Val - Sense

Val — Sense
[@lunaria_co ; Aegis Orta]
Req : aarielle_dkj

"Kak [Name], tolong bacakan satu cerita..."

Malam itu, anak lelaki kecil bersurai pirang menarik pelan pakaian milik si perempuan— [Name]— meminta lugu untuk di bacakan sebuah cerita sebelum ia terlelap pada malam ini.

Di sambut dengan senyum hangat, [Name] segera mengambil salah satu buku cerita yang tersusun rapi pada suatu rak, melupakan niatnya untuk pergi ke kamarnya dan ikut tertidur malam ini demi si adik kecil yang sudah ia anggap saudara sendiri, Val Gregory.

"Baiklah, satu cerita saja ya? Lalu tertidur."

Anak laki-laki kecil— Val menggelengkan kepala pelan, "Temani aku tidur juga," Pintanya dengan lugu.

Mengacak-acak surai pirang si anak kecil pirang, [Name] berkata, "Hari ini terakhir ya? Val 'kan udah besar. Coba sekarang umurnya udah berapa? Yap, 12 tahun."

"Lalu kenapa, kak? Aku hanya ingin tidur dan di temani kakak."

Val yang terus menerus ingin di temani tidur sehari-hari menjadi masalah besar bagi perkembangannya. Tiada hari tanpa menempel pada [Name], seorang gadis remaja yang terpaut selisih 2 tahun jauhnya dari si anak laki-laki pirang, Val.

"Apa ada yang bergosip lagi kalau kakak sudah besar dan tidak pantas menemaniku tidur lagi?" lanjut Val, ia paham betul beberapa gosip itu suka mengusik gadis di hadapannya dan itu membuatnya sedih bukan main.

Pasalnya, anak laki-laki bersurai pirang dengan gadis berparas lembut itu bukanlah satu saudara yang saling terikat oleh darah yang sama. Dan si gadis, telah menginjak masa pubertas yang 'mereka' pikir tak pantas lagi untuk menemani Val yang kian semakin tumbuh besar untuk sekedar menemani Val tidur bersama.

"Val, apa yang di katakan oleh orang-orang itu ada benarnya. Lagipula, kamu 'kan sudah mulai besar, tidak baik jika terus-menerus minta di temani. Apa kau ingin begitu terus hingga dewasa?" [Name] berujar lembut seraya mengelus surai pirang lembut milik Val.

Kasih sayang yang terus terulur dari [Name] kepada Val, terkadang membuat anak kecil berusia 12 tahun itu sedikit menyalah artikan definisi dari kasih sayang milik [Name] menjadi suatu perasaan hal lain yang akan terus mengusiknya hingga dewasa.

Kini, ataupun di masa yang akan datang.

𖠯 SENSE ⟸

"Kak [Name], kau mau kemana?"

Pagi ini, atensi Val sudah terpaku pada [Name] yang tengah bersiap-siap dengan baju kasualnya. Ia penasaran, [Name] akan pergi kemana meninggalkannya pagi-pagi begini?

"Ah, aku lupa memberitahumu ya, Val? Aku akan menonton bioskop dengan temanku! Sudah di beri izin Bapa Gregory juga. Kemarin, aku ingin memberitahu dirimu, tapi kau sudah tertidur lelap," ujar [Name], tanpa mengalihkan atensinya pada barang-barang penting yang ia masuki pada tas kecil miliknya.

Menarik pelan pakaian [Name] dengan tiba-tiba, Val segera memeluk [Name] dengan erat. Tak ingin [Name] pergi meninggalkannya. "Kau ingin meninggalkanku? Jangan pergi."

"Eh, Val? Tak baik begini, aku harus segera pergi sebelum ketinggalan kereta dan terlambat..."

Val tetap teguh pada pendiriannya dan menggeleng kuat, rasanya ia hanya ingin [Name] berada di dekatnya dan tidak pergi kemanapun bersama orang lain. Hanya dirinya, tidak orang lain.

"Kalau [Name] pergi, aku ikut!"

"Val... Kau tidak boleh keras kepala..."

Melepaskan pelan pelukan erat, [Name] mulai menangkup wajah Val dan mengelus pelan pipinya.

"Aku hanya pergi sebentar saja, kok. Tidak akan lama."

Tidak menghiraukan perkataan [Name] yang berusaha menenangkannya, Val kembali mendekap tubuh [Name] dengan erat dan menyembunyikan wajahnya.

"Kalaupun kau ikut, tiket untukku hanya satu..."

Sebagai seseorang yang lebih besar dalam hal ini, [Name] tidak bisa menjadi egois karena meninggalkan Val yang tidak rela mengijinkan dirinya hanya untuk sekedar menonton bioskop dengan teman-temannya.

Cklek!

Pintu kokoh berwarna putih tulang itu terlihat terbuka. Bapa Gregory datang dengan se-nampan kayu yang di atasnya berisi dua gelas susu, mengalihkan atensi milik [Name] dan Val.

"Kamu tidak jadi berangkat, [Name]?" tanya Bapa Gregory ketika masih melihat eksistensi [Name] di kamarnya, tidak seperti izinnya yang mengatakan akan pergi pada pagi hari.

"A-ah itu... Val tidak mau melepaskanku..." [Name] terkekeh pelan dengan sedikit kaku.

Bapa Gregory hanya tersenyum dan meletakkan nampan kayu itu pada sebuah meja di dekat jendela kamar. "Seperti biasakah [Name]?"

"Benar, aku tidak jadi pergi, ehe."

Dan pada akhirnya, [Name] menuruti kemauan dari si adik kecil. Tetap di kamar dan menemani Val seharian, merelakan kesempatannya untuk menonton bersama dengan teman-temannya. Tiket bioskop yang menurut [Name] harganya cukup menguras kantong pun ia berikan pada temannya yang lain agar tidak membuang-buang uang hasil jeri payahnya.

Semburat merah merona seperti buah tomat yang matang itu terpatri di wajah Val. Meski samar, ia kegirangan [Name] membatalkan niatnya untuk menonton bioskop. Meski begitu, dengan suara yang lirih dalam pelukan [Name], Val berkata, "Maafkan aku, aku hanya ingin [Name] menemaniku hari ini."

𖠯 SENSE ⟸

Sudah 9 tahun berlalu sejak [Name] berpamitan pada gereja untuk meminta izin dan doa untuk melancarkan pekerjaan baru yang telah ia dapatkan. Ketika usia [Name] sudah matang, memang sepantasnya lah [Name] pergi dan mencari pekerjaan. Bukankah memang itu yang seharusnya terjadi?

Di sisi lain, Val tidak akan pernah merelakan [Name] pergi kemanapun. Namun, apa dayanya? Ia tidak mungkin terus menerus mengikat [Name] untuk terus tetap berada di sisinya. Itu hanyalah perasaan egois yang akan merugikan sekitarnya.

Namun, tak bisa ia pungkiri bahwa hari-hari tanpa keberadaan [Name] begitu sunyi. Senyap dan dingin seperti di telan gelapnya malam.

Begitupula dengan siang ini. Ia— Val, yang kini usianya telah menginjak 21 tahun tengah menjalani hari-harinya dengan lesu. Seperti biasa, kekosongan tanpa kehadiran [Name] membuatnya seperti manusia tanpa harapan.

"Val, hei Val?" Suara seseorang tiba-tiba saja menginterupsi, menyadarkan lamunan lesu milik Val.

"A-ah iya, ada apa?"

Rupanya, salah satu biarawati menyapa Val sedari tadi. Biarawati itu hanya tersenyum maklum melihat kondisi Val kini. Kemudian, tangannya tersodorkan, memberikan sebuah amplop putih polos dan amplop bermotif bunga-bunga seperti undangan pernikahan.

"Ada surat untukmu dan Bapa. Keduanya dari kakakmu, [Name]."

Ketika biarawati itu mengucapkan dan menyebut namanya. Seketika kedua netra merahnya melebar sempurna, tubuhnya sedikit merasakan perasaan yang sedikit asing.

Sudah lama [Name] tidak pernah menghubunginya. Tanpa kabar, tanpa tau [Name] berada dan bersama siapa sekarang, dan tiba-tiba mengirimkan surat?

Perasaan pemuda bersurai pirang itu tidak enak.

𖠯 SENSE ⟸

Nafasnya tersengal-sengal, Val merasa ia telah melakukan kesalahan. Val merasa dirinya, setidaknya tidak mengurungkan niatnya dulu untuk menyatakan perasaan kepada dirinya yang sudah lama tumbuh dan terpendam sangat dalam.

Kini, ia berada di sebuah depan pintu rumah yang pernah tercatat dalam surat yang diberikan [Name] untuknya dengan seuntai deretan rasa penyesalan yang sangat dalam.

[Name], gadis yang selalu ia kagumi dan sukai akan segera menikah.

Tanpa pikir panjang tubuhnya sudah tiba saja di depan pintu rumah dari si gadis. Tentu saja, setelah membaca surat undangan yang membuat perasaannya nyesek setengah mati. Ia memperbaiki deru napasnya yang tidak karuan. Baru saja ia merasa tenang dan mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu rumah itu, suara isak tangis terdengar dari dalam.

Dengan sedikit gelisah, Val mengetuk tiga kali pintu berbahan kayu itu. Lama tidak mendapatkan respon, Val mengetuk sekali lagi. Ketika pintu kayu itu terbuka dan menampilkan sosok seorang [Name] yang tampak seperti wanita dewasa terlihat dari sudut pandang Val dengan wajah yang sembab sehabis menangis.

"V-val?!" Terkejut gadis itu.

"[Name], penampilanmu sangat menyedihkan," kata Val blak-blakan ketika melihat mata lelah yang sembab itu terpatri di wajah [Name].

"Maafkan aku, sepertinya surat yang telah aku kirim 4 hari yang lalu sudah sampai di tanganmu ya? Lama juga penyampaiannya..." Alih pembicaraan sang gadis, tersenyum ala kadarnya.

"Maaf ya, undangan itu tidak jadi..." lirih [Name] dengan suara parau dan gemetar yang semakin mengecil.

"T-tidak jadi? Ada apa [Name]?" Perasaan Val mulai bercampur aduk.

"C-calon suamiku... Ternyata sudah memiliki seorang kekasih yang lain..." Begitu ia selesai berbicara, [Name] langsung terisak sesegukan mengingat fakta kelam bahwa kekasih— yang akan menjadi suaminya kelak ternyata telah membohonginya dan sudah memiliki kekasih yang lain.

𖠯 SENSE ⟸

Matahari yang cerah mulai menampakkan dirinya di ufuk timur bumi. Cahaya yang hangat itu pula sedikit memasuki celah-celah kamar milik [Name] yang terasa dingin awalnya.

Semalaman Val bersusah payah menenangkan tangisan lara dari [Name]. Melupakan sejenak tujuan awalnya menemui [Name]; menyatakan perasaan walaupun terasa sangat terlambat.

Sejujurnya, ia merasa bingung harus merasakan apa. Senang atau sedih? Keduanya kini hanya bisa berpadu satu menjadi perasaan yang sangat tidak mengenakkan bagi tubuh Val.

"Bagaimana ini Val? Undangannya bahkan sudah disebarkan. Kenapa aku yang harus menahan semua rasa malu ini?" Dengan sedikit sisa sesegukan yang tiada henti, [Name] merasa ingin kembali menangis. Namun, air matanya sudah tidak bisa keluar lagi.

Val menarik napasnya berat, lalu menghembuskannya dengan sangat berat pula, "[Name]. Aku tau waktunya tidak tepat, tapi sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu." ucap Val mengalihkan pembicaraan dan kembali pada niatnya sejak awal datang kemari.

[Name] kemudian menatap Val dengan wajah lelahnya.

"Sebenarnya, aku sangat menyukaimu sejak lama. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai kakakku. Karena, aku memandangmu sebagai seorang perempuan bukan seorang kakak sejak dulu. Maafkan aku, perasaan ini sudah tidak bisa aku tahan lebih lama lagi!"

Val menunduk, tidak berani menatap wajah pujaan hatinya.

"Val, apa yang kamu katakan? Usia kita jelas—"

"[Name]! Usia itu hanyalah sebuah angka yang pada akhirnya tidak penting!" Potong Val dengan nada yang sedikit tinggi. Ia benar-benar sudah tidak tahan dengan perasaannya.

[Name] mendengus gusar, "Mungkinkah pernikahanku gagal karena memang sudah rencana Tuhan untuk melancarkan kisah percintaanmu, Val?"

Val menggeleng, "Aku tidak mengerti, mungkin saja memang Tuhan tidak ingin kamu menjadi milik seorang pembohong sepertinya."

"Lalu, apa yang kamu mau dari diriku yang sudah sangat menyedihkan ini, Val?"

Val mengepalkan kedua tangannya, keringat dingin mulai bercucuran tanpa henti membasahi pelipisnya. Dengan segenap keberanian, Val mengucapkan sebuah kalimat sakral.

"Aku tau perasaan dan keadaanmu saat ini tidak pas dengan kata-kataku. Tapi, menikahlah denganku, [Name]!!"


𖠯 SENSE ⟸
END.
𖤐 — — — — — — 𖤐

Omaga☠️. Aku tau ini agak-agak 🗿. Tapi aku tidak punya ide lain... Maafkan jika tidak sesuai ekspektasi (༎ຶ ෴ ༎ຶ). Agak lain emang ceritanya...

Rill minta maaf tidak sesuai ekspektasi dan lama☠️. Btw, aku tidak open rikues yh😋. Mmfff sisi jametku keluar—

Kedepannya, mungkin aku akan update sangat lama dan terlambat lagi. Alasannya kalian pasti sudah tau, ini alasan klise. Betul, sibuk dengan urusan sekolah (´ . .̫ . '). Maafkan aku, kawan.

[Minggu, 5 Februari 2023].

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top