XIII
Author'POV
Keesokan paginya, mereka kembali beraktifitas seperti biasanya. Ke-10 gadis itu bangun, bersiap-siap, sarapan dan langsung melanjutkan jalan-jalan di Hokkaido. Saat mereka keluar dari hotel Naturwald, mereka dikejutkan oleh sekumpulan pemuda yang mereka temui kemarin. "Ka-kalian ngapain di sini?" tanya Nida dengan wajah terkejut. "Hm, mau ngapain ya? Kami mau ajak kalian jalan-jalan saja, tidak lebih nona. Itu sebabnya kami ada di sini," jawab Taufan dengan santai. "Kok kalian bisa tau kami menginap di sini?" tanya Nazu dengan tatapan menyelidik. "Rahasia nona," jawab Supra dengan wajah datarnya. "Ck, kalian pasti mengikuti kami kan kemarin? Ayo ngaku!" desak Zohra. "Untuk apa kami mengikuti kalian?" tanya Hali sambil berdekap. "Kami tidak mengikuti kalian kok, tapi Supra yang meletakkan alat pelacak di salah satu tas kalian," ujar Thorn dengan jujur. Yang lain menatap Thorn dengan melongo, bahkan sampai Taufan dan Blaze nepuk dahi. "Hadeehh... punya teman kok polos dan jujur ya," gumam Taufan dan Blaze. "Hoooo... jadi kalian memasang alat pelacak di salah satu tas kami," ucap Cel mangut-mangut. "Menarik, namun untuk apa kalian meletakkan alat pelacak itu ke tas kami huh?" tanya Putri dengan nada dingin. "Kalau begitu kami minta maaf. Namun, izinkan kami untuk mengajak kalian jalan-jalan tuan Putri," ucap Solar sedikit membungkuk. Ke-10 gadis saling bertatapan lalu menyeringai. Mereka kembali menatap Solar sambil menyeringai kecil. "Boleh juga, kalau begitu kami izinkan. Kebetulan kami tidak ada ide mau kemana," ujar Nna yang menyeringai kecil. "Kalau begitu ikutlah dengan kami nona-nona," ucap Gempa sambil tersenyum kecil.
Ke-20 remaja mulai meninggalkan hotel Naturwald, mereka kini berada di terminal, memesan tiket lalu menunggu bus datang. Tak selang beberapa menit, bus pun datang. Ke-20 remaja masuk ke dalam bus, duduk di kursi yang telah tersedia. Mereka melakukan kegiatan masing-masing, ada yang menendang-nendang kursi di depannya sampai ditegur oleh penumpang yang lain. 30 menit kemudian mereka sampai di Okurayama Observatory. Para gadis menatap pemandangan di depannya dengan kagum, sedangkan para pemuda hanya menatapnya dengan pandangan biasa saja. "Omong-omong, ini dimana?" tanya Ayu yang masih menatap ke depan. "Di Okurayama Observatory. Ayo kita ke atas sana," ujar Gempa sambil menunjuk yang ia maksud. Yang lain hanya mengangguk lalu pergi menuju atas bukit.
Selama perjalanan, mereka bersenda gurau bahkan Taufan menggoda Rinne dengan rayuan mautnya. Rinne hanya menatap Taufan dengan jijik lalu mempercepat langkah kakinya. Mereka pun sampai di bukit Okurayama Observatory, para gadis menatapnya dengan kagum. Rinne mengeluarkan kamera kecilnya lalu mulai memotret pemandangan yang indah itu. "Waaahhh!! Sungguh indah ya," komentar Nna dengan kagum. "Memang indah, apalagi saat musim dingin. Banyak kepingan salju yang menghiasi pemandangan ini," ucap Frostfire sambil memasukkan tangannya ke kantong jaket. "Wah, bisa buat es serut dong!" sahut Cel yang membuat Nazu ngiler. "Mauuu es serut," ujar Nazu terpingin. "Nanti di Indonesia kita beli," kata Nida sambil duduk di atas rerumputan. Mereka menikmati pemandangan itu sampai siang pukul 13.00 P.M , lalu mereka pergi menuju tempat makan untuk mengisi perut yang kosong. Mereka pergi ke restoran Limb Dining, memesan makanan lalu menunggu. Ke-20 remaja itu saling bercerita satu sama lain, apalagi Nna yang dengan semangatnya menceritakan ia menemukan uang 10 yen. Begitu semangatnya sampai dia lupa untuk bernapas. Makanan mereka pun tersaji di depan mata, tidak perlu membuang-buang waktu mereka langsung menyantapnya dengan lahap.
"Makanannya begitu enak," komentar Nida disela-sela makannya. Gempa tersenyum tipis, ia melihat ada sedikit makanan di pipi Nida sebelah kanan. "Nid," panggil Gempa sambil mengambil tisu. Nida menatap Gempa dengan tatapan bertanya. "Awda awpa?" tanyanya sambil mengunyah makanan. "Sini deketin aku sebentar," suruh Gempa. Nida hanya mengikuti suruhan Gempa, lalu Gempa sedikit berdiri dan membersihkan pipi gadis itu dengan tisu. Perlahan rasa hangat menjalar di kedua pipinya, jantungnya berdegup kencang seperti sedang lari maraton. Gempa pun menyudahi aksinya lalu kembali melanjutkan makannya. Yang lain hanya menyaksikan saja, diam-diam Rinne melihat hasil potretan yang ia ambil tadi.
Mereka pun selesai makan, bangkit dari duduknya lalu membayar makanan dan minuman yang mereka pesan. Ke-20 remaja itu keluar dari hotel lalu menuju halte terdekat, memesan tiket dan kembali ke hotel Naturwald.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top