[ 02 ] Unexpected...

02. Expect the Unexpected

Who would've thought that meeting him was such a blessing in disguise – m.r.(s)


Christoper sudah melotot dengan penuh amarah melihat mata Miruna sudah memerah. Dia lebih marah lagi karena temannya sejak kecil ini justru membuatnya jadi harus naik taksi ke Kotakota untuk mengambil mobilnya sendiri sekaligus menjemput cewek itu. "Lo bisa nggak sih mikir-mikir kalau minum? Sudah tahu lo itu nggak layak minum-minum kotor, masih aja diminum. Emang lo nggak punya uang buat pesan minuman yang lebih cantik kayak wine gitu?"

"Duh!!! Jangan mulai jadi kayak Abang gue, deh," Miruna protes sembari menggelengkan kepalanya. Barang-barang bawaannya tadi sudah dia letakan di kursi belakang – termasuk juga kado natal dari Secret Santa-nya.

Damn! Miruna teringat lagi dengan kejahilannya yang sudah membuat orang lain sengsara. Sudah begitu, tenyata yang dia kerjai adalah Zain Bintara yang menurut obrolan beberapa orang kantornya, adalah salah satu kandidat cemerlang yang bisa menduduki puncak tertinggi karir di SMF Consulting. Apa lagi kalau bukan menjadi Partner alias big boss.

"Toper! Lo tahu nggak Secret Santa gue siapa?"

Cowok itu tidak terlalu memedulikan pertanyaan Miruna dan bersiap untuk menjalankan mobil menuju ke arah rumah mereka. "Secret Santa apaan?"

"Itu, loh, Toper. Gue kayaknya cerita sama lo kan kalau minggu lalu gue ngerjain orang lewat acara Secret Santa. Soalnya gue lagi bosan banget?! Masa lo udah lupa, sih?"

Christoper menganggukkan kepalanya pelan karena harus fokus pada jalanan hari Jumat malam yang akan selalu lebih macet daripada hari-hari kerja lainnya. Dia masih nampak tak tertarik dan hanya menanggapi sekilas, "Oh yang itu."

Seolah tidak peduli dengan tanggapan tak terlalu tertarik dari Christoper, Miruna justru menceritakan kisahnya malam ini dengan penuh semangat. Dimulai dari detik ketika dia masih bisa mencari-cari siapa kira-kira Secret Santa yang sudah berhasil menebak keinginannya. Hingga akhirnya dia tahu kalau Secret Santa-nya adalah adik dari Iota Bintara.

Sudah sejak tahun terakhir kuliah, Miruna mengikuti akun Iota di instagram. Sosok internet persona itu terkenal dengan foto-foto tanpa filter-nya yang kerap mengabadikan momen traveling yang inspiratif. Mulai dari situlah, Miruna jadi seperti menemukan passion-nya dalam hidup di luar urusan kesenian. Bisa menabung untuk pergi keliling dunia sebelum usia 30 tahun adalah hal yang ingin Miruna capai setelah menjadi pengikut setia Iota.

Bayangan bahwa dia sudah menjahili adik dari panutannya membuat Miruna jadi tidak enak sendiri. Sudah itu, ternyata adik Iota adalah laki-laki. Jujur sejak Hans memperkenalkan Zain padanya, yang ada di otak Miruna adalah segala macam kemungkinan bahwa Zain akan membalas dendam padanya. Aneh memang. Mungkin rasa takut itu adalah akibat dari otaknya yang tidak terlalu bisa bekerja dengan baik di bawah pengaruh alkohol.

"Toper!" Miruna mendelik, "lo dengarin nggak sih?"

"Gue dengar, Runa. Gue cuma bingung kenapa Zain itu nggak langsung nonjok lo di Kotakota tadi, ya? Lumayan kan, rasa kesal gue ke elo jadinya bisa tersampaikan dengan baik," Christoper berbicara dengan menggebu sambil sesekali menatap ke arah Miruna dengan penuh keseriusan.

"Lo memang benar-benar jahat, Per. Kenapa gue bisa temanan sama lo, sih. Lo bahkan lebih jahat dari Abang gue sendiri. Kalian berdua nggak ada gunanya jadi laki-laki dalam kehidupan gue," Miruna mengeluhkan serapahan Christoper.

"Well, halo?! Anda lagi di mobil siapa? Dijemput oleh siapa? Jelas gue lebih bergunalah dibanding Abang lo. Soalnya gue kasihan kalau ingat lo itu anak pungut keluarga lo. Jadi, gue rela deh memberikan perhatian seorang kakak yang nggak lo dapatkan dari Abang lo."

"TOPER!" Miruna semakin sebal mendengar ledekan Christoper.

Sejak kecil, Christoper dan Mikola – kakak laki-lakinya – yang adalah teman sebaya, selalu bekerja sama meledek Miruna dan mengatainya anak pungut. Berdua mereka mengarang cerita bahwa Miruna dipungut di depan rumah karena ada orang yang menaruh bayi di depan pagar. Berhubung Mama Mikola dan Miruna belum memiliki anak lagi selain Mikola, diputuskanlah bahwa Miruna akan dirawat oleh keluarga itu.

Bertahun-tahun kemudian, ledekan itu tidak pernah tidak berhasil membuat Miruna sebal. Jika dulu yang Miruna lakukan adalah menangis karena sedih mengira kisah itu adalah kenyataan, beranjak dewasa, Miruna malah jadi kesal setiap mendengarnya. Kisah itu membuatnya mengingat air mata sia-sia yang dia keluarkan setiap hari ketika Mikola dan Christoper menggodanya.

Christoper tergelak melihat wajah Miruna yang tadinya kemerahan karena efek alkohol, sekarang menjadi semakin merah lagi menahan kesal. "Betewe, Run, Mikola tadi ngabarin gue, katanya kalau mau jalan ke Singapura, dia sudah bisa free minggu depan. Kasihan nggak ada yang nemuin dia udah berapa bulan. Padahal ke Singapura penerbangannya nggak sampai setengah hari."

"Bang Ola mah kerja mulu. Males gue nengokin dia. Dua bulan lalu gue ke sana dan dia malah di kantornya nggak balik-balik ke apartemen. Gila, sih kerjaan di Singapura kayaknya. Biarin saja dia jadi Bang Toyib nggak pulang-pulang. Biar tabung yang banyak, nanti balik ke Indonesia bisa membiayai pesta pernikahan gue."

"Dasar, gelo!" Christoper meninju pundak kanan Miruna. "Bukan maunya dia juga kali, Run, kerja terus begitu. Kalau nggak kerja ngikutin ritme di sana, dia nggak akan bisa survive di lingkungan PE* Singapura. Lo kan sudah kerja juga sekarang. Sudah bisa relate dong sama Abang lo?" (Re: PE atau Private Equity adalah a  company that provides  and makes investments in the  of startup or operating companies through a variety loosely affiliated   investment strategic inclucing leveraged buyout, venture capital and growth capital)

"MATI GUE!" Miruna berteriak tiba-tiba dan mengejutkan Christoper.

"Iya, lo mati kalau tiba-tiba teriak begitu pas gue lagi nyetir. Tepatnya, kita berdua mati, Runa! Lo kenapa sih tiba-tiba teriak gak jelas? Kesurupan setan kiaso Singapura?"

Miruna menggelengkan kepalanya panik lalu segera mencari laptopnya di bangku belakang. "Gue belum jadi kerjain sisa kerjaan gue padahal deadline hari ini buat dikirim ke klien besok. Lo nggak balik kantor lagi, kan? Berarti gue harus kerjain di mobil. Mati gue mati."

"Lo tipsy gini masih bisa kerja? Luar biasa totalitas tanpa batasnya."

"Bukan begitu! Gue juga mager kerja tapi kalau sampai nggak diselesaikan nanti gue bisa digiling sama senior gue. Senior gue kan jahatnya sebelas duabelas sama lo, Per."

***

"Gimana acara Jumat kemarin, Run? Seru? Solid juga ya batch kalian masih bisa bikin acara kayak gitu di early December," pertanyaan dari Juwita – salah satu seniornya – menyapa Miruna begitu dirinya sampai di kantor pagi ini.

Miruna menimbang-nimbang memori pada acara Jumat kemarin. "Lumayan, Kak. Cuma, berhubung gue masih ada deadline Proyek Silverstone sama lo, jadi gue cabut duluan, deh. Itu aja gue sudah setengah mabok ngerjain dokumen sebelum gue kirim ke elo Sabtu pagi-pagi banget."

"Geblek!" Juwita tertawa, "pantesan gue bingung kok elo bisa-bisanya kirim email ada dokumennya tapi nggak ada body email-nya. Tahunya mabok nih anak. Lagian gue udah bilang buat kelarin dulu baru ke sana, lo nggak percaya."

"Lo kan tahu gue mager kerja. Kalau ada kegiatan lain yang lebih menyenangkan dari bekerja, gue mending kerjain itu dulu. Oh, iya, Pak Guntur tuh butuh dokuemnnya buat meeting sama siapa, sih? Harus banget hari Sabtu sebelum jam 10 pagi dikirimnya kemarin?"

"Nggak tahu, Run," Juwita melepas kacamatanya lalu menekan pangkal hidungnya seolah sudah sangat lelah. "Gue udah capek sama Proyek Silverstone yang nggak kelar-kelar ini. Kayaknya udah hampir lima bulan deh gue kerjain. Belum ada titik terangnya kapan selesai."

Pekerjaan Miruna di SMF Consulting bersifat project based dan setiap proyek yang dikerjakan selalu memiliki namanya sendiri-sendiri. Nama itu digunakan untuk mempermudah setiap anggota tim mengetahui proyek yang dimaksud sekaligus juga untuk menghindari bocornya informasi yang sangat rahasia di masing-masing proyek.

Silverstone hanyalah salah satu dari beberapa proyek yang dipegang oleh Miruna selama bekerja di SMF Consulting. Namun, benar seperti kata-kata Juwita, proyek ini adalah salah satu yang terlama. Proyek Silverstone adalah salah satu proyek yang Miruna ikuti sejak awal dirinya masuk di kantor ini. Mulai dari persiapan proposal untuk klien, pitching dan beauty contest untuk mendapatkan proyek ini, memilihkan nama "Silverstone" untuk nama proyek transaksi divestasi saham pengelolaan satelit di Indonesia, hingga menjalankan proyek yang belum akan berakhir ini.

"Titik selesainya itu kalau Pak Guntur udah ketemu batu silver di luar angkasa, Kak. Batu silver yang sama kayak nama proyek ini akan mengilhami Pak Guntur untuk menghentikan penyiksaan pada konsultan-konsultan yang dia hire," Miruna menjawab dengan mata berbinar membayangkan CFO kantor kliennya itu berhasil menemukan batu berwarna silver di luar angkasa berkat satelit yang perusahaannya punya.

"Apa sih, Run. Jangan mulai absurd, deh. Mending lo mulai pikirkan enaknya nanti siang kita makan apa," Juwita kini kembali melihat ke arah layar laptopnya lagi dengan penuh perhatian.

Belum sampai satu menit keheningan melingkupi kubikel Juwita dan Miruna, telepon di meja Juwita berdering. "Ya, Mas Ar. Oh oke, Mas. Saya dan Miruna segera ke meja Mas Arjuna. Thank you, Mas." Juwita menutup telepon lalu memanggil Miruna yang duduk di hadapannya, "Beb, kita dipanggil Mas Arjuna. Katanya mau discuss proyek Silverstone. Lo bawa laptop, ya. Terus jangan keceplosan sama Mas Arjuna kalau lo kemarin ngirim kerjaan ke gue setengah mabok. Besok-besok lo malah disuruh mabok sekalian terus kirim deliverables ke klien. Mati deh."

"Seriusan, Kak?"

Juwita ingin tergelak melihat wajah pucat Miruna. "Menurut lo aja, Run. Mas Arjuna memang sejahat itu?"

"Iya."

Juwita tidak bisa tidak tertawa mendengarnya. Mungkin di satu kantor ini, baru Miruna saja yang menyebut orang lemah lembut seperti Mas Arjuna – manager mereka – sebagai orang jahat. Entah dia bercanda atau betulan, yang jelas hal itu cukup membuat Juwita tertawa singkat di pagi yang sudah sibuk ini.

***

Sewaktu pagi ini Zain mendapatkan pesan dari managernya untuk menghadiri sebuah diskusi pagi dengan tim Transaksi, Zain sama sekali tidak mengira bahwa dia akan bertemu dengan manusia ajaib yang ditemuinya Jumat malam lalu. Di dalam sebuah ruangan diskusi saat ini sudah berkumpul Zain, Felix – manager dari tim Strategi, Arjuna – manager dari tim Transaksi, Juwita – senior dari tim Transaksi, dan tentu saja Miruna. Berdasarkan briefing singkat dari Felix yang dia dapat sebelum diskusi ini, Arjuna, Juwita, dan Miruna adalah tim kecil yang bertugas mengerjakan Proyek Silverstone. Masih berdasarkan briefing itu juga, Felix menegaskan bahwa tim Strategi akan membantu pengerjaan proyek ini.

"Juju dan Runa, kenalkan ini Felix dan Zain. Like you know, Pak Guntur dari PT Antarnusa mau kita melanjutkan proyek divestasi ini dengan konsultasi strategi restrukturisasi organisasi dengan kantor kita. Untuk tahapan itu, tim Felix akan bantu kita karena mereka lebih sering mengerjakan proyek-proyek sejenis. Tadinya gue udah minta satu senior dan satu associate, tapi kata Felix, untuk proyek ini, Zain bisa bantu kalian tanpa harus ada tambahan senior lagi," Arjuna menjelaskan dengan sangat padat dan ringkas. Baru mendengarnya saja Zain sudah suka karena dia memang bukan tipe yang bisa mengikuti diskusi penuh omongan berbelit-belit.

Lalu, Arjuna melanjutkan penjelasannya yang kali ini ditunjukkan kepada Felix dan Zain, "Lix, thanks a lot sudah mau bantu. Gue weekend kemarin sebenarnya sudah agak buntu. Klien yang ini agak sulit diterka maunya apa. Sementara kalau kita nggak bisa close deal, mana mungkin kita bisa tagihkan fee ke mereka. So, sekali lagi terima kasih untuk tawarannya membantu untuk menambahkan service konsultasi ke klien. Ini tim gue yang bantu sejauh ini. Ada Juwita dan Miruna. Juwita senior associate yang banyak menyiapkan financial modelling dan valuasi untuk proyek ini. Miruna associate yang bantu support untuk desktop research, reporting dan materi-materi lainnya untuk klien. Please feel free untuk minta data apapun terkait proyek Silverstone yang kalian butuhkan ke mereka. They have all the data. Kalau pun gak ada, mereka bisa langsung mintakan data itu ke klien jadi komunikasi kita satu pintu aja dari tim Transaksi. Is that clear enough?"

Zain menganggukkan kepalanya tanda sudah mengerti.

"Mas, saya mau tanya," Miruna memberanikan diri bicara. "Nanti, tim Ko Felix akan bantu kita selama proses divestasi juga atau di fase strategi restrukturisasi saja, Mas?"

Felix mendahului Arjuna memberikan jawabannya untuk Miruna, "Tim gue sih jarang ngurus divestasi, Miruna, jadi untuk fase divestasi tetap kalian yang lead. Nah, asyiknya, gue bawa Zain yang bisa gue bilang oke banget, lah. Dia belum pernah kerjain divestasi, tapi Zain beberapa kali bantu klien untuk formulasikan policy ke pemerintah yang masih masuk dengan regulasi dan bisa membantu industri jadi lebih positif. Jadi, untuk valuasi dan proyeksi keuangan, Zain sudah khatam. Nanti, Zain mungkin bisa kalian mintakan tolong kalau butuh bantuan di sisi divestasi. Feel free aja reach out ke gue atau Zain."

Miruna membalas penjelasan panjang itu dengan, "Oke, Koko Felix. Terima kasih." Badannya sedari tadi sudah panas dingin menemukan fakta bahwa dia harus satu proyek dengan Zain. Sekarang, Felix bahkan baru saja memberi lampu hijau bagi Zain untuk terlibat lebih dalam selama proses pekerjaannya di proyek ini.

Sementara Miruna masih berkutat dengan persoalan pribadinya, Zain justru menikmati momen-momen meneliti keadaan satu ruangan itu. Arjuna yang terlihat lelah dengan kantong mata setebal dan sehitam panda. Juwita yang sedari tadi berusaha membuat kacamatanya tidak turun dari posisi seharusnya di sekitar pangkal hidungnya. Felix yang bersemangat menjalankan proyek tambahan ini. Serta Miruna yang seperti anak domba siap dikebiri.

Zain mendengarkan dengan saksama penjelasan Felix yang terasa seolah melebih-lebihkan kemampuannya. Padahal cowok itu tidak merasa kemampuannya memang sehebat yang disebutkan Felix. Menurutnya urusan valuasi dan proyeksi keuangan seharusnya menjadi kemampuan dasar siapapun yang ingin bekerja di industri jasa keuangan. Kalau tidak, bagaimana mereka bisa bertahan menghadapi uncertainty yang ada? Sudah dibuat proyeksi saja terkadang banyak angka yang masih bisa meleset. Apalagi jika tidak dibuat. Darimana dasar-dasar keputusan strategis nanti akan dibuat? Jadi, bagi Zain, kemampuanya itu bukanlah suatu hal yang spesial.

"Ada pertanyaan atau tanggapan lagi yang lain? Dari Zain mungkin?" Arjuna kini menatap ke arah Zain.

Satu gelengan kepala dari Zain membuat Arjuna mengerti bahwa anak itu memang tidak ingin membagi apapun. Padahal tadinya Arjuna ingin sedikit mendengar pengalaman-pengalaman Zain di proyek sebelumnya seperti yang sudah sempat disinggung oleh Felix. "Oke kalau begitu. Juju, lo mau kasih tanggapan?"

Juwita berpikir sebentar. "Pak Guntur waktu itu sempat menyebutkan bahwa ada beberapa hal terkait dengan penyediaan sistem kabel optik dan jaringan satelit yang seharusnya bisa mendapatkan keringanan pajak. Apalagi karena perkembangan digital semakin cepat sementara perusahaan-perusahaan di industri telekomunikasi masih kesulitan berinovasi karena harus kejar-kejaran dengan biaya operasional yang semakin tinggi. Mungkin ini bisa jadi salah satu awal untuk kajian sunset policy dari tim Strategi? Kalau bisa ditawarkan ke Pak Guntur, mungkin beliau akan tertarik."

"Zain?" Arjuna kembali melempar bola diskusi kepada Zain.

"I'll try to look deeper into that opportunity," jawab Zain dengan padat dan sedikit kurang jelas. Tidak ada tanggapan ide lainnya dari Zain dan hanya ada kepastian bahwa orang itu akan coba melihat kemungkinan dikajinya kebijakan keringanan pajak untuk industri telekomunikasi.

Lalu ruangan hening. Jawaban dingin dari Zain membuat atmosfer sedikit berubah seolah orang-orang tertular rasa malas berbicara yang sudah dimiliki Zain sejak lahir. Untunglah Miruna kemudian menutup diskusi dengan kesimpulannya yang mampu mengembalikan suasana brainstorming yang sebelumnya sudah tercipta. "So, to wrap everything, Proyek Silverstone akan berkembang tidak hanya mengurusi divestasi tapi juga menambahkan jasa konsultasi strategi restrukturisasi organisasi. Mungkin juga bisa diberikan tambahan konsultasi berupa penyusunan sunset policy untuk industri telko yang bisa menguntungkan klien. Juwita dan Miruna akan tetap mengerjakan fase divestasi. Zain akan mulai dengan sunset policy plus membantu proses divestasi jika dibutuhkan. Dua hari lagi mungkin kita bisa ketemu lagi untuk diskusi next deliverable ke klien?"

"Bungkus, Runa. Lo siapkan undangan diskusi buat dua hari lagi, ya. Kalau bisa sekalian arrange diskusi dengan anak buah Pak Guntur juga. Jadi kita satu visi semua," Arjuna menambahkan sedikit follow up item yang harus dilakukan sebagai hasil dari diskusi pagi ini.

Setelah diskusi dibubarkan, semua orang meninggalkan ruangan diskusi untuk melanjutkan kembali pekerjaan mereka. Saat itulah Zain mencoba menahan Miruna. "Miruna," panggilnya pelan.

Mau tak mau Miruna menahan langkahnya. Satu senyuman sopan dia berikan kepada Zain. "Ada apa, Zain?"

"Nanti kalau gue minta data ke elo, please jangan dibuat jadi satu tebak-tebakan lagi ya. Minggu yang lalu itu sudah cukup," ujarnya cepat dan terasa dingin di telinga Miruna.

"Eh, iya, Za. Gue minta maaf soal minggu lalu. Asli, gue cuma mau seru-seruan aja dan nggak ada niat jahil atau apapun. Sori banget, ya," dengan sedikit kagok dan takut Miruna menyampaikan maafnya.

Hanya satu anggukan singkat dari Zain sebelum cowok itu pergi meninggalkannya. Baiklah, sepertinya Miruna sudah menemukan satu lagi orang yang jahat selain Mas Arjuna. Orang itu adalah Zain Bintara.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top