Part 3

**

     Aku membungkukkan tubuhku dengan kedua tangan yang bertumpu pada kedua lututku yang bergetar saat merasakan sakit luar biasa yang membuat kepala ikut terasa menyakitkan, semua karna asam lambungku naik ke tenggorokanku yang makin terasa pahit hingga membuatku begitu mual.

Bagaimana tidak?

Aku benar benar tidak punya waktu bahkan untuk sekedar ke toilet. Sejak pagi tadi aku benar benar merasa seperti di Neraka berdiri berjam jam didepan mesin Fotocopy dan Komputer menyalin puluhan emtah entah untuk apa aku tidak pumya waktu untuk memeriksanya.

Ah, Brengsek!

"Nona, kau tidak apa apa?"
Aku mengerjap meraih apapun untuk menopang diriku agar aku tidak terjatuh.

Sial!

Aku tidak boleh pingsan ditempat seperti ini!

"Nona!?"

"Ak-"
Ingatan terakhirku adalah suara bedebum dan rasa sakit yang menjelar keseluruh tubuhku.

Kegelapan itu menyelimutiku hingga aku tidak merasakan apapun setelahnya.

**

Aku mengerjap perlahan saat mendegar keributan yang samar samar terdengar ditelingaku. Aku mengerang merasakan pusing dan sakit yang luar biasa di perutku saat seseorang entah siapa menekannya dengan pelan.

"Jangan menyentuhnya terlalu lama Tom! Atau aku benar benar akan membunuhmu!"

"Apa sakit?"

"Sakit! "
Sahutku dengan suara serak, aku kembali mengerjapkan mataku berusaha memfokuskan dimana aku sebenarnya saat ini.

"Akh!"
Aku menjerit saat ia menekan bagian perutku yang beribukali lebih sakit dari sebelumnya,  aku bahkan tidak sadar mengeluarkan air mata.

"Berhenti menyentuhnya, Tom! Kau menyakitinya!"

"Diamlah Revan! Kau mengaggu pekerjaanku!"

Tunggu!

Revan?

Tidak!

Tidak mungkin aku masuk dikandang singa kelaparan sepertinya.

Itu tidak boleh terjadi, aku harus pergi dari sini.

"Aku harus pergi."
Gumamku sebelum seseorang dengan setelan putih kebanggaannya mendorongku kembali agar berbaring.

"Kau menyentuhnya lagi!"
Aku bisa melihat pemilik suara dingin tersebut dengan sangat jelas sekarang, lagi lagi ia menatapku tajam dengan rahang yang mengeras- oh! jangan lupakan tangan yang terkepal disisi tubuhnya.

"Kapan terakhir kali kau makan?"
Aku melirik pria yang tak kalah tampan disampingku yang jelas jelas mengabaikan pria yang kesal setengah mati dibelakangnya.

"Aku tidak ingat, mungkin dua atau tiga-"

"Jam?"

"Hari."

"APA!?"
Aku menggigit bibir bawahku sedikit malu sebenarnya mengakui jika aku belum makan selama itu.

"Kau bodoh atau apa tidak makan selama itu?"
Aku mendelik kearah pria pemarah itu, wajahnya bahkan memerah entah karna kesal atau apa aku sedang tidak ingin peduli.

Aku harus pulang!

"Kenapa kau tidak makan? Kau memiliki diet ketat atau semacamnya?"
Pertanyaan ramah itu kembali mengalun ditelingaku, tersenyum hangat melihat keraguanku menjawab pertanyaannya.

"Aku tidak punya cukup uang?"
Gumamku tidak jelas, tapi aku yakin mereka mendengarnya saat melihat tatapan terkejut dari kedua pria tampan didekatku.

"Jangan bercanda?"

"Tapi, aku Serius!"
Dan ketegangan itu perlahan memudar diwajah pria mempesona yang membuatku hampir lupa jika dia adalah Pria keparat berotak cabul yang membuatku harus kehilangan pekerjaan.

"Aku ingin kau mencari ini untuknya."
Revan menerima secarik kertas yang diberikan padanya,  keningnya berkerut sebelum kebali menatapku sebentar.

"Baiklah, tapi aku bersumpah akan membunuhmu jika menyentuhnya lagi! "

"Cepatlah Revan!"

"Aku tidak main main, Tom!"
Ujarnya sebelum menutup pintu, aku menghela nafasku masih dengan kening berkerut menahan sakit yang masih bersarang dibagian perutku.

"Terimakasih!"
Ucapku tulus, pria itu tersenyum sebelum merogoh jas putihnya mengeluarkan sebua ponsel dari sana.

"Tidak apa apa. Oh, yah! Aku Tommy dan aku adalah sahabat dari Revan."

"Aku Amoura, sekali lagi terimakasih!"

"Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai dokter. Apa ini sudah pernah terjadi sebelumnya?"
Aku menghela nafsku, aku benar benar malu harus mengakui hal yang selalu aku sembunyikan sejak dulu.

"Ya, beberapa kali, tapi ini tidak seberapa dari yang sebelumnya."
Ia mengerutkan keningnya mendegar ucapanku, aku yakin dia bingung dengan ucapanku.

"Tidak seberapa?"
Aku mengagguk perlahan, bagiku berbohong pada seorang Dokter tentang kesehatanmu bukanlah sesuatu yang baik.

"Terakhir kali, aku tidak sadarkan diri beberapa hari dirumah sakit."

"Kau memiliki obatnya?"
Aku menggeleng dan Tommy akhirnya diam dan memilih menghubungi entah siapa.

"Luna, Kirimkan kotak obat berwarna hijau dilemari ruanganku segera kerumah Revan. Baiklah, aku akan ke Rumah Sakit setelah Revan tiba."
Pria itubmenyimpan Iphone nya sebelum kembali menatapku lekat lekat cukup lama dalam keheningan dan aku tidak tahu apa yang sedang pria itu cari dariku dan memutuskan untuk memecah keheningan yang membentang terlalu lama.

"Ada apa?"
Tanyaku sedikit tidak nyaman, ia tersenyum meminta maaf menyadari apa yang ia lakukan.

"Maaf, boleh aku tahu hubunganmu dengan Revan?"
Keningku makin berkerut dan aku yakin akan tua sebelum waktunya karna banyak mengerutkan kening akhir akhir ini.

"Tidak, aku tidak mengenalnya. Aku hanya tahu dia Revanm"
Tommy terlihat ingin mengatakan sesuatu sebelum seseorang membuka pintu dengan kasar.

Siapa lagi jika bukan Revan tentunya?

"Apa yang kalian lakukan?"

"Seperti yang kau lihat."
Sahutku sedikit kesal melihat tingkah tidak sopannya, Tommy tersenyum sekilas kearahku sebelum kembali menatap Revan

"Kau sudah mendapatkannya?"

"Ya, aku meminta Zoe menyiapkannya dan ini"
Revan menyodorkan sebuah kotak hijau pada Tommy dari genggamannya

"Aku bertemu Luna dibawah."

"Tuan Revan, ini buburnya."
Aku menoleh mendapati pria kaku yang aku temui di Restauran waktu itu membawah sebuah nampan.

"Letakkan disana."

"Kau bisa duduk Amora!?"
Tanya Tommy, aku mengangguk dan dengan sigap ia membantuku dan aku baru menyadari satu hal. Pakaianku sudah berubah dan itu bukanlah sesuatu yang bagus.

"Kau menyentuhnya lagi Tommy!"
Tommy hanya melemparkan tatapan tajam kesal kearah Revan yang sejak tadi merecokinya.

"Dan kau harus selalu ingat, jika aku seorang Dokter. Amoura, ayo minum ini."
Bahuku melemas melihat tujuh butir obat berbeda warna dan bentuk siap melewati tenggorokanku.

"Terimakasih."
Sahutku menerima segelas air hangat dan butiran obat tersebut.

"Baiklah, sebaiknya kau istirahat sebelum memakan  buburmu dan jangan lupakan untuk meminum obat dua jam setelahnya. Aku harus kembali ke Rumah Sakit."
Setelah membalas senyuman manis Tommy pria itu bergegas pergi dengan Revan yang mengekorinya.

"Apa Tommy mengatakan sesuatu?"
Aku nyaris memejamkan mata sebulum suara berat itu menyadarkanku untuk menanyakan beribu pertanyaan dikepala cantikku.

"Tidak. Dimana aku?"

"Kau di Penthouse ku, Zoe menemukanmu pingsan semalam."

Tunggu!

Semalam?

Dia bilang semalam?

Jam berapa sekarang?

Berapa lama aku tidak sadarkan diri?

Aku harus bekerja.

"Kau mau kemana?"
Revan menarik lenganku agar tetap pada posisi semula. Kedua mata birunya begitu nyalang saat menatapku.

"Aku harus bekerja"

"Ini sudah Siang!"

"Tapi bagaimana pekerjaanku?"
Revan mematapkku makin tajam, Rahangnya kini kembali mengeras entah karna apa pria ini selalu membuatku bingung

"Jangan pikirkan Pekerjaanmu ataupun Apartementmu!"

"Apa?"

Dia bilang apa?

Jangan memikirkan Pekerjaanku dan apartemenku?

Dia benar benar gila memintaku tidak memikirkan itu.

"Tapi aku harus bekerja dan membayar sewa Apartemenku! Aku tidak bisa makan tanpa bekerja"
Revan menatapku tajam sebelum bangkit dan membuka tirai ruangan maskulin yang menutup kaca raksasa yang menunjukkan sebuah kolam renang yang begitu indah dengan latar langit yang berwarna biru. Benar benar indah hingga aku nyaris melupakan pria itu.

Dan sialnya ucapan berikutnya dari Revan sungguh membuatku ingin menghilang saat itu juga.

**

Jangan lupa Vomment..

Maaf Typo..

Siera

**

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top