3
Saudagar dari timur berkumis tipis, setengah kepalanya botak sementara bagian belakang berambut panjang dan dikepang satu. Bajunya hanya satu potong, terusan dari badan bagian atas sampai tumit, berwarna merah dengan motif tak dikenali dan berkilau. Mereka berbicara dengan bahasa yang tidak dipahami orang Daha sehingga mereka membutuhkan penerjemah. Sementra Raja dan beberapa tumenggung bernegosiasi dan bertanya banyak hal pada si saudagar, para putri raja dan putri tumenggung berkutat dengan barang-barang yang dibawa saudagar.
Barang-barang dengan kualitas nomor satu dibawa ke hadapan para putri raja sementara kualitas yang lebih rendah dibawa ke hadapan para putri tumenggung. Dasar wanita, tidak peduli mereka putri siapa, jika sedang belanja pasti berisik. Walau kali ini berisiknya mereka adalah karena menyuruh dayang masing-masing untuk mengambil ini dan itu. Berbeda dengan putri lain yang menggerakan satu atau dua dayang saja, Dewi Galuh menggerakkan semua dayangnya dan mereka bekerja ekstra keras, terutama Harini.
Harini selalu selangkah lebih depan dari dayang lain. Dia sudah bergerak bahkan sebelum disuruh untuk mengambilkan sesuatu. Namun, usahanya itu tidak diterima oleh Dewi Galuh. Tuan putri itu masih bersikap dingin padanya. Gara-gara Harini mengizinkan Candra Kirana masuk ke kamar dan mengambil tusuk konde kesayangannya, selain kena hukum cambuk, Harini juga dikucilkan dan diabaikan sama sekali padahal awalnya dia adalah dayang kesayangan Dewi Galuh.
Harini sedang mencoba mengambil posisi itu kembali, tetapi tidak peduli seberapa keras dia mencoba, Dewi Galuh tetap tidak mengacuhkannya. Harini melirik Mbok Mina dengan putus asa, meminta tolong padanya. Namun, bagai bergantung pada akar lapuk, dayang senior yang melayani Dewi Galuh hanya bisa membalas tatapan itu dengan iba.
Anuja sempat merasa kasihan, namun dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Janya mengatakan Anuja harus berterima kasih karena Putri Candra Kirana membalaskan dendam untuknya, tetapi Anuja tidak ingin menunjukkan bahwa dia menginginkan hal buruk menimpa temannya. Yah, dia dan Harini tidak benar-benar berteman, tetapi mereka bersama-sama besar di istana, bagaimanapun, dia tidak ingin kejadian buruk menimpa orang yang dikenalinya. Lagi pula, seperti yang sudah dia katakan pada Putri Candra Kirana dan Janya, dia dan lelaki itu tidak ada hubungan apa-apa. Memang ada beberapa kali saling melempar rayuan, tetapi dia tidak memiliki perasaan yang dalam terhadap lelaki itu.
"Ndoro Putri, lihatlah kalung batu ini. Bukankah warnanya sangat cantik?" Jenya memperlihatkan sebuah kalung emas dengan liontin batu giok berbentuk bulan sabit dihiasi bintang-bintang kecil bergelayutan dengan rantai-rantai kecil. Mata Candra Kirana berbinar dan mengambil benda di tangan Janya.
"Berikan kalung itu padaku!" seru Dewi Galuh yang duduk di seberangnya. "Aku melihatnya lebih dulu."
Candra Kirana meletakkan kembali kalung itu ke tangan Janya tanpa berkata-kata dan memberi isyarat pada dayangnya untuk menuruti permintaan Dewi Galuh. Wajah Janya jelas menunjukkan ingin sekali dia protes, tetapi pada akhirnya dia menurut ketika melihat gelengan Candra Kirana yang tetap tersenyum.
Senyum memang tidak pernah hilang menghiasi wajahnya sejak semalam. Seperti halnya Dewi Galuh, Candra Kirana juga tentu saja sangat senang mendengar kabar bahwa putra mahkota dari Kahuripan akan datang berkunjung, hanya saja dia tidak menunjukkannya seperti sang kakak.
Putra mahkota dari Kahuripan sangat tersohor, bukan hanya karena kemampuan bela diri namun juga ketampanannya. Menurut burung-burung yang berkicau, sang putra mahkota sedang mencari seorang istri.
Lagi-lagi mimpi itu datang, pangeran berkuda putih yang menjemputnya untuk bersama-sama menuju senja dan mengakhiri hari dengan bahagia. Tidak ada jaminan jika dia akan terpilih, tetapi dia tetap berharap dengan hati gembira.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top