XV
Sebelumnya
"Put! Putri!"
Author'POV
Malangnya Putri sama sekali tidak menyahut maupun berhenti dan menengokke arah dirinya. Yang lain merasa ada yang aneh dengan Putri, mereka salingbertatapan menyalurkan pertanyaan lewat telepati. Putri berjalan begitu cepatmenuju kamar yang ia dan Nida tempati, membuka pintu kamar hotel menggunakankartu kunci kamar, menutup pintu dengan pelan takut pintunya rusak lalumenjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Ia menutup matanya sambil memegang dadanya,perlahan adegan dimana Ice mengacak-acak rambut Ayu terputar di dalam benaknya.Perasaannya begitu hancur berkeping-keping dikarenakan adegan tadi, hatinyaseperti dihujam ribuan panah yang tajam. Perlahan lelehan sebening kristal mulaimeluncur dari pipi agak chubby dengan diiringi isakan pilu yang menyayat hati."Hiks... kenapa hiks... Ice melakukan seperti itu? Hiks... aku merasa hiks... sakit,sakit di hati. Hiks... apa Ice menyukai hiks... Ayu?" isak Putri pilu. "Hiks...kenapa disaat aku hiks... menyukai seseorang selalu bertepuk hiks... sebelahtangan?" lanjutnya sambil mencengkeram baju. Siapapun yang mendengar tangisanPutri akan merasa iba dan ikut menangis. Putri terus menangis sampai dirinyatertidur.
Di luar kamar, terdapat sahabatnya yang mendengar tangisan pilu Putri.Mereka merasa iba dan kasihan padanya. Begitupun Ayu, ia amat merasa bersalah.Ia ingin menyelesaikan permasalahan ini sampai tuntas. "Kasihan Putri,tangisannya begitu memilukan. Aku sampai ikut merasakannya," komentar Nidadengan suara pelan. Yang lain mengangguk pelan, mereka menghela napas danberpikir kenapa harus seperti ini. "Ini semua salahku," ujar Ayu menahantangis. Semua menoleh ke arah Ayu lalu Zohra berkata ketus, "Ya! Ini semuasalahmu! Gara-gara kamu, Putri jadi seperti ini!" Ayu menunduk sambil menahantangisnya yang siap pecah kapan saja. "Zoh, ini semua bukan salah Ayu. Diatidak bersalah," bela Rinne sambil merangkul Ayu dan mengusap bahunya. "Terussalah siapa, Rin? Salah siapa? Sudah jelas kalau Ayu yang salah," ujar Zohrasambil menunjuk Ayu. "Tapi Zoh-" ujar Tha yang terpotong. "Yang dikatakan Zohrabenar Tha, aku yang salah. Aku seharusnya tidak membiarkan Ice mengacak-acak rambutku,"ucap Ayu yang semakin menunduk. "Aku akan menyelesaikan permasalahan ini,tetapi aku butuh bantuan dari kalian dan mereka. Kumohon...,"pintanya. Merekasaling bertatapan lalu menatap Ayu dengan tatapan kasihan. "Kami akan membantumu, namun bisakah kamu berkata jujur?" ucap Naylayang dibalas anggukan. "Lalu kenapa Ice mengacak-acak rambutmu? Apa kamu tau?" tanya Nazu beruntun. "Aku tau alasannya kenapa, dia mengacak-acak rambutku karena ia sudah menganggap diriku sebagai adiknya. Itulah kenapa dia mengacak-acak rambutku," jelas Ayu yang membuat sahabatnya tidak percaya. "Ka-kamu tau darimana kalau Ice menganggapmu sebagai adiknya?" tanya Cel dengan tatapan menyelidik. "Taufan yang memberitahuku. Teman-temannya juga tau hal itu," jawab Ayu sambil mengusap hidungnya. Mereka terdiam lalu menatap Ayu dan pintu secara bergantian. "Jadi... ini adalah sebuah kesalahpahaman?" simpul Nna yang dibalas anggukan.
Mereka terdiam cukup lama kemudian Zohra memecahkan keheningan. "Maaf Yu, telah menuduhmu tanpa bukti. Aku minta maaf," maaf Zohra sambil mengulurkan tangannya. Ayu meraih uluran tangan Zohra sambil tersenyum tipis. "Tidak, aku yang salah. Seharusnya aku tidak membiarkan Ice mengacak-acak rambutku," ucap Ayu pelan. "Siapapun yang salah aku dan kamu minta maaf," ujar Zohra sambil tersenyum tipis. "Hanya karena kesalahpahaman hubungan persahabatan menjadi retak," gumam Cel sambil menghela napas. "Jadi... kalian mau membantuku?" tanya Ayu sambil melepaskan uluran tangan Zohra. Nayla mengangguk lalu mengacak-acak rambut Ayu, "Iya kami bantu kok, tenang saja Yu". Ayu tersenyum tipis, ia merentangkan tangannya bermaksud untuk memeluk sahabatnya. Mereka yang mengerti akan kode itu langsung memeluk gadis itu dengan pelukan hangat. Mereka berpelukan cukup lama lalu mulai menguraikan pelukan itu.
"Lalu apa yang harus kulakukan?" tanya Ayu sambil menyingkirkan rambutnya ke belakang daun telinga. Semua membuat pose berpikir dengan tangan yang diletakkan dibawah dagu. Mereka tampak berpikir keras dikarenakan dahi yang sedikit mengkerut. "Sepertinya kamu dekati Putri secara perlahan lalu meminta maaf," jawab Nna setelah berpikir panjang. "Kalau aku sudah dekati dia namun malah pergi menjauh bagaimana?" tanya Ayu sambil memegang lengan kirinya. "Kamu coba saja dekati dia, bujuk. Aku yakin dia mau memaafkanmu, jikalau dia belum memaafkanmu kita baru meminta bantuan ke mereka." Tangan Nazu memegang bahu Ayu sambil tersenyum hangat. Gadis itu terharu karena memiliki sahabat yang pengertian dan mau membantu dirinya dikala susah. "Terima kasih banyak, maaf kalau aku sangat merepotkan. Sekali lagi terima kasih," ujar Ayu dengan perasaan terharu. "Sama sekali tidak merepotkan kok, Yu. Kita kan sahabat, apapun masalahnya kita pasti akan bantu menyelesaikannya. Benarkan sahabat?" ucap Tha yang dibalas dengan anggukan yang lain.
"Dikarenakan sudah pukul 20.00 P.M , kita istirahat yuk. Biar besok kita bisa bantu gadis yang kemayu ini," ajak Cel sambil merangkul bahu saudarinya. "Ya sudah yuk, tapi ngomong-ngomong...," ujar Nayla yang menggantung sambil melirik Nida. "Ngomong-ngomong apa Nay?" tanya Zohra sambil menaikkan satu alis. "... Nida bagaimana? Dia mau tidur di kamar siapa?" lanjut Nayla yang membuat semua kembali berpikir. "Bagaimana kalau Nida tidur di kamar Nayla dan Nna. Kalian berdua bersedia tidak?" usul Rinne yang membuat Nayla dan Nna saling berpandang lalu mengangguk. "Kita bersedia kok. Yuk Nid, kita let's go!" jawab Nayla sambil menarik tangan Nida dan pergi ke kamarnya yang diikuti Nna dibelakangnya. Yang lain tersenyum kecil lalu membubarkan diri ke kamar hotel masing-masing.
Hari berganti hari, sang mentari mulai menampakkan dirinya dengan cahaya merah keoranye sebagai pengantarnya. Cahaya mentari yang lembut memasuki celah tirai dan menerpa wajah putih seorang gadis berambut coklat panjang yang digerai. Gadis itu merubah posisinya ke arah kanan lalu memeluk seseorang yang ia kira bantal. Ia memeluk erat seakan tidak ingin melepaskannya. Terdengar erangan kecil dan itu sangat mengganggu dirinya, saat membuka matanya ia melihat seorang gadis sebayanya yang sedang membuka mulutnya sedikit. Gadis itu menatapnya begitu lama lalu bangun dan duduk. Gadis yang bernama Nazu itu menguap sebentar, mengumpulkan kesadarannya lalu bangkit dari duduknya menuju kamar mandi meninggalkan gadis yang satunya.
Gadis yang masih tertidur perlahan membuka kedua kelopak matanya akibat suara gemericik air. Ia mengerjapkan matanya sebentar, bangun dari posisi tidurnya lalu menguap kecil. Sambil menunggu sahabatnya sedang mandi, dirinya mengumpulkan kesadaran dan merenggangkan otot-otot tubuhnya. 20 menit kemudian, keluarlah Nazu dalam keadaan rambutnya basah. bangkit lalu pergi menuju kamar mandi. Nazu berjalan menuju meja dan mulai menyisir rambutnya yang basah. Setelah itu, ia mempoleskan wajahnya menggunakan bedak sewajarnya. Ia mengambil kaca yang ia bawa kemana-mana, Nazu melihat pantulan dirinya sambil berdecak kagum. "Tidak kusangka, ternyata aku paling cantik. Cantiknya bahkan mengalahkan Cecilia Purnantari," gumamnya sambil tertawa kecil.
Tidak lama kemudian, gadis berambut hitam kecoklatan keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambutnya basah. Ia mengeringkan rambutnya sambil berjalan ke arah meja, ia mendorong-dorong tubuh Nazu. "Minggir Naz, aku mau duduk. Hush... hush...," usirnya yang masih mendorong tubuh Nazu. "Ck, iya-iya. Sabar sedikit kenapa Cel," ujar Nazu sambil bangkit dari duduknya. Cel duduk sambil menyisir rambutnya yang basah, lalu ia mempoleskan wajahnya menggunakan bedak sewajarnya, tidak tebal. Ia meminjam kaca yang Nazu bawa, ia mematutkan dirinya sambil bergumam, "Ternyata aku cantik ya".
Setelah itu, mereka keluar dari kamar dan pergi menuju ruangan resto. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan menuju ruangan resto. Setelah 7 menit berjalan, mereka tiba di ruangan resto. Mereka mengambil makanan yang akan dijadikan sarapan lalu mencari sahabatnya yang lain. Mereka menemukan sahabatnya yang sedang duduk di sebelah kiri dekat jendela, Cel dan Nazu segera menghampiri mereka dan duduk di kursi yang kosong. Ke-10 gadis itu menikmati makanan mereka masing-masing. Ayu yang sedang menikmati makanannya merasa ada yang menyenggol lengannya. Gadis itu menatap Tha yang menyenggol lengannya dengan tatapan bertanya. Tha yang mengerti mengkode ke Ayu untuk meminta maaf dan menjelaskan apa yang terjadi. Ayu terdiam sejenak, menatap Putri yang masih menyantap sarapannya lalu menghela napas. "Put," panggilnya dengan lembut. Putri melirik ke arahnya lalu kembali menyantap sarapannya. "Aku minta maaf telah membuatmu sakit hati, aku ingin menjelaskan bahwa-" ujar Ayu yang terpotong. "Bahwa kamu menyukai Ice? Tidak apa-apa, aku tidak peduli. Semoga kalian langgeng," potong Putri dengan dingin. Ayu menggeleng pelan, ia menatap Putri dengan tatapan menjelaskan. "Bukan, bukan itu. Aku ingin menjelaskan bahwa aku tidak menyukainya, begitupun dengannya. Kami tidak ada-" jelasnya yang terpotong lagi. "Sudahlah tidak perlu dibahas lagi, semoga kalian langgeng. Jangan pedulikan aku, aku baik-baik saja. Permisi," ujar Putri memotong penjelasan Ayu. Putri bangkit dari duduknya, ia pergi berjalan menuju kamar hotel meninggalkan sahabatnya. Ayu terdiam, menatap punggung Putri dengan sendu. Gadis kemayu itu kembali menatap sarapannya tanpa berniat menyentuhnya lagi. "Yu," panggil Nida sambil menatap Ayu. "Aku baik-baik saja, aku permisi." Ayu bangkit dari duduknya lalu meninggalkan sahabatnya, sedangkan yang lain hanya bisa menatap kepergiannya.
Ayu ke kamar hotel sebentar, mengambil dompetnya serta jaket miliknya berwarna biru muda lalu mengenakannya. Ayu menutup kembali pintu kamar hotel lalu berjalan keluar dari hotel. Ia pergi ke Okurayama Observatory menggunakan taksi lalu menunggu. Setelah 25 menit perjalanan, dia sampai di Okurayama Observatory. Ia keluar dari taksi dan tidak lupa membayar ongkosnya, kemudian ia menaiki bukit dengan lesu. Setelah sampai di atas bukit, ia duduk di tempat yang sama ketika ia duduk bersama sahabatnya. Ia duduk sambil memeluk kedua kakinya lalu meletakkan dagunya di atas lututnya. Ayu menghela napas lelah dan bergumam,"Kenapa Putri tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan? Begitu bencinya kah pada diriku? Begitu marahnya kah pada diriku hingga tidak mau mendengar penjelasan yang sebenarnya?" Ayu menatap ke depan dengan tatapan kosong, seakan tidak ada rasa semangat di dalam matanya. Di dalam matanya hanya menyiratkan kerapuhan yang begitu mendalam. Ayu masih terdiam sampai ada yang menepuk bahunya dengan lembut hingga membuat dirinya tersentak kaget. Gadis itu menoleh dan mendapati pemuda yang berhasil membuatnya luluh, Glacier Bruce. Glacier tersenyum kecil dan membuat ada semburat merah muda di kedua pipinya. 'Senyuman dia selalu membuatku tambah menyukainya,' batin Ayu. "Apa kabar, Yu?" tanyanya sambil duduk di sebelah kanan Ayu. "Aku baik, kau sendiri?" ucap Ayu sambil tersenyum tipis. "Aku baik. Omong-omong sedang apa kau di sini? Apa kau sendirian saja?" ucap Glacier dengan disisipi pertanyaan. Ayu kembali menatap ke depan dengan tatapan kosong. "Yah, aku hanya ingin menikmati pemandangan ini. Aku jatuh cinta dengan pemandangan yang indah ini. Dan aku memang sendiri," jawab Ayu dengan suara pelan. Glacier yang menyadari perubahan Ayu mengernyit heran dan mulai berpikir ada apa dengannya. "Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat seperti tidak baik-baik saja," tanya Glacier khawatir. Ya, dia tau kalau dirinya baru bertemu dengannya 2 hari yang lalu namun apa salahnya kalau dia mengkhawatirkan sang pujaan hati. Ayu menjawabnya dengan gelengan pelan, hal itu membuat Glacier menghela napas pelan. 'Gadis ini sepertinya tertutup,' pikirnya. "Kau sendiri sedang apa di sini?" tanya Ayu yang masih menatap ke depan. "Sama sepertimu, ingin menikmati pemandangan saja tidak lebih," jawabnya yang masih setia menatap gadis dengan manik mata hitam. Ayu hanya ber oh ria lalu ia menghela napas lelah.
Hening, keadaan di sekitar mereka begitu hening. Mereka larut dengan pikiran masing-masing hingga Ayu memecahkan keheningan itu. "Bolehkah aku mencurahkan isi hatiku, Glacier?" tanyanya untuk mendapatkan persetujuan. Glacier mengangguk pelan, "Boleh kok". Ayu menarik napas sejenak dan bersiap-siap menumpahkan curahan hatinya termasuk air mata. "Aku rasa Putri membenciku, dia membenciku karena sebuah kesalahpahaman. Bukan Putri saja yang membenciku, yang lain juga membenciku. Hanya sebuah kesalahpahaman, aku mulai dibenci. Untung saja yang lain sudah kujelaskan yang sebenarnya, tinggal si Putri yang belum kuberi penjelasan. Penjelasan bahwa aku dan Ice tidak memiliki sebuah perasaan suka, dia hanya menganggapku sebagai adiknya. Namun entah kenapa, dia tidak mau mendengar penjelasanku. Begitu besarkah kesalahanku ini hingga dia tidak mau mendengarkan penjelasanku?" ujar Ayu yang mencurahkan hatinya. Glacier masih terdiam, dia membiarkan gadis itu mencurahkan hatinya sampai benar-benar lega. "Saat sarapan tadi, aku berusaha menjelaskannya. Namun apa? Dia memotong penjelasanku sampai 2 kali, setelah itu meninggalkan aku dan yang lain di ruangan resto. Aku merasa sangat bersalah padanya, aku telah menorehkan sebuah luka di hati dan perasaannya dengan kejam. Bisakah aku mengulang waktu lalu mencegah Ice mengacak-acak rambutku? Menurutmu apa aku pantas untuk dibenci?" lanjutnya sambil menahan rasa sebak. Glacier terdiam memikirkan jawaban yang tepat untuk gadis ini, lalu tangannya terangkat dan mendaratkan di kepala gadis berjaket biru muda. Ia mengelus kepala gadis itu dengan lembut, sedangkan gadis itu menikmati elusan yang diberikan Glacier. "Waktu tidak bisa diulang, Ayu. Yang sudah terjadi biarkan berlalu, jadikan itu sebuah pelajaran. Kesalahanmu tidak besar dan kau tidak pantas untuk dibenci. Biarkan Putri menenangkan diri dan pikirannya, setelah dia tenang baru kau jelaskan yang sebenarnya. Aku yakin dia pasti akan mengerti," jelas Glacier yang masih mengelus kepala Ayu. "Kalau dia masih tidak mengerti bagaimana? Lalu kalau dia memotong penjelasanku bagaimana?" tanya Ayu beruntun. "Kalau dia masih tidak mengerti dan memotong penjelasanmu minta bantuan saja ke teman-temanmu. Kalau belum berhasil minta bantuan ke Ice, aku yakin Ice mau membantumu dan Putri akan mengerti. Kau percaya diri saja dan berikan sugesti pada dirimu kalau Putri akan mengerti," jawabnya memberi saran. Ayu terdiam memikirkan saran yang diberikan Glacier, apa yang dikatakannya benar. Perlahan senyuman Ayu merekah, ia menatap pemuda yang berada di sebelah kanannya. "Terima kasih atas saran dan jawabanmu itu, aku sangat tertolong. Dan terima kasih telah mendengar curhatanku," ucap Ayu berterima kasih. Glacier membalas senyuman itu dengan hangat, "Sama-sama". Mereka saling bertatapan sampai ada deringan telepon dari ponsel Ayu.
'Tak perlu tunggu hebat'
Lantas Ayu mengambil ponselnya dari kantong jaket dan mengangkat telponnya.
"Halo"
"..."
"Aku ada di Okurayama Observatory"
"..."
"Tidak, aku tidak sendiri"
"..."
"Glacier"
"..."
"Maaf-maaf, aku pergi tanpa memberitahumu"
"..."
"Iya, aku mau pulang ke hotel kok"
"..."
"Bareng dia?"
"....."
"Oke-oke, aku segera pulang"
Tuuuttt
Ayu memutuskan hubungan telepon, dia memasukkan ponselnya ke dalam kantong jaket. Gadis itu beralih menatap pemuda yang disampingnya, pemuda itu seakan meminta penjelasan. "Tadi Cel menelponku, dia menanyakan aku dimana dan bareng siapa. Dan aku disuruh kembali ke hotel bersamamu," jelas Ayu yang masih menatap Glacier. Pemuda itu mengernyitkan dahinya, "Untuk apa?" Ayu mengendikkan bahunya tidak tau, "Entah, dia tidak memberiku alasannya". Glacier hanya manggut-manggut mengerti, ia bangkit dari duduknya lalu mengulurkan tangannya. Ayu menerima uluran tangan itu lalu mendorong tubuhnya untuk bangun. Setelah itu mereka pergi meninggalkan tempat itu sambil bersenda gurau.
Hotel Naturwald
Di kamar Tha dan Ayu tempati, terdapat 8 orang sahabat yang sedang berdiskusi. Mereka berdiskusi bagaimana menyelesaikan masalah yang sedang dialami Ayu dan Putri. "Begini saja deh, kita ajak Putri ke suatu tempat, kafe misalnya. Lalu kita tinggalkan dulu sebentar, baru Ayu dan Ice datang, menjelaskan kesalahpahaman selesai deh. Bagaimana?" usul Zohra. Yang lain menggeleng, menolak usulan gadis itu. "Jangan, bukannya selesai masalah itu malah tambah runyam. Si Putri tambah sakit hati nanti," tolak Cel sambil menggeleng. "Terus bagaimana? Kalian saja belum dapat ide," tanya Zohra yang tampak tidak sabaran. "Ck, sabar kenapa Zoh. Mendapatkan sebuah solusi tidak semudah membalikkan telapak tangan," decak Nayla kesal. Zohra menghembuskan napasnya, ia lebih baik diam daripada membuat sahabatnya kesal. Di saat mereka sedang berpikir keras, terdengarlah suara deringan telepon dari ponsel Cel.
'Romeo take me somewhere we can be alone'
Cel dengan segera mengambil ponselnya dan mengangkat telpon itu.
"Ya?'
"..."
"Oh sudah sampai, ke kamar yang kamu dan Tha tempati saja"
"..."
"Iya, sekalian sama Glacier, kita butuhkan dia untuk membuat rencana"
"..."
"Iya"
Tuuuttt
Telpon diputuskan secara sepihak oleh Cel, ia menatap yang lain sambil tersenyum kecil. "Mereka sudah sampai," ujar Cel dengan santai. Baru saja Nna mau bertanya, terbukalah pintu kamar hotel dan menampilkan Ayu beserta Glacier di luar kamar. Mereka masuk ke dalam kamar dan menutupnya kembali. "Maaf menunggu lama dan membuat kalian khawatir," ujar Ayu meminta maaf. Yang lain hanya mengangguk dan kembali membuat raut wajah serius. "Sampai saat ini kita masih belum menemukan cara untuk menyelesaikan permasalahan ini, mungkin kau ada rencana Glacier?" ujar Rinne dengan wajah serius. Glacier mengerutkan dahinya, memikirkan sebuah cara yang pas untuk permasalahan ini. 5 menit kemdian, ia menemukan sebuah cara. Dia tersenyum kecil lalu berkata, "Aku ada rencana dan semoga saja ini berhasil". Ke-9 gadis menatapnya dengan penasaran sampai ada yang tidak berkedip. "Kalian ajak Putri ke Café Nokka, nanti Ice sudah ada di sana. Kalian tinggalkan lalu Ayu datang dan duduk sedikit berjarak dengan Putri. Dan ya kau bisa menjelaskannya pada dia. Akan kusuruh Ice untuk membantumu, bagaimana?" usul Glacier sambil menatap para gadis. Para gadis menimang-nimang haruskah menerimanya atau tidak? Saat mereka menimang-nimang ada suara yang membuat mereka terkejut. "Aku setuju dengan saranmu," ujar Nida dengan tenang. "Aku juga setuju denganmu. Dan kuharap permasalahan ini selesai," ujar Nazu berharap. Yang lain pun juga setuju dan berdoa semoga besok.
Keesokan harinya, Tha, Rinne, Nida, Call, Putri, Zohra, Nazu, Nna dan Nayla berjalan menuju Café Nokka. Awalnya Putri tidak mau, namun karena paksaan dari sahabatnya terutama Nazu ia akhirnya mau ikut. Mereka berjalan sambil mengobrol santai, menanyakan ini itu, menggosip dan sebagainya. Ke-9 gadis itu tiba di Café Nokka, mereka lebih tepatnya Nna mencari-cari Ice. Setelah sekian lama mencari, akhirnya dia menemukan pemuda itu. Ia mengajak sahabatnya ke tempat Ice, yang lain hanya menurut saja toh ini bagian dari rencananya. "Kita di sini saja. Put kamu duduk dulu di sini sama Ice, kami mau ke toilet sebentar oke?" ujar Tha yang dibalas anggukan oleh Putri. Gadis itu duduk berseberangan dengan Ice, ia menopang dagunya dan menatap ke arah lain.
Sahabatnya langsung pergi meninggalkan tempat itu dan bersembunyi di tempat yang tersembunyi. Tak selang beberapa menit, datanglah Ayu sambil memegang jaket warna biru muda yang ia kenakan. Dia berjalan pelan lalu duduk di samping Putri walau harus sedikit berjauhan. Putri sedikit melirik ke arah Ayu kemudian kembali menatap ke arah lain. "Mau apa?" tanya Putri to the point. Ayu menarik napas sebentar untuk menetralisir rasa gugupnya itu. "Aku mau minta maaf padamu, Put dan mau menjelaskan sesuatu untukmu. Kuharap kamu mau mendengarkannya," jawab Ayu sambil menatap Putri. Ice hanya menatap kedua gadis itu dengan tatapan mengantuk. Putri terdiam membiarkan Ayu melanjutkan pembicaraannya. "Sebenarnya Ice mengacak-acak rambutku ada alasannya, alasannya bahwa Ice-" jelas Ayu yang terpotong. "Sudahlah jangan dibahas lagi," potong Putri dengan nada datar. "Tapi aku harus menjelaskannya! Tolong Put, beri aku kesempatan untuk menjelaskan kesalahpahaman ini," mohon Ayu sambil memegang lengan Putri. Putri hanya membalasnya dengan dehaman lalu Ayu menarik napas dan melanjutkannya. "Alasannya bahwa Ice menganggapku sebagai adiknya, dia melakukan hal itu karena dia menganggapku sebagai adiknya tidak lebih. Ice sama sekali tidak menyukaiku," lanjutnya. Putri terdiam sebentar lalu bertanya pada Ice untuk memastikan, "Apa itu benar, Ice?" Yang ditanya mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Ayu. "Benar, aku sama sekali tidak menyukainya. Ku hanya menganggap sebagai adik," ucapnya dengan nada mengantuk. Putri terdiam, ia melirik ke arah Ayu yang sedang menatap memohon. Tanpa aba-aba, Putri langsung memeluk Ayu dengan erat. Gadis yang dipeluk tersentak lalu diam-diam ia tersenyum dan membalas pelukan Putri. "Maaf, aku telah salah paham padamu. Aku minta maaf, seharusnya aku membiarkan dirimu menjelaskan yang sebenarnya. Maaf," maaf Putri yang terdengar tulus. Ayu mengangguk pelan, "Aku juga minta maaf, Put. Maaf telah membuatmu sakit hati," ujar Ayu meminta maaf. Putri melepaskan pelukannya lalu memegang kedua bahu Ayu dengan lembut. "Kita sahabatan lagi bukan?" tanya Putri sambil tersenyum kecil. "Masih kok, masih banget!" jawab Ayu semangat. Kedua gadis itu tertawa bersama, diam-diam yang lain tersenyum lega.
Ke-8 gadis beserta ke-9 pemuda itu keluar dari tempat persembunyiannya lalu pergi menuju tempat dimana Ice, Putri dan Ayu berada. "Akhirnya kalian berbaikan lagi, lega rasanya. Kukira kalian tidak akan berbaikan," celetuk Nna lalu disenggol oleh Frostfire. "Yeee, kamu mau hubungan persahabatan ini semakin retak?" tanya Tha sambil berdekap. Nna hanya menyengir tidak berdosa sambil menggeleng pelan. Putri menggaruk pipinya yang tidak gatal, "Maaf semua". "Tidak apa-apa, yang namanya sahabat pasti ada konfliknya. Itu sudah lumrah, Tuhan memberikan sebuah masalah kepada hamba-Nya untuk menguji kuatkah dan sanggupkah kita menghadapi permasalahan itu. Dan ya semoga persahabatan kita ini masih terjalin hingga akhir hayat nanti," ucap Nida tenang. Yang lain mengangguk, membenarkan ucapannya. "Kita jalan-jalan lagi yuk!" ajak Gempa. "Ayo!" sahut yang lain menerima ajakannya. Mereka keluar dari Café Nokka dan pergi menuju tempat wisata dengan perasaan riang, bahkan ada yang main kejar-kejaran. Mereka tertawa bersama-bersama menikmati masa-masa remaja mereka dengan riang.
TBC
Akhirnyaaa!! Sedikit lagi mau tamat!
Mungkin sekitar 1 atau 3 bab lagi cerita ini akan tamat
Omong-omong aku mau tanya nih, apa pendapat kalian tentang cerita ini?
Adakah kesalahan yang harus ku perbaiki lagi?
Tolong dijawab dengan jujur ya~
Salam dingin
Natha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top