4

Berita bahwa akan ada tamu dari kerajaan Kahuripan segera tersebar ke masyarakat luas. Mereka bertambah penasaran dan antusias mengetahui bahwa mereka  adalah raja dan putra mahkota kerajaan tersebut.

Semua orang ingin berada di sisi yang sama dengan Kahuripan, kerajaan kaya namun tidak pelit. Raja Kahuripan dikenal cepat kaki ringan tangan dan orang-orang yakin bahwa buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya. Ketika hari kedatangan mereka tiba, orang-orang berkumpul sepanjang jalan, ingin melihat raja, putra mahkota, dan rombongan rombongan yang mengikuti. Sembari menunggu, bisik-bisik terdengar sepanjang jalan.

Sementara itu, para putri masih berdandan, mempersiapkan diri secantik mungkin, berharap putra mahkota bisa jatuh cinta pada pandangan pertama pada mereka. Mereka pun kemudian diberi tahu bahwa rombongan dari Kahuripan sudah melewati perbatasan. Mereka segera bergegas. Candra Kirana menancapkan aksesoris terakhir ke rambut panjangnya yang hitam dan halus, tusuk konde emas berhias giok berbentuk keong di ujungnya. Memberi senyum cantik terakhir pada bayangan dirinya, Candra Kirana beranjak dari kursinya.

Terdapat dua prajurit yang berjaga di luar kamar Candra Kirana, mereka bernama Asok dan Arya. Dia berdiri di depan mereka lalu memutar badannya, membuat selendangnya berkibar. "Bagaimana penampilanku?"

Asok dan Arya, tidak berani bersikap lancang pada sang putri, sambil menunduk, sama sekali tidak melirik Candra Kirana, menjawab, "Sangat luar biasa seperti biasanya, Gusti Putri."

Candra Kirana terkekeh melihat sikap mereka. Dia tahu mereka akan seperti itu, makanya dia melakukannya. Salah satu kesenangannya di istana adalah menggoda dua prajurit setia ini. Walau sudah diperingatkan banyak orang untuk tidak terlalu ramah pada mereka, Candra Kirana tidak mempedulikan omongan-omongan itu. Setelah puas menggoda kedua prajuritnya, mereka bergegas ke gerbang istana di mana ibu dan saudaranya telah menunggu.

Ketika Candra Kirana sampai, Dewi Galuh sudah duduk di kursinya. Kediaman Dewi Galuh memang lebih dekat sehingga tidak mengherankan jika dia sampai di sana lebih dulu, tapi tetap saja Candra Kirana merasa bersalah.

Menunduk malu, Candra Kirana memberi hormat pada sang ibu yang duduk di samping Dewi Galuh. Ayahnya tidak hadir karena beliau dan beberapa patih serta tumenggung lebih dulu pergi ke perbatasan ibu kota untung menjemput sang tamu.

"Maafkan Ananda karena terlambat, Ibunda."

"Tidak apa-apa, anakku. Duduklah. Tidak lama lagi mereka akan segera datang."

"Terima kasih, Ibunda."

Candra Kirana bangun lalu berjalan ke kursinya di sebelah Dewi Galuh. Mengenakan pakaian serba keemasan yang membuatnya terlihat mewah dan cantik bagai dewi, Dewi Galuh duduk dengan dagu terangkat tinggi. Aura angkuh dan elegan terpancar bersamaan. Hiasan di kepalanya begitu banyak dan terlihat berat namun Dewi Galuh tetap mengangkat kepalanya dengan tinggi.

Duduk berdampingan seperti itu membuat penampilan mereka terlihat begitu kontras. Dewi Galuh tampak berkilau dan terlalu menyilaukan untuk dipandang, sementara Candra Kirana seperti orang yang salah kostum namun diampuni karena dia cantik.

"Mereka sudah tiba!" tiba-tiba seseorang berlari, berteriak  membawa berita, mengundang suara antusias penuh antisipasi menggema seantero Daha.

Mereka semua yang hadir berdiri, berjalan ke depan gerbang dan menunggu di sana. Lalu, tidak lama kemudian nampak iring-iringan besar dari kejauhan. Dewi Galuh tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, mencengkram lengan adik yang berada di sampingnya sedangkan Candra Kirana merasa jantungnya hendak jatuh ke tanah ketika akhirnya dia melihat sosok sang putra mahkota akhirnya mulai mendekat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top