, yang ada di pikiran mereka hanya ingin menyantap manusia. Itu yang dijelaskan ayahku dahulu, beruntung, mereka tidak akan berani menampakkan wajah di hadapan iblis bangsawan."
Hal itu sebenarnya tidak diketahui oleh Sasuke, iblis pemakan manusia, nyaris seperti hewan liar. Bentuk mereka pun cenderung seperti moster. Namun, para pemburu juga tidak akan tinggal diam dengan iblis bangsawan karena harga mereka yang teramat mahal.
Mereka melanjutkan langkah, ditengah tapak kaki yang meninggalkan jejak di salju dan sinar bulan di langit, Sakura kembali bertanya tentang apa yang Sasuke suka dan apa yang tidak disuka lelaki itu.
"Aku suka tomat dan onigiri, yang tidak kusuka adalah makanan manis dan celotehan Naruto."
Sakura tertawa kecil, tidak bisa membayangkan bagaimana kesalnya Sasuke yang harus satu tim dengan lelaki maniak ramen itu.
"Ah, Naruto, ya. Beberapa hari lalu, dia mengajakku ke warung ramen, rasanya lezat dan Naruto terlihat sangat menyukainya. Kak Itachi juga sangat menyukai dango, dia bisa makan sambil tersenyum dan memejamkan mata."
Mendengkus lucu, Sasuke menghela napas karena tahu kakaknya yang selalu seperti itu.
Mereka tiba di kediaman Uchiha, rumah kepala klan yang di gerebang tergambar ukiran kipas. Sakura juga sudah melihat-lihat banyak orang di desa ini, mereka memiliki kelompok dan kumpulan yang dinamakan klan. Tidak seperti iblis yang akan bebas mau memiliki nama atau tidak, manusia memiliki dua suku kata nama, yang terdiri dari nama kecil dan marga.
Beberapa tahun silam, perang besar antara manusia terjadi. Membuat kalangan iblis mengambil kesempatan untuk memangsa mereka. Yang berada di benak Sakura saat itu, kenapa manusia terpecah belah dan malah saling bertarung? Padahal mereka memiliki musuh yang lebih mengerikan.
Sang rembulan mulai tertutupi awan, sinarna pun terhalang dan hanya menyisakan kepekatan di sisi jalan yang tidak diterangi cahaya lampu. Sakura sudah terbiasa dengan kondisi ini, saat pandagan tidak bisa diandalkan, maka telinganya menjadi lebih peka. Kerikan hewan malam yang ada di belakang kediaman mereka, suara angin yang membelai kristal es di atap rumah dan juga detak jantung Uchiha Sasuke yang berdegub dengan teratur.
Menatap sang lelaki, Sakura tersenyum hingga matanya menyipit dan dengan suara riang.
"Sasuke-kun, aku ingin tahu lebih banyak lagi... juga... lebih banyak lagi tentangmu," ujarnya, menudukkan badan dan kepala ke samping untuk melihat wajah sang lelaki, rambut merah muda berjatuhan, senyuman tidak juga hilang.
"Aa, tapi sebaiknya kita lekas beristirahat, ayo."
Lelaki itu berjalan terlebih dahulu, sementara Sakura mengikuti dan berlari kecil untuk mensejajarkan dirinya, kemudian menyambar lengan Sasuke dan mengalungkan tanganya di sana.
Sakura tidak terlalu memperhatikan sang lelaki, tetapi ada senyuman tipis yang terpantri di bibir Sasuke.
.
.
.
Bersambung
Tidak diedit jadi makluk kalau ada typo dan kalimat tidak efektif. Heheh, lagi lelah soalnya. Mata penat.
Semoga suka dan jangan lupa berikan vote, komen, dan share.
Salam sayang dari istri Uchiha Itachi,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top