1

Gambar di atas bukanlah visual karakternya. Gue cuma pengen nyelipin Jimin saja.

***

Anuja sudah tinggal dan menjadi pelayan istana sejak masih kanak-kanak. Dengan ibu seorang pelayan dapur istana dan ayah seorang pengurus kuda kerajaan, dia dibesarkan dengan ajaran bahwa dia tidak boleh membantah perintah keluarga kerajaan. Anuja tidak sempat memiliki cita-cita, bahkan sejak usianya masih balita karirnya sebagai pelayan sudah ditetapkan.

Pada dasarnya anggota keluarga kerajaan Daha tidak ada yang jahat, namun tidak terlalu baik juga dalam memperlakukan pelayan dan pekerja istana, terutama adik dari sang permaisuri, kelakuannya seperti buaya darat, matanya jelalatan jika melihat manusia cantik. Tidak peduli lelaki atau perempuan, jika mereka tertangkap oleh matanya maka dijamin kehidupan mereka di istana tidak akan nyaman. Padahal sudah memiliki lima istri.

Anuja sempat bekerja di dapur membantu ibunya sebelum Putri Candra Kirana menemukannya lalu memutuskan secara sepihak bahwa dia ingin Anuja menjadi dayang pribadinya. Padahal Anuja sedang berkelahi dengan anak pelayan lain ketika Putri Candra Kirana pertama kali melihatnya. Putri itu justru tertawa di balik selendang sutra biru yang tersampir di lengannya.

Plak! Plak! Plak!

Dengan sapu lidi di tangannya, Anuja memukul permukaan tempat tidur berkali-kali dengan penuh tenaga. Setiap kali mengingat kejadian itu, emosinya selalu kembali mendidih. Harini, gadis sialan itu, senang sekali menguji kesabaran Anuja. Sejak kecil mendapat ejekan gara-gara posisi orang tuanya lebih rendah dibanding anak lain, telinga Anuja sudah kebal dengan segala cibiran dan kata tak enak dari mulut anak lain. Anuja biasanya tidak terpengaruh, tetap menjaga sikap tenangnya. Namun, hari itu mereka sungguh keterlaluan dengan ejekan mereka sehingga Anuja tidak bisa menahan diri untuk tidak menarik rambut mereka beberapa genggam. Air tenang jangan disangka tiada buayanya.

"Selimutku bisa rusak kalau kau mengibaskannya dengan kasar begitu." Terdengar suara lembut menegurnya dari belakang lalu disusul cekikikan dari beberapa teman dayang yang lain.

Anuja segera menjatuhkan diri, bersujud menghadap si empunya suara sambil menunduk dalam. "Ampuni hamba, Ndoro Putri."

Putri Candra Kirana terkekeh. "Aku tidak memarahimu, aku hanya mencoba menarikmu dari lamunan." Anuja semakin menunduk malu. "Bangunlah, lanjutkan pekerjaanmu."

"Terima kasih, Ndoro." Anuja bangun, namun belum berani melanjutkan pekerjaannya sebelum Candra Kirana melewatinya lalu duduk di depan meja riasnya.

"Apakah ada hal yang mengganggumu?" tanya Candra Kirana. Pelayannya yang satu itu merupakan pelayannya yang paling rajin dan sangat jarang melamun atau terpancing emosinya. Anuja adalah pelayan paling berdedikasi dan setia yang mendampinginya, makanya dia sedikit khawatir melihatnya melampiaskan amarah pada tempat tidurnya.

"Tidak ada, Ndoro. Hamba hanya teringat sesuatu yang menjengkelkan saja."

"Benarkah?" Melalui bayangannya pada cermin yang bertenggger di depannya, Candra Kirana memandang Anuja tak percaya.

"Benar, Ndoro. Hamba tidak berani bohong pada Ndoro Putri."

Seseorang mendengkus. "Kau pasti ingin menghajar Harini."

Anuja mengangkat kepalanya sedikit untuk melemparkan tatapan tajam pada Janya, pelayan yang sedang menyisir rambut basah sang putri.

"Harini?" Candra Kirana memiringkan kepalanya.

"Iya, Ndoro. Prajurit yang disukai oleh Anuja digoda Harini."

Candra Kirana terkesiap dengan sangat berlebihan sambil memutar badannya menghadap Anuja. "Kau menyukai seseorang?!"

Anuja kembali menjatuhkan diri, bersujud. "Ampuni hamba, Ndoro Putri!"

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?" Nada suara Kirana terdengar lesu penuh kecewa.

"Ampuni hamba, Ndoro," kata Anuja penuh penyesalan. "Mana mungkin hamba berani main-main."

"Aku tidak melarangmu untuk bermain-main. Aku hanya kecewa kau tidak memberitahuku soal kisah cintamu." Kali ini tuan putri itu terdengar seperti anak kecil yang kecewa tidak diajak main. Bisa dimengerti.

Sejak kecil Candra Kirana selalu disuguhi cerita-cerita tentang putri dan pangeran berkuda putih yang jatuh cinta dan hidup bahagia sampai akhir hayat. Disuguhi ratusan cerita semacam itu oleh pengasuhnya yang ahli mendongeng membuat putri kecil berpikiran polos mulai bermimpi. Sayangnya, selama 16 tahun masa hidupnya, dia belum pernah sekali pun merasakan jatuh cinta.

Tentu dia pernah merasa suka pada beberapa anak lelaki dari anak pejabat istana, tetapi rasa sukanya cepat sekali berganti atau dia yang akhirnya patah hati. Dan yang hal terakhir itu lebih banyak terjadi jadi dia sedikit putus asa dan mulai menerima kalau dia tidak akan mengalami cerita seperti di dongeng-dongeng. Walau begitu, dia selalu senang mendengarkan kisah cinta orang lain. Makanya dia merasa kecewa ketika dayangnya sendiri mulai menjalin kisah cinta dan dia tidak mengetahui apa-apa.

"Ndoro Putri, tolong jangan bersedih hati. Sungguh itu bukan apa-apa. Mbakyu Janya hanya melebih-lebihkan ceritanya. Tidak ada kisah cinta yang terjadi." Anuja berusaha menenangkan tuannya.

Sang Putri memicingkan mata, meragukan pernyataan Anuja sebelum melirik Janya. Janya mengangguk. "Tidak ada kisah cinta yang terjadi karena lelaki itu tergoda oleh Harini yang dibantu Ndoro Putri Dewi Galuh, Ndoro Putri."

Candra Kirani mengerjapkan mata beberapa kali, sulit untuk mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kakakku membantu?"

Janya mengangguk. "Hamba dengar, Harini bahkan diberi izin keluar istana seharian ditemani lelaki itu."

Candra Kirana menutup mulutnya yang menganga saking terkejutnya. Tidak biasanya kakaknya bertindak seperti itu.

Berbeda dengan Candra Kirana yang berlapang dada dan ikut bahagia orang disekitarnya bisa menemukan cinta, Dewi Galuh seperti memiliki misi, karena dia masih belum menemukan pangerannya, maka orang di sekitarnya tidak boleh memiliki cinta juga.

Kenapa kali ini dia membantu salah satu dayangnya? Mengetahui sifat sang kakak, Candra Kirana pikir dayang itu akan mendapat seratus cambukan dan mungkin membunuh lelaki itu. Kenapa dia justru mendukungnya kali ini?

Candra Kirana menoleh pada Anuja yang masih berlutut di samping tempat tidurnya. "Bagaimana ini, Anuja. Kakakku sudah turun tangan. Aku mungkin tidak bisa membantumu."

"Ah. Ndoro Putri tidak perlu membantu hamba. Sungguh itu bukan apa-apa. Hamba juga tidak menyukai lelaki itu."

"Kalau kau tidak menyukainya, kenapa setiap pagi kalian selalu bertemu? Bahkan masih pagi buta dan kalian sudah bergandengan tangan di belakang kandang kuda," Janya menyela.

Anuja melemparkan tatapan peringatan pada Janya. Dayang yang satu ini memang sok tau dan tukang gosip.

"Oh. Anuja. Itu sangat manis sekali!" Candra Kirana mengatupkan dua tangannya di depan dada. Sebuah tekad terpancar dari matanya. "Aku akan membantumu!"

"Ah. Tidak, Ndoro. Tidak perlu. Mbakyu Janya salah sangka."

Candra Kirana tidak mendengarkan ucapan Anuja. Dia tetap terlihat antusias, berbicara sendiri dan bertanya pada Janya. Mulut Anuja komat-kamit menyalahkan Janya sembari melanjutkan pekerjaannya.

"Eh? Di mana tusuk kondeku yang ujungnya berbentuk bunga cempaka?"

"Ampuni hamba, Ndoro Putri," seorang dayang dekat kaki Candra Kirana bersuara, "hamba lupa bilang, dua hari yang lalu, Ndoro Putri Dewi Galuh meminjamnya."

Bibir Candra Kirana tertekuk ke bawah. "Dia bilang apa waktu meminjam?"

Dayang itu menunduk dalam disusul bahu Candra Kirana yang merosot turun. Dia biasanya merelakan barang yang 'dipinjam' oleh kakaknya karena bisa dijamin mereka tidak akan pernah kembali, tetapi tusuk konde itu adalah benda kesayangannya, pemberian sang ibu, oleh-oleh dari negeri seberang.

Sebuah ide mampir ke kepalanya. "Anuja, aku akan membantumu!" ucapnya dengan antusias.

"Ah. Ndoro Putri …."

"Psst! Ikuti saja perkataanku."

Senyum yang dibentuk oleh bibir Candra Kirana membuat Anuja khawatir, tapi dia tetap mengangguk. Seorang dayang tidak boleh menyuarakan penolakan dan keberatannya pada sang putri.

***

Thanks to:

YOUR MAJESTY LORD Luxiufer2 HYUNGNIM SAMA

SEKRETARIS DAN OWNER BAYANGAN SERBA GUNA, yes_yez

PseuCom

FULL REGARD,
-Jealoucy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top