TOUKEN DANSHI
"Anakku, ayah mewariskan ini untukmu. Ini adalah peninggalan dari kakek buyutmu, Okita Souji"
Ucapan lelaki paruh baya itu masih ku ingat hingga sekarang. Sungguh kenangan yang indah.
------------------------------------------------------
TOUKEN DANSHI
------------------------------------------------------
"Oh, Aruji-sama disini rupanya"
Suara itu mengaburkan ingatanku dan membuatku mengarah ke sumber suara. Sebuah senyuman ku arahkan pada pria itu dan ia pun duduk disebelahku.
"Aruji-sama, bagaimana dengan luka Anda ?" tanya nya dengan raut wajah yang khawatir namun tertutupi dengan tampangnya yang manis dan sedikit menakutkan bagi manusia biasa. "Sudah lumayan, lalu kau sendiri bagaimana Kashuu ?" tanyaku balik.
Ya, lelaki disebelahku bernama Kashuu Kiyomitsu. Sebuah pedang uchigatana yang terlah memiliki wujud manusia atas ketidaksengajaanku saat menaruh shikigami. Dulu diriku pernah belajar menjadi seorang onmyouji dan sekarang diriku tidak meneruskannya karena banyak hal yang harus ku urus di Citadel ini.
Lalu mengapa pria ini memanggilku dengan julukan 'Aruji-sama' daripada dengan namaku sendiri ? Jawabannya karena diriku yang memiliki pedang ini dan memberinya wujud, sehingga ia menganggapku sebagai tuannya, lalu namaku yang sekarang adalah Saniwa.
"Diriku berasal dari sebilah besi yang ditempa menjadi pedang, jadi diriku lumayan cepat untuk pulih" jelasnya sambil menatap pohon sakura yang mekar dan tak berada jauh dari Citadel ini.
"Sepi ya..." gumamku dan tiba -tiba pandanganku menjadi buram yang menandakan jika pasukan pengulang sejarah datang. Dan inilah tugas seorang saniwa, yaitu menjaga arus sejarah agar masa depan tidak berubah. Meninggalkan seluruh kekayaan dunia ku sekarang dan mengasingkan diri dalam ruang waktu berbeda yang menghubungkan masa depan dan masa lalu bersama dengan ksatria pedang.
"Kashuu kita harus bersiap sekarang" ucapku sambil bergegas kembali ke kamar untuk berganti pakaian menjadi pakaian perang.
*****
Sepulang dari pertarungan itu, kami berhasil mendapatkan dua pedang lagi. Dan tanpa mempedulikan rasa lelahku, diriku langsung menuju ke suatu ruang yang sudah ku jadikan tempat khusus perubahan para pedang. Tanpa basa-basi diriku langsung meletakkan shikigami yang telah kutulis mantra dan pedang itu berubah menjadi dua pria dengan gagah berani dihadapanku.
"Tantou, Owakiri Imanotsurugi" ucap pria yang bertubuh sedikit lebih rendah atau bahkan bisa dibilang setara denganku lengkap dengan manik merahnya dan pakaian perang, lalu surai silver yang sedikit berwarna merah muda. "Uchigatana, Heshikiri Hasebe" ucap pria yang lebih tinggi dari diriku dan pria didepannya dengan surai dan manik coklat kehitaman. Dari cara bicaranya kurasa ia orang yang tegas.
"U-um, senang bertemu dengan kalian" ucapku yang masih duduk dihadapan dua ksatria pedang ini. "Apa Anda Aruji-sama ?" tanyanya Imanotsurugi yang kubalas dengan anggukan kecil dan ia pun langsung memelukku dengan riang. "Akan ku pertaruhkan seluruh jiwaku untuk melindungi Aruji-sama " ucapnya.
"Imanotsurugi, itu terlalu berlebihan. Aruji..." ucap Hasebe sambil mengulurkan tangannya padaku dan diriku menyambut uluran tangannya. "Mari ku perkenalkan kalian pada seseorang" ucapku sambil melepaskan tangan dari genggaman Hasebe dan melenggang pergi menuju kamar Kashuu yang diikuti oleh dua ksatria pedang.
****
"Kashuu, boleh ku masuk ?" tanyaku meminta ijin pada pria penghuni kamar ini. Tatami kamar itupun bergeser dan memunculkan pria serba merah kehitaman ini.
"Kashuu, ini adalah dua teman um.. Lebih tepatnya dua keluarga baru kita, namanya Imatsurugi dan Heshikiri Hasebe. Kuharap kalian bisa bekerja sama, ya dan Kashuu ku meminta bantuan untuk menunjukkan kamar mereka ya" ucapku sambil memperkenalkan mereka pada pria dihadapanku.
"Baiklah, Aruji-sama dan salam kenal untuk kalian berdua" ucap Kashuu. "Baiklah, ku akan tinggalkan kalian berdua" ucapku sambil tersenyum dan melenggang meninggalkan mereka bertiga. Setelah jarak cukup jauh, barulah tanganku bergerak memegangi bagian perut yang terasa sangat sakit sedari pulang dari pertempuran tadi.
Sesampainya di kamar, diriku langsung mengompres perutku dengan es batu agar tidak parah. Diriku pun menghela nafas karena rasanya sangat perih, sakit, dan sudah ku pastikan jika ku tidak bisa keluar kamar untuk sementara.
Rasa sakit itu terus bertambah saat suhu dingin terus masuk dalam memar itu. Hingga tanpa sadar pintu tatami milikku dibuka.
"Aruji-sama !!!"
Suara itu membuatku terkejut dan tanpa sadar, tangan itu sudah menyentuh bahuku. "Apa Aruji-sama terluka ?" tanya pria itu dengan raut wajah yang sangat khawatir. "Tidak apa apa. Ini hanya memar saja kok, Hasebe-kun" ucapku, namun tak membuat ksatria pedang milik Nobunaga Oda ini tenang.
"Baiklah, mulai hari ini saya akan menjadi tangan kanan dan pelindung Aruji-sama" ucapnya dengan tegas dan penuh percaya diri yang membuatku tak mampu menolak. Diriku hanya tersenyum sebagai jawaban, lalu Hasebe pamit untuk undur diri.
"Sepi sekali ya..."
Percakapan diluar kamarku membuatku penasaran dan sudah ku tebak jika ini akan menjadi percakapan tiga ksatria pedang di Citadel ini. "Ah, jika ada pedang dari Okita Souji lagi ku akan sangat senang" ucap ksatria pedang pertama di Citadel ini.
"Un, yang pasti nanti akan ada yang membantu memasak dan juga agar ku berhenti memecahkan piring lagi" ucap ksatria pedang kedua di Citadel. "Dan yang jelas, nantinya akan ada yang menjaga Aruji-sama selama kita ada di medan perang" sambung ksatria pedang ketiga yang telah menjadi tangan kananku.
Namun mendengar percakapan dan pengakuan mereka membuatku merasa bersalah, dan seingatku ada satu lagi pedang milik Okita Souji yang dibawa ayahku.
'Hilangkah ???'
*****
Tepat tengah malam sesudah para ksatria pedang tidur, diriku pergi diam-diam untuk kembali ke duniaku terutama rumahku. Debu, itu hal pertama yang ku temui.
Mencari pada tiap sudut ruangan untuk mencari satu pedang itu. Namun saat ku sedang sibuk mencari, sejenak ku mengingat masa laluku melalui sebuah foto yang masih terpajang di kamarku dan sedang dilatih menggunakan pedang uchigatana yang sudah berubah menjadi seorang ksatria.
'Ketemu !!!' batinku saat melihat pedang bergagang biru yang seperti pasangan dari pedang yang kupakai. Diriku pun langsung mengingat letak dimana ayah biasa meletakkannnya.
Tiap ruangan telah ku telusuri, namun ada hal mengganjal di gudang atas rumahku ini. Seperti tercium bau bangkai yang sudah lama membusuk.
Saat ku buka dan ku telusuri, diriku terpaku pada sosok tulang belulang manusia dengan pedang yang sama dengan ayahku pakai di foto tadi. Tubuhku bergetar dan pelupuk mataku menahan tangis, namun mataku menangkap satu surat yang berada tak jauh dari tulang itu.
Saat kubaca, semuanya terasa berbeda. Karena saat ku telah memutuskan keluar dari onmyouji dan memilih menjadi saniwa, ternyata rumah ini diserang dan ayah berusaha melindungi pedang yang belum bisa kujadikan sebagai ksatria.
Diriku tak tega memisahkan pedang itu dengan tangan ayah. Diriku hanya bisa menangis, hingga seseorang menepuk pundakku. Saat diriku menoleh, ternyata Kashuu yang menatapku.
Diriku tak mampu berkata ataupun melakukan apapun. Diriku hanya bisa menarik tangan Kashuu, lalu memeluknya erat dan menangis dalam pelukannya, mengeluarkan semua emosiku atas apa yang terjadi pada ayahku.
Kashuu membalas pelukanku dan mengusap suraiku pelan-pelan. "Tenanglah Aruji-sama, akan kupastikan ini tidak terjadi lagi" bisik Kashuu yang membuatku mencengkram pakaian perangnya dan memukul dada bidangnya pelan.
Diriku sangat tak menyangka jika hal ini akan terjadi padaku. Dan Kashuu membiarkanku dan terus memperlakukanku seperti ini hingga diriku tenang.
****
Butuh waktu lama agar diriku tenang, namun berkat Kashuu, diriku tidak begitu merasa kesepian dan kehilangan. Perlahan diriku mulai menatap Kashuu yang sedang menatap lurus pada tulang belulang ayahku dengan tatapan tajam dan hawa yang ingin membunuh orang yang telah melakukan ini pada ayahku.
"Kashuu..." panggilku, namun yang dipanggil tetap pada arah pandangannya. Tanganku bergerak menyentuh pipi nya dan mengarahkan tatapannya pada diriku.
"Tak apa, lagipula yang terpenting adalah pedangnya" ucapku pelan sambil menahan rasa perih dihatiku. Tatapan Kashuu tidak berubah walaupun ia telah melepaskan pelukannya dari diriku.
Diriku langsung bergerak mengambil pedang dan sarungnya pelan-pelan. "Maaf ayah, ku sudah tidak pulang selama ini dan akan ku urus pemakamanmu" ucapku dengan sedikit isakan tangis.
Setelah mengambil pedangnya, diriku langsung menarik tangan Kashuu dan kembali ke Citadel.
****
"Aruji-sama, Anda darimana saja !!!" tanya kedua ksatria pedang dihadapanku ini dengan nada khawatir. Dengan segera diriku menyembunyikan semua hal yang ku lihat tadi. "Dari kembali ke dunia ku untuk ini" ucapku sambil menunjukkan sebilah pedang yang ku genggam.
"Yosshh !!! Akhirnya kita punya saudara lagi !!!" ucap Imanotsurugi dengan amat senang. "Lain kali jika ada apa-apa bilang pada kami dahulu, Aruji-sama" sambung Hasebe.
Diriku hanya tersenyum mendengar perkataan mereka yang selalu khawatir padaku. Namun, kulirik tatapan Kashuu sedikit berubah. "Um.. Kashuu, bisa bantu diriku sebentar untuk mengurus pedang ini ?" tanyaku dengan lembut. "Baiklah, Aruji-sama" ucapnya.
"Maaf ya, ku akan mengurus pedang ini dulu" ucapku yang kemudian ke tempat khusus itu dan diikuti oleh Kashuu.
Sesampainya di tempat itu, diriku meletakkan pedang pada tempat yang telah disediakan kemudian kembali menatap Kashuu. Tatapan Kashuu tetap tidak berubah walaupun tuannya sendiri sudah merasa sedikit lebih baik.
Entah mengapa, tanganku bergerak dengan sendirinya untuk menangkup sisi kiri wajah Kashuu dan menaruh tanganku di bahunya. Dan dengan perlahan diriku bergerak mendekat, menghapus jarak yang ada hingga pada akhirnya diriku mencium lembut bibir ksatria pedang pertamaku ini.
Jujur saja, ini adalah ciuman pertamaku dan diriku tidak mengetahui mengapa diriku bergerak dengan sendirinya. Kashuu terlihat sedikit terkejut, namun bisa kurasakan bahwa ia mengerti tujuanku melakukannya.
Kashuu melingkarkan tangannya dipinggangku dan mulai membalas ciumanku perlahan kemudian mengakhirinya. "Maafkan aku Aruji-sama hingga membuat Anda melakukan ini" ucapnya dengan rona merah tipis yang membuatku gemas.
"Tidak apa-apa, lagipula diriku tidak ingin melihat tatapan seperti itu dari ksatria pedangku kecuali jika pada para pasukan pengubah sejarah. Dan sekarang, kau berganti pakaian kemudian beristirahatlah dan biarkan ini jadi rahasia kita ya, Kashuu" ucapku lembut sambil menaruh tanganku pada kerah blazer ksatria pedang ini dan menatapnya lekat. "Baik" jawabnya dengan sedikit helaan nafas lelah, lalu ia menggenggam tanganku sebentar kemudian melenggang pergi. Hal itu membuatku sadar jika pedang satu ini juga menjadi saksi hal tersebut.
*****
Sudah satu tahun lamanya semenjak Kashuu dan Yasusada dekat, baik diriku maupun Kashuu tak ingin membuka ingatan yang terjadi di rumah lamaku. Lalu tak lupa pula, kehadiran ksatria pedang yang semakin bertambah setiap pulang dari pertarungan membuatku harus ekstra mengatur segala dengan Hasebe.
"Permisi, Aruji-sama"
Ucapan itu membuyarkan konsentrasiku dan mendapati pria bersurai biru laut terdalam dihadapanku. "Iya, Yasusada ?" tanyaku ramah dan selalu mengukir senyuman.
"Maaf jika saya mengganggu Anda, tapi ijinkan saya untuk pergi menjelajah waktu agar semakin kuat" ucapnya dengan tatapan penuh harapan. Berpikir panjang itulah yang sedang ku lakukan, mengingat Kashuu sangat dekat dengan pria satu ini. Namun mengingat tekadnya yang ingin menjadi semakin kuat secara tersirat, membuatku teringat saat kecil ku berhasil mendapat beasiswa bersekolah di luar negeri dan berhasil menjadi lulusan terbaik.
"Baiklah, ku ijinkan" ucapku yang disambut tatapan tak percaya dari pria satu ini. "Um ! Tapi jangan lupa untuk pulang ya" ucapku dengan senyuman tulus dan sedikit tak rela jika ksatria pedang yang satu ini ingin mengembara ruang waktu.
"Terima kasih banyak, Aruji-sama !!!" ucapnya dengan penuh semangat dan meninggalkan kamarku setelah memberi hormat yang kubalas dengan pelukan lalu menatapnya yang pergi dari kamarku. Setelah ku merasa jika Yasusada sudah pergi, barulah ku merasa jika Citadel ini terasa sepi lagi.
*****
Setahun sudah Yasusada pergi dan Kashuu berubah menjadi sedikit murung, namun hal itu berubah tiap ia ku perintahkan untuk menjadi pengawas ksatria pedang baru atau istilahnya pendatang baru. Dan ini ku lakukan karena Hasebe memberiku banyak kertas berisi dokumen laporan dari pertarungan antara para ksatria pedang dengan pasukan pengulang sejarah.
'Kashuu, ku harap kau tetap tersenyum dan tidak murung lagi karena kepergian Yasusada untuk beberapa tahun kedepan'
Batinku. Kemudian diriku sadar sesuatu dan membuat diriku berlari ke kamar milik Kashuu, Mikazuki, Kogitsunemaru, Imanotsurugi, Iwatooshi, dan Ishikirimaru untuk segera berganti pakaian dan pergi bersamaku untuk perang.
*****
Sesampainya di medan perang, Kashuu berdiri di sisiku sebagai tangan kananku lalu kami mengatur dari arah mana kami akan mengepung pasukan sejarah itu. Ya walaupun jumlah mereka lebih banyak, tapi setidaknya kehadiranku bisa sedikit membantu mereka.
"Aku dan Kashuu akan mengamankan ayah, maksudku Okita Kitamura dan sisanya bersembunyi pada sisi utara dan tenggara hutan dekat rumah ini. Lalu Konnosuke, laporkan padaku jika terjadi sesuatu pada mereka" ucapku dan dijawab serempak oleh mereka. Dan diriku beserta Kashuu mulai menjalankan tugas untuk mengawasi ayahku sendiri dan menyaksikan kembali kematian ayahku.
Dapat kulihat, para anggota militer pemerintah negara ini mengepung ayahku di rumah. Dengan cekatan, ayahku mampu melumpuhkan mereka satu persatu dan ayahku mencoba melarikan diri. Bersembunyi di gudang atas.
Saat disana, pasukan pengulang sejarah telah turut mengepung ayahku. Diriku tak bisa tinggal diam, dan keluar dari persembunyian lalu menebas pasukan itu satu persatu yang dibantu oleh Kashuu.
Pria paruh baya itu pun langsung membantuku walaupun ia tak tahu apapun. Disalah satu sisiku terasa amat senang, karena bisa melindungi ayah walaupun bukan dari pemerintah.
Berkat bantuan ayah, pasukan sejarah tak butuh waktu lama untuk dilumpuhkan. "Apa nona baik-baik saja ?" tanya ayahku tanpa ragu. "Ah, iya... Saya baik-baik saja" ucapku dengan penuh rasa sayang pada ayahku ini dan berusaha menyembunyikan semua rasa sedihku.
"Nona mirip sekali dengan anak gadis saya yang telah lama pergi menjadi seorang saniwa dan hingga sekarang belum kembali" ucapnya dengan senyuman tulus yang membuat hatiku seperti ditikam. Tanganku serasa digenggam oleh tangan seseorang dan kulirik itu adalah tangan Kashuu.
"Dia pasti sangat senang jika bertemu Anda" ucapku sambil tersenyum. "Jika saya bisa bertemu dengannya, akan saya berikan pedang ini padanya dan akan saya biarkan dia melindungi semua orang. Namun saya ingin memeluk putri saya jika saya bisa bertemu dengannya" ucap pria paruh baya itu dengan senyuman tulus yang terukir di wajahnya.
Tak lama kemudian pintu ini di dobrak. "Nona, cepat pergi dari sini !" ucap pria itu sambil mendorongku beserta Kashuu untuk melompat dari jendela. "Bagaimana dengan Anda !" ucapku dengan penuh emosi.
"Saya akan tetap disini, karena pedang ini harus sampai ditangan anak saya walaupun saya harus mati" ucapnya dengan senyuman yang belum luntur. Dan diriku tak bisa menolak perkataannya untuk pergi.
*****
"Aruji !!!! Iwatooshi terluka"
Ucapan serigala itu membuatku dan Kashuu buru-buru menuju lokasi yang kemudian mendapati Iwatooshi terluka lumayan parah. "Kashuu ! Selesaikan cepat ! Imanotsurugi, Ishikiri ! Bantu aku menopang Iwatooshi" perintahku sambil menopang tubuh Iwatooshi yang lemas karena darah terus mengalir dan memindahkannya pada Ishikiri.
Lalu diriku dan Imanotsurugi membuka jalan dengan bertarung dengan pasukan pengulang sejarah. Karena diriku telah termakan emosi, membunuh itu hal yang mudah.
*****
Sesampainya di Citadel, Ishikiri dibantu oleh Ichigo membawa Iwatooshi ke ruang kesehatan. Dan diriku menyusul di belakang dengan langkah lebar.
Dan setelah sampai, diriku langsung meminta mereka berdua meninggalkan ku berdua dengan Iwatooshi yang terluka parah. Sudah banyak kertas dan mantra yang sudah ku berikan pada Iwatooshi.
Terengah-engah dan lemas, itulah yang terjadi padaku sekarang. Namun itu tak jadi Yang ada di pikiran ku adalah, apa lawan sekuat itu hingga Iwatooshi yang kekar dan kuat itu bisa seperti ini. Setelah beristirahat sebentar, diriku memindahkan Iwatooshi ke kamar khusus dan memberi tanda jika Iwatooshi belum bisa dikunjungi oleh siapapun.
****
"Aruji !!!"
Panggilan itu membuatku berhenti. Lalu, tangan lentik menggenggam lenganku perlahan.
"Huh ?" ucapku lemah. "Anda pucat sekali" ucap Kashuu dengan sangat khawatir dan disambut dengan tatapan ksatria pedang yang lain yang mengelilingiku. Diriku pun menggeleng sebagai jawaban.
"Iwatooshi masih perlu perawatan yang lebih dan kondisinya masih koma. Ku harap kalian sabar menunggunya hingga bisa dikunjungi" jelasku sambil melepaskan genggaman tangan Kashuu perlahan dan setelah itu diriku lanjut berjalan menyusuri labirin Citadel ini hingga sampai di kamarku sendiri.
Menyendiri sambil memulihkan tenaga serta kesehatanku itu tidak salah bukan ? Walaupun ku tahu itu hanya akan membuat ksatria pedangku khawatir, namun itu bukan masalah karena ku akan keluar sesekali untuk menjaga Iwatooshi.
Setiap kali ku datang dan memastikan kondisi Iwatooshi, pemikiranku semakin kacau namun bagaimanapun ku harus bisa berpikir positif demi semua orang di dunia ini. Jika tidak, bisa saja ku lengah dan tidak memperhatikan pasukan pengulang sejarah yang tengah beraksi.
****
Hari demi hari pun berlalu, namun Iwatooshi belum kembali dari koma dan ksatria yang lain secara bergiliran datang menemuiku untuk menanyakan Iwatooshi. Saat ini, tubuh Iwatooshi dingin bercampur hangat dengan wajah yang perlahan memucat.
'Sial !!!"
Umpatku dalam hati. Ku tidak ingin membuat yang lain bersedih hanya karena diriku gagal menyelamatkan salah satu ksatria pedang ini.
Tanpa pikir panjang, diriku langsung mencium bibir Iwatooshi yang dingin nan pucat itu untuk memindahkan sedikit energi kehidupan milikku ke dirinya. Setelah itu perlahan ku lepas ciuman itu sambil menatap Iwatooshi yang masih tertidur dari jarak dekat sambil berharap ia sadar.
Harapan kian pudar dariku saat melihat Iwatooshi belum sadar juga. Hingga akhirnya diriku memutuskan untuk menjaga Iwatooshi langsung di ruangan ini.
*****
"Hm....h.."
Diriku merenggangkan tubuh dan membuka mata perlahan.
"Eh !? Ini !!?"
Panikku saat melihat diriku berada di kamarku sendiri. Dengan segera ku berlari menuju ruang kesehatan untuk memastikan Iwatooshi sudah sadar.
"Aruji , kemari ! Mitsutada sudah membuatkan sup miso dan ikan bakar"
Ucapan itu membuatku berhenti dan berbalik arah yang kemudian mendapati sosok kekar dengan senyuman yang ku kenal. Diriku sangat terkejut akan hal itu dan langsung berlari lalu memeluknya erat.
"Syukurlah syukurlah !!!" ucapku sambil menangis bahagia. Tunggu, pelukan Iwatooshi... Bahaya !!!!
Diriku melepas pelukan dengan segera dan langsung duduk di tempatku. Sesasaat kemudian, mitsutsada menyajikan makanannya.
"Maaf..." satu kata itu keluar secara tak langsung dari mulutku sambil menunduk. Diriku tak berani menatap mereka.
"Maaf selama ini diriku telah merepotkan kalian... Kalian mempertaruhkan diri di medan perang hanya demi melaksanakan perintah dari gadis bodoh yang tak bisa berbuat apapun..." perlahan air mata mengalir dari mata dan menuruni pipiku. "Bahkan... Ku hanya bisa membuat kalian terus menerus khawatir... Ku bahkan tidak bisa menjadi tuan yang bisa kalian banggakan... Gelar Aruji sudah tidak layak untukku... Aku hanya saniwa yang bodoh" ucapku sambil mengeluarkan semua perasaan yang ku pendam selama ini.
Mungkin pengalamanku sedari Citadel ini masih nol hingga sekarang tak mampu membuat ksatria pedangku ini merasa bahagia. Mereka hanya kesulitan saat bersamaku.
"Aruji ini bicara apa ?"
Deg !
Hanya kepalan tangan yang bisa ku lakukan. Bersiap jika salah satu dari mereka mengeluarkan keluh kesah mereka.
Sebuah tangan melingkar di leherku dan membawaku dalam pelukannya. "Aruji.... Apa Anda sedang merasa tertekan atas kejadian beberapa hari yang lalu saat Iwatooshi terluka ?" ucap seorang ksatria pedang yang sangat ku kenal.
"Kashuu..."
"Hahahaha... Perintah Aruji memang sudah seharusnya kami lakukan dengan sebaik mungkin walau harus mengorbankan nyawa kami sekaligus" ucap ksatria pedang tua itu.
"Mikazuki..."
"Dan juga Aruji tidak seharusnya menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpa kami, benar bukan Kane-san ?" ucap ksatria pedang dengan tindik merah.
"Horikawa..."
"Iya, memang benar. Selain itu kami juga berhutang budi atas wujud yang telah Aruji berikan" ucap ksatria pedang bersurai hitam panjang seperti 'duta shampoo'
"Izuminokami..."
"Dan Kashuu mau sampai kapan kau memeluk Aruji seperti itu !!!" amuk ksatria pedang yang merupakan tangan kananku. Sweatdrop, itulah ekspresiku setelah mendengar perkataan Hasebe.
"Oh, Aruji sangat hangat dan cocok dengan musim gugur ini" jawab Kashuu santai. "Sudah musim gugur ya... Yosh ! Mari kita buat perayaan kecil untuk menyambut pulihnya Iwatooshi pada kita !!!" ucapku semangat sambil melepas pelukan dari Kashuu."Siap !!!!" jawab semua ksatria pedang dengan semangat dan serempak.
*****
Seusai sarapan, diriku beserta para ksatria pedang yang lain mulai melakukan berbagai persiapan terutama Iwatooshi dan Imanotsurugi yang sangat antusias mendengarnya. Diriki membantu keluarga Toushiro ini untuk membuat hiasan atau pernak-pernik yang digunakan untuk mempercantik perayaan nanti, mulai dari origami sampai manik-manik serta cangkang kerang turut hadir sebagai hiasan tersebut.
Cukup sulit membuatnya, namun berkat ketrampilanku saat masih di dunia ku membuatku sedikit bisa mengikuti arahan dari Ichigo. Walaupun beberapa kali salah.
"Seperti ini ?" tanyaku untuk memastikan apa yang kubuat ini sudah benar atau tidak. "Wah, itu sangat bagus Aruji-sama " puji ksatria pedang bersurai hijau tosca. Diriku menghela nafas lega setelah sembilan puluh sembilan kali salah.
"Aruji lelah ?" tanya Yagen. "A ah tidak, kok tidak" ucapku sambil tersenyum.
Namun ada yang aneh, sebuah kardus jeruk tiba-tiba berjalan dan ini mirip dengan kekuatan aneh dari seseorang yang pernah ku temui yang memiliki julukan 'Shirotsuki Mao-sama'. "I itu..." ucapku sambil menunjuk kardus tersebut.
Namazuo dengan berani mendekat dan membuka kardus tersebut. Tawa, itulah hal pertama yang ku dengar. "Aruji takut dengan macan milik Gokotai ya" ucap Namazuo sambil tertawa singkat. "Eh ? Macan ?" ucapku polos sambil mengingat-ingat.
"Aruji sangat cantik ya dengan ekspresi itu" puji Akita yang tak kalah polosnya dariku. "Ichi-nii menikahlah dengan Aruji " ucap Midare dengan santai dan sangat memohon. Lalu disaat itu pula diriku masih mengingat-ingat tentang Gokotai.
"Pedang tidak mungkin menikahi manusia, Midare" ucap Yagen dengan serius namun tatapannya masih menjurus pada hiasan yang ia buat. "Um... Lupakan lagipula macan itu lebih imut" ucapku sambil berjalan ke anak macan putih itu lalu menggendong dan mengelus rambutnya yang sangat halus.
"Eh ? Kalian kenapa ?" tanyaku setelah merasa di perhatikan oleh para adik dari keluarga Toushiro ini. "Aruji , menikahlah dengan Ichi-nii " rengek Akita yang membuatku membatu sesaat.
"Akita, jangan begitu pada Aruji " tegur sang kakak tertua. "L-lagipula umurku masih 18 tahun, belum bisa menikah dan ku belum bisa berfikir hingga ke arah itu" elakku sambil terbata-bata dan berusaha agar tidak menyakiti hati para Toushiro ini.
*****
Semua persiapan telah selesai, kini saatnya malam perayaan. Diriku hanya memakai pakaian seperti dress kuno yang hampir berwujud seperti yukata berwarna merah darah yang berhiaskan bunga sakura di beberapa bagian dan juga sepatu boots high heels hitam melekat pada kaki jenjangku.
"Permisi, Aruji bisa saya bantu ?"
Suara itu membuatku sedikit terkejut dan menghampiri sumber suara itu. "Wah !!!! Aruji cantik sekali !!!" puji Midare sambil berkaca-kaca. "Aruji, boleh kami membantu bersiap ?" tanya Kogitsunemaru sambil tersenyum ramah.
"Boleh, mari masuk" ucapku sambil berjalan ke meja rias sembari diikuti oleh tiga ksatria pedang di belakangku. Sesampainya disana, diriku duduk lalu Kogitsunemaru mulai menyisir rambutku, Midare menambah make up tipis, lalu Kashuu mewarnai kuku ku dengan warna yang senada dengan pakaian yang ku kenakan.
"Terima kasih banyak ya, Kogitsunemaru, Midare, Kashuu. Tanpa kalian, mungkin ku akan sangat lama dan kesulitan untuk bersiap" ucapku dan memberikan senyuman tipis. "Bukan masalah Aruji, justru ini adalah suatu kehormatan bisa menata rambut Aruji. Karena seorang pria akan merasa sangat terhormat jika bisa melayani seorang wanita" ucap Kogitsunemaru yang membuatku blushing.
"Eh ? Aruji sakit ?" tanya Midare dengan sangat khawatir. "T-tidak kok, tidak" elakku yang terus berusaha menyembunyikan rona merah ini.
*****
Setelah selesai bersiap, diriku berangkat ke lokasi bersama tiga ksatria pedang yang sedari tadi membantuku bersiap. Sesampainya disana, diriku langsung menggandeng tangan Iwatooshi.
"Sudah baikan ?" tanyaku. "Woaaahhh !!!! Aruji cantik sekali malam ini" puji seluruh ksatria pedang milikku, namun itu membuatku sedikit malu mengingat jika diriku satu-satunya perempuan disini.
Kashuu dengan ekspresinya yang normal, mengarahkan para ksatria pedang lainnya untuk bersikap biasa saja. Dan barulah dalam perayaan itu, diriku menghabiskan waktu bersama Iwatooshi.
Mulai dari lomba makan, adu kekuatan, dan diriku hanya menonton saja. Tentu jelas alasannya, karena mereka lebih kuat dariku terutama saat Iwatooshi yang bertubuh kekar itu adu kekuatan dengan Tonbokiri. Mungkin jika Tonbokiri adalah diriku, diriku sudah hancur seperti kripik singkong yang hancur karena tekanan kuat.Membayangkannya saja sudah membuatku sweatdrop tidak jelas.
"Mau berjalan-jalan denganku dulu, Aruji-sama ?"
Diriku segera berbalik dan menemukan seorang ksatria bersurai ungu panjang. "Jangan mengejutkanku begitu, Hachisuka" ucapku sambil mengelus dada. "Maaf Aruji-sama apabila saya mengejutkan Aruji " ucapnya sambil membungkuk hormat. "Tidak, terima kasih. Malam ini khusus untuk merayakan Iwatooshi, jadi untuk sementara ku akan disisi Iwatooshi. Lalu, esok baru diriku akan mulai disisi kalian lagi seperti biasanya" tolakku dengan halus.
Tak lama kemudian, Iwatooshi berjalan kearahku dan tiba-tiba menggendongku lalu mendudukkanku di pundaknya. Seram memang, mengingat tubuhku seperti sebatang ranting yang diangkat oleh raksasa.
"Aruji, sekarang buka mata Aruji"
Sesuai dengan perkataan tersebut, diriku membuka mata dan disambut dengan kembang api yang menandakan bahwa perayaan itu sudah selesai. "Terima kasih banyak" gumamku dan tanganku tergerak untuk mengelus surai Iwatooshi. Namun saat Iwatooshi menurunkanku, perasaanku sangat bahagia dan membuatku menangis.
Sebuah tangisan bahagia yang hanya ku mengerti sebagai seorang saniwa. Bertarung, tertawa, sedih, senang ku lalui bersama mereka dan mereka selalu mencoba untuk menjalankan perintahku dengan baik. Namun tetap ada kekurangan, satu ksatria pedang yang masih mengelana yang tak ku ketahui kapan ia pulang.
*****
Keesokan harinya, diriku dibangunkan oleh Hasebe dengan banyak kertas di mejaku. "Sebagian laporan sudah saya bantu selesaikan dan sisanya saya tidak mengerti. Jadi, saya menyarankan agar Aruji tetap disini hingga kertas laporan ini selesai" ucap Hasebe yang membuatku kembali menarik selimut.
"Aruji-sama !? "
"Iya-iya, akan ku selesaikan setelah hibernasi" ucapku sambil berjalan ke meja untuk menyelesaikan beberapa lembar saja kemudian mandi, sarapan dan melanjutkan pekerjaan ini lagi.
Kashuu dan yang lainnya telah berusaha keras untuk membahagiakanku, bahkan tugas mereka bisa baik tanpaku. Diriku sangat bangga pada kalian, dan diriku juga sangat berhutang budi pada kalian. Diriku berjanji, akan berusaha melindungi kalian apapun yang terjadi walaupun kalian melarangku.
Ku akan mencoba untuk terus bertahan dan tetap kuat seperti kalian, kalian semua yang telah memberikan kekuatan untuk terus menjadi saniwa yang lebih baik. Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top