Tembok Penghalang

Tolaklah perasaanmu, Al. Aku takut kalau Nyonya dan Tuan tahu, pasti aku dan Bunda akan diusir dari rumahmu. Terus akan tinggal di mana kami?

Kata-kata Prilly itu selalu terngiang di benak Al. Sepulangnya dari dokter, Prilly langsung masuk ke kamarnya tanpa menunggu Al.

"Ya Allah, apa setebal inikah tembok penghalang aku dan Prilly? Apa harta di atas segalanya di dunia ini? Mengapa Engkau ciptakan perbedaan ini?" Al mengusap wajahnya kasar.

Ketukan pintu mengusik lamunannya, Al dengan malas berjalan membukakan pintu.

"Tuan Muda, ada apa dengan Prilly?" tanya Mora tanpa basa-basi dan suaranya setengah berbisik seraya memandang Al penuh selidik.

"Masuklah Tante, Al akan jelaskan di dalam." Al membuka pintunya lebar agar Mora leluasa masuk ke kamarnya.

Setelah Mora berada di kamar, Al segera menutup pintu dan menguncinya. Al mengajak Mora duduk di sofa.

"Silakan duduk, Tan."

"Terima kasih," ucap Mora duduk di sofa single depan sofa yang Al tempati. "Sekarang jelaskan kepada Tante, kenapa Prilly menangis sepulang dari dokter?" tanya Mora mengintimidasi.

Al menghela napasnya dalam, lalu menatap kedua mata Mora. Al memberanikan diri berbicara jujur kepada ibu pengasuhnya itu.

"Maaf Tante, Al mencintai Prilly."

Ucapan Al membuat Mora shock dan seperkian detik denyutan di jantungnya berhenti. Mora segera menyadarkan diri, ucapan Al tersebut bagaikan petir di siang bolong.

"Bagaimanan bisa Tuan Muda mencintai gadis biasa seperti Prilly? Tuan Muda, tolong jangan macam-macam. Kalau kalian sampai memiliki hubungan yang lebih jauh lagi, apa kamu nggak akan memikirkan bagaimana kelanjutan kisah hidup Prilly dan Lia? Apa kamu tega menambah beban dalam hidup mereka?" ujar Mora sekali tarikan napas yang merasa bingung ingin berbuat apa dengan hal ini.

Mora menyadari, jika perasaan cinta tak semudah membalikan telapak tangan untuk hanya sekadar saling melupakan. Karena cinta datangnya tulus dari hati.

"Terus apa yang harus Al lakukan, Tante? Al benar-benar mencintainya."

"Apa Tuan Muda yakin, dengan perasaan yang Tuan Muda miliki untuk Prilly? Ataukah itu hanya perasaan sesaat saja?" tanya Mora meyakinkan dirinya sendiri sebelum orang lain yang mendengarnya.

"Al yakin, Tan!" jawab Al mantap menatap kedua mata Mora. "Ini bukan perasaan sesaat. Al sudah lama menyimpan perasaan ini. Tapi baru tadi Al mengungkapkan kepada Prilly. Aku pikir, Prilly memiliki perasaan yang sama denganku," kata Al menunduk kecewa.

Mora mengelus bahu Al, lantas ia berkata, "Dia juga mencintaimu, Tuan Muda."

Al mendongakkan kepalanya menatap Mora tak percaya. Apakah benar yang dikatakan Mora tadi? Jika itu benar, betapa bahagianya Al. Namun, mengapa Prilly meminta Al untuk menolak perasaan cintanya?

"Tante, yakin?" ujar Al kembali bersemangat.

"Iya," jawab Mora tersenyum simpul kepada Al.

"Tante tahu dari mana?" Al sangat penasaran dengan apa yang Mora ketahui tentang perasaan Prilly kepadanya.

"Tatapan dan cara dia memperlakukanmu. Saat dia bercerita tentangmu juga," jawab Mora melegakan hati Al.

Setidaknya Al tahu jika Prilly sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Mungkin Prilly terlalu takut dengan perbedaan kasta di antara mereka.

"Iya, aku juga sudah menduganya, Tante," ujar Al tersenyum puas.

"Ya sudah, aku akan temui Prilly dulu."

Mora melenggang pergi dari kamar Al. Cinta Al terbalas, hanya saja Prilly masih takut mengungkapkan karena perbedaan status keluarga mereka.

Saat Mora sampai di depan kamar Lia, pintu kamar itu terbuka sedikit. Mora melihat Prilly bersimpuh di lantai dan menangis terisak sendu. Mora mendekati pintu dan mendengarkan lirihan hati Prilly yang terucap di sela tangisannya.

"Tuhan, kenapa Kau ciptakan perbedaan ini? Aku juga mencintainya, tapi aku tidak sanggup untuk membalas perasaannya karena perbedaan kasta di antara kami yang sangat mencolok. Maafkan aku, Al," lirih Prilly pilu.

Hati Mora iba dengan apa yang terjadi di kisah cinta dua insan yang sebenarnya saling mencintai karena perbedaan latar belakang keluarga, membuat mereka harus tersiksa dengan perasaan cinta yang dimiliki.

***

"Prilly, tolong antarkan seprai ini ke lantai dua, ya? Sekalian tolong pasangkan di kamar tamu nomor dua dari kamar Tuan muda," pinta Mora saat Prilly baru saja datang ke tempat setrika.

Mora memberikan satu set seprai dan bed cover kepada Prilly.

"Harus sekarang ya, Tante?" tanya Prilly yang masih berdiri di tempat.

"Iya Prilly, sebentar lagi ada tamu yang akan menginap di sini. Jadi harus sekarang," jawab Mora sambil melanjutkan pekerjaannya.

Prilly merasa ragu untuk naik ke lantai dua karena selama dia tinggal di rumah itu, Prilly tidak pernah menginjakkan kakinya di lantai dua. Di mana di lantai dua adalah kamar khusus Al dan dua kamar tamu yang jarang dipakai. Saat ingin menginjakkan kakinya di tangga, hati Prilly berdebar kencang, pasalnya beberapa hari ini, dia selalu menghindari Al. Prilly menarik napasnya dalam, lantas perlahan menaiki tangga. Dia sangat berhati-hati, saat hampir sampai di depan kamar Al, Prilly berhenti dan membalikkan tubuhnya berniat untuk kembali ke bawah. Al sudah melihat Prilly dari pintu kamarnya yang sedikit terbuka, dia hanya tersenyum sangat tipis.

"Aduuuuuh, dia ada di kamar nggak, ya? Kok jantungku jadi deg-degan gini sih," gumam Prilly mendekap seprainya erat, menutupi rasa gugupnya.

Prilly menghela napas, dia berusaha bersikap biasa dan sambil menjijitkan kaki perlahan melewati kamar Al. Prilly dapat bernapas lega karena dia pikir Al tidak melihatnya saat melewati depan kamar. Al yang berada di dalam hanya tersenyum dan pura-pura tak melihat Prilly. Prilly segera memasang seprai dan membereskan kamar tersebut. Setelah selesai, dia keluar mengendap-ngendap agar Al tidak melihatnya. Saat sampai tepat di depan pintu kamar Al, sebuah tangan kekar menariknya masuk ke kamar. Al membekap mulut Prilly agar tidak memekik.

"Apa-apaan sih kamu, Al?" gertak Prilly sebal saat Al melepaskan bekapan di mulutnya.

"Kenapa kamu menghindariku? Hm?" tanya Al, wajahnya tepat di depan wajah Prilly.

Prilly mendorong tubuh Al agar sedikit menjauhinya.

"Siapa yang menghindarimu?" kilah Prilly bersikap kaku, tetapi berusaha santai. Gerakan tubuh Prilly tidak dapat membohongi perasaan yang kini detak jantungnya berdebar sangat kencang.

"Yakin? Nggak menghindar?" Al semakin mendekati Prilly,  tetapi Prilly terus mundur dan tubuhnya terbentur tembok.

Kini tubuh mereka jaraknya sangat dekat, hanya beberapa senti saja. Prilly dapat merasakan embusan napas Al.

"Iya, yakin," jawab Prilly gugup.

"Terus, kenapa SMS-ku nggak pernah kamu balas? Aku telepon nggak pernah kamu angkat. Itu apa artinya?" desak Al semakin mepet tubuh Prilly di tembok.

"Eeeee ... mmm ... aku ... mungkin ... sedang sibuk," sahut Prilly takut dan was-was.

"Terus, ngapain tadi mengendap-endap kayak maling saat melewati kamarku?" Al terus saja mendesak Prilly.

Belum sempat Prilly menjawab, pintu kamar Al tiba-tiba terbuka. Risma muncul dari balik pintu dan memergoki Al yang sedang mepet tubuh Prilly di dinding.

"Apa yang sedang kalian lakukan!" teriak Risma shock.

Al menghalangi tubuh Prilly saat Risma berusaha menarik tangannya untuk menjauhi Al. Tubuh Prilly gemetar, bersembunyi di balik tubuh kekar Al. Mereka tidak menduga Risma bakalan tiba-tiba muncul seperti itu.

"Dasar, anak tak tahu diri! Bisa-bisanya kamu menggoda anak majikan!" caci maki Risma semakin membuat Prilly ketakutan dan gemetar.

"Mom! Hentikan! Ini bukan salah Prilly! Al yang menginginkannya karena Al mencintainya!" sergah Al membuat dada Risma seketika sesak.

"Apa!" pekik Risma shock dan tercengang.

"Iya, Al mencintai Prilly, Mom." Al menggenggam tangan Prilly yang terasa dingin dan gemetar.

Risma membekap mulutnya sendiri, tak percaya jika putra semata wayangnya mencintai anak pelayan.

"Tapi, kamu pewaris utama keluarga ini, Al," lirih Risma masih merasa shock. Dia belum dapat menerima kejujuran putranya itu.

"Al nggak peduli, Mom. Al mencintai Prilly, jika Al harus melepaskan semua warisan itu, Al rela, asalkan Mommy dan Daddy merestui hubunganku sama Prilly." Al tetap saja nekat mempertahankan perasaannya kepada Prilly.

###########

👏👏👏👏👍👍👍
Lanjutkan!!!! Hahahaha

Duuuuuh, 😍😍😍😍 lope-lope sama Al. Hahahaha
Makasih buat vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top