FUTATSU NO KISEKI
"Semuanya, kita mendapat telah mendapat perintah dari Aruji-sama"
Ya, satu perintah sudah ku kirimkan pada suatu pedang kuno Jepang yang sudah tak bertuan lagi dan diriku pun yang memberikan mereka bentuk seperti manusia umumnya. Rasanya ingin sekali ku bertemu mereka namun...
"Kapan tugas ini selesaii !!!!!!!" teriakku yang mengeluarkan segala kekesalanku selama ini yang membuat Hasebe kembali ke ruanganku dengan wajah khawatir. Terkadang saat ku memandang Hasebe, ku teringat salah satu karakter dari anime sebelah yang mendapat gelar 'Tangan kanan Eichi' dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya dan sikapnya yang terlalu tegas.
"Pffttt......" diriku pun menahan tawa mengingatnya. "Aruji-sama apa Anda baik baik saja ?" tanya nya dengan penuh rasa khawatir.
------------------------------------------------------
FUTATSU NO KISEKI
TOUKEN RANBU
HIGEKIRI HIZAMARU
------------------------------------------------------
Diriku berdeham sebentar agar tak ketahuan jika ku berusaha menahan tawa. "Euhmm... Tidak ada apa-apa kok, Hasebe-kun." jawabku sambil sedikit melupakan hal yang ku bayangkan tadi.
"Bagaimana dengan tugas Aruji ? Apa sudah selesai ?" tanya nya lagi dan sukses membuatku memasang wajah lelah. Helaan nafas kasar keluar begitu saja dari alat pernafasanku. Diriku pun berajak dari singgasana dan berjalan keluar dari ruangan yang selama ini menjadi seperti penjara tersendiri bagiku karena tugas-tugas itu.
"A-a-ah Aruji !!!" panggil lelaki itu setelah ia sadar jika diriku sudah melangkah jauh dari ruangan. Jikapun diriku bilang padanya kalau ku ingin bertemu dengan para ksatria pedangku yang lain, dia takkan mengijinkan ku dan akan selalu menyarankan ku agar selalu menyelesaikan tugas yang banyak itu.
Instingku merasa jika Hasebe semakin dekat, diriku pun berlari sambil melihat kearah belakang. Dan yang benar saja, Hasebe sudah berada dibelakangku dengan jarak yang lumayan jauh. Namun karena diriku tak memperhatikan depan, diriku terpeleset dan menutup mata. Bersiap untuk merasakan sakit karena benturan lantai citadel.
'Huh ? Tidak sakit ?'
Diriku pun membuka mata perlahan dan merasa ada tangan yang melingkar di pinggangku.
"Aruji-sama !"
Suara itu membuatku langsung bersembunyi di balik punggung orang itu dan saat ku lihat pakaiannya.... Itu adalah pakaian perang khas pedang Genji. Diriku tak ingin bicara, cukup diam dibalik punggung itu.
Langkah kaki itupun berhenti. "Aruji, ku mohon jangan bersembunyi" ucap pria itu dengan penuh permohonan. Dan yang benar saja, dua pria dihadapanku juga berbalik ke arahku.
"Wah, akhirnya ku bisa bertemu dengan Aruji-sama. Namaku berasal dari sebutan pemotong leher dengan cepat, dan itu...." ucap lelaki pirang dihadapanku yang lupa namanya sendiri. Helaan nafas pun menyapa pendengaranku. "Maafkan kakakku, Aruji-sama. Namaku adalah Hizamaru, penebas kaki dengan cepat dan ini adalah kakakku, Higekiri" jelas lelaki bersurai hijau polka itu.
Diriku pun menyadari sesuatu dan segera melanjutkan lari. "Senang bertemu dengan kalian berdua, Higekiri-kun dan Hizamaru-kun !" teriakku.
****
Diriku sudah berlari cukup lama dan memutuskan untuk bersembunyi di salah satu kamar milik ksatria pedangku secara acak. Dengan terburu-buru dan nafas yang lelah serta yukata yang membuat suhu tubuhku semakin memanas, diriku menutup pintu dengan cepat sambil berharap jika Hasebe tidak mengikuti ku lagi.
"Aruji-sama ?"
Suara itu membuatku berbalik dan menatap dua ksatria pedang yang memakai yukata merah maron dan biru langit. "Kashuu, Yasusada, jika Hasebe kemari bilang aku tidak kemari kumohon" ucapku seraya memohon kepada dua ksatria pedang dihadapanku ini.
"Baiklah, Aruji-sama" ucap Yasusada dengan senyuman yang membuatku tenang.
Tak lama kemudian, Hasebe datang ke kamar milik dua ksatria ini dan sudah ku tebak jika Kashuu yang mengurus semuanya hingga Hasebe memutuskan untuk pergi ke kamar yang lain. Diriku pun menghela nafas lega sesudahnya.
Yasusada pun memberiku segelas teh hangat dan Kashuu kembali ke tempat duduknya semula. "Lama tak jumpa, Aruji-sama" ucap Yasusada dengan senyuman. "Apa yang membuat Aruji-sama sudah tidak pernah keluar untuk berperang bersama kami semenjak ksatria pedang bertambah ?" tanya Kashuu yang sangat santai namun sekilas terlihat begitu kasihan padaku.
"Hasebe terus menerus menyarankan ku agar ku menyelesaikan tumpukan kertas-kertas yang berisi data dimana pedang yang lain berada dan juga data milik duniaku yang sesungguhnya dan itu tidak selesai-selesai yang membuatku terpenjara dalam ruangan itu" ucapku berapi-api yang membuat Kashuu sweatdrop dan Yasusada kasihan mendengarnya.
"Oh ! Dan ini" ucapku sambil menyerahkan bingkisan kecil ke Yasusada. Yasusada pun menerima dan membuka bingkisan yang ku beri. "Terima kasih, Aruji-sama" ucap Yasusada dengan sangat senang dan menyelipkan jepit rambut yang kuberi di sebelah jepit rambut lamanya yang sudah diperbaiki oleh Kashuu selama ia pergi.
Jangan kira diriku yang dikurung oleh Hasebe ini tidak tahu apapun tentang hal yang terjadi pada citadel ini, karena diriku adalah seorang Saniwa yang memiliki kemampuan untuk melihat apapun yang terjadi baik di masa lalu, masa sekarang, bahkan masa depan. Baik yang dilakukan oleh manusia, pasukan pengubah sejarah, maupun ksatria pedang milikku sendiri.
"Maaf ya Yasusada, karena ku terlambat memberikan hadiah kepulanganmu" ucapku menyesal sambil menatap teh yang belum ku sentuh sama sekali. "Tidak masalah, Aruji-sama. Aruji-sama memberikan ini padaku sudah cukup membuatku senang" ucapnya dengan penuh antusias.
*****
Setelah cukup lama berbincang-bincang dengan Kashuu dan Yasusada, diriku pun mulai kembali mengelilingi citadel secara sembunyi sembunyi sambil berharap tidak bertemu dengan Hasebe itu. Walaupun begitu, ku tahu jika Hasebe ingin diriku segera menyelesaikan tugas itu dan kembali bergabung bersama ksatria pedang seperti dulu.
"Tapi bukan begitu caranya" gumamku.
"Kita bertemu lagi ya, um....."
"Kakak, cobalah untuk mengingatnya. Maafkan kakakku, Aruji-sama" ucap Hizamaru sambil membungkukkan badannya sebentar. "A-ah bukan apa-apa, lagipula itu hanya julukan jadi bukan masalah untukku" ucapku sambil tersenyum.
"Aruji-sama sedang ingin berjalan-jalan ?" tanya Higekiri yang bisa mengingatku dan ku tebak itu hanya bertahan sementara. Akupun menjawab pertanyaannya dengan anggukan kecil dan tanpa sadar tangan ksatria pedang bersurai pirang ini telah menarik tanganku, lalu ia menyesuaikan jalannya dengan iramaku.
"Kakak, jangan sembarangan pada Aruji-sama" protes Hizamaru yang terdengar khawatir dan ragu. "Hm ? Diriku hanya ingin kita berjalan-jalan bersama dengan gadis kecil ini sebelum orang itu datang" balasnya dengan santai dan polos yang membuatku sangat gemas padanya.
Tanpa sadar diriku pun tertawa mendengar dan melihat tingkah mereka. Namun, disisi lain pandanganku berkata lain.
"Higekiri, Hizamaru cepatlah berganti pakaian dan akan ku tunggu di teras depan. Lalu jangan lupa untuk memanggil Kashuu, Yasusada dan Ichigo" ucapku sambil bergegas kembali ke ruanganku untuk berganti pakaianku menjadi pakaian perang.
Setelah itu, diriku pun pergi ke tempat yang dijanjikan dan disambut oleh ksatria pedang yang sudah ku sebutkan namanya. "Senang bertemu dengan Anda, Aruji-sama" ucap Ichigo dengan senyuman yang membuatku sedikit memerah.
Diriku pun bergeleng pelan dan mulai menjelaskan dimana letak para pasukan sejarah melakukan penyerangan kemudian kamipun berangkat.
*****
Pertarungan pertamaku setelah sekian lama akhirnya tiba. Walaupun serangan dilancarkan di hutan belantara seperti ini.
"Hizamaru dan Higekiri bersama denganku, sedangkan Kashuu, Yasusada, Ichigo kalian satu tim dengan Kashuu kaptennya" ucapku tanpa memandang para ksatria pedang dihadapanku, karena pandanganku terfokus pada pasukan pengulang sejarah yang berada di seberang pulau tempat kami berada.
Tanpa basa-basi, kamipun langsung berpencar. Diriku mulai melempar pedang kecil yang berhasil membunuh salah satu pasukan pengubah sejarah itu.
Seakan mengerti seranganku, para pasukan pengubah sejarah yang telah terpencar menjadi dua bagian itu berjalan ke arahku. Diriku terus berlari untuk memancing mereka menjauhi rombongan lainnya dan mengarahkan pada dua ksatria pedang yang sudah menunggu pancinganku.
Sayangnya diriku lengah, diriku terkena serangan dari arah kanan dan terpental ke kiri dengan punggung yang terbentur keras dengan pohon. "Sial..." gumamku setelah jatuh dan mencoba bangkit, namun tubuhku menolak karena rasa sakit yang diakibatkan dari benturan itu.
Slashhhhhh....
Tebasan dua pedang terdengar di telingaku dan tangan yang menyentuh pundakku yang sedikit terbuka akibat benturan keras itu. "Aruji ! Anda baik-baik saja !?" suara yang sedikit berat, sedikit membuat semangatku kembali. "Ah, diriku baik baik saja" jawabku untuk mengurasi rasa khawatir dari Hizamaru.
"Um....." ucap Higekiri yang sepertinya mencoba mengingat sesuatu sambil melihatku. "Ah, Aruji-sama berbohong ya" ucapnya yang telah mengingat siapa diriku. "Kakak" tegur Hizamaru, namun apa mau dikata jika yang Higekiri katakan itu benar. Dan semenjak itu, diriku merasa jika berbohong pada ksatria pedang milikku adalah hal yang percuma. Diriku harus bisa melindungi ksatria pedang milikku juga.
Aku memaksakan diri untuk berdiri dan bertarung bersama kakak beradik ini, walaupun tubuh terus meraung untuk berhenti melakukan pergerakan. Dan yang benar saja, Ootachi lah yang menyambut kebangkitanku.
"Cih..." gumamku kemudian mulai berlari lalu mulai menyerang yang diikuti oleh kakak beradik itu. Tiga lawan satu, namun sekali lagi diriku lengah dan lagi-lagi dua saudara itu yang menghabisinya. Sengaja atau tidak, sedari tadi ku baru menyadari jika kakak beradik ini tidak lengah sedikitpun dan itu membuatku merasa menjadi beban untuk mereka.
Anehnya pada situasi seperti ini, diriku terisak dan kemudian menangis. Benda hangat menyapa pundakku dan menghangatkan sebagian tubuhku yang terbuka. Sebuah aroma menyapa penciumanku yang membuat mataku mencari siapa pemiliknya.
"Jangan menganggap diri tak berguna, um...." ucap Higekiri yang melupakan julukanku lagi. Hizamaru hanya mendengus lelah, "Yang dikatakan kakak itu benar, Aruji-sama. Aruji-sama mempertaruhkan diri untuk memancing mereka kehadapan kami itu sudah sangat membantu" ucapnya.
Saat ku melirik Higekiri, ia tampak tersenyum lembut dengan wajahnya yang polos. Diriku mencoba untuk berdiri, sayangnya diriku kehilangan keseimbangan karena benturan yang kedua lebih keras dan nyaris membuatku merasa jika diriku akan mati.
Hizamaru memegangi tanganku lalu Higekiri menggendongku ala brydal style yang membuatku terkejut. "Ku yakin jika Aruji-sama terus memaksa maka tubuh Aruji-sama akan hancur" ucapnya dengan polos yang entah kenapa membuatku ingin memukulnya.
*****
Sesampainya di Citadel, Yagen langsung mengurusku dan Hasebe sedang mempersiapkan segala nasehatnya yang membuatku harus menuruti nasehatnya itu. Namun disisi lain ku juga merasa senang, karena ku bisa bertarung lagi bersama dengan beberapa ksatria pedang milikku. Walaupun disisi lainnya lagi, diriku khawatir tentang apa yang akan dilakukan oleh Hasebe pada dua ksatria pedang itu.
"Aruji-sama, bagaimana bisa Aruji-sama memiliki luka cukup parah ?" tanya Yagen yang memperhatikan data pengamatannya. "Uhm... Itu karena ku lengah karena sudah lama tak bertarung" jawabku ringan yang membuat Yagen terlihat dingin padaku.
"Maaf" satu kata yang terucap olehku. "Tidak apa-apa, saya akan berusaha mencari dan membuat obat untuk menyembuhkan Anda" ucap Yagen yang sedang mengira-ira untuk obat yang ia perlukan.
"Pasti ada pendarahan dalam bukan, Yagen" tebakku dan membuat ksatria pedang satu ini seperti terkejut dan memilih diam. "Yagen..." panggilku. Ksatria yang ku panggil akhirnya mengiyakan perkataanku.
"Jangan katakan pada yang lain tentang kondisiku, ku tak ingin melihat mereka semua khawatir terutama pada ksatria pedang yang baru saja kutemui, Higekiri dan Hizamaru" ucapku sambil menatap ksatria dihadapanku dengan tatapan yang amat sangat memohon padanya untuk melakukan permintaanku. "Yagen... Kumohon" ucapku yang tanpa sadar sebutir air mata mengalir dari pelupuk mataku dan membuat Yagen menghapusnya. "Baiklah, akan saya lakukan permintaan Aruji-sama" ucapnya dengan tangan masih dipipiku.
Sudah lama diriku tak merasakan disentuh oleh Yagen. Dulu disaat sebelum Hasebe mulai seperti sekarang, ku tidak pernah lengah dan menyerang sesuka hatiku hingga diriku terluka kecil, lalu Yagen lah yang merawat lukaku. Saat ku sakit, Yagen juga yang merawat dan memberiku obat hasil penemuannya. Namun saat Hasebe seperti sekarang, diriku tak pernah sakit sedikitpun bahkan bertarung pun tidak pernah. Sebagai seorang tuan mereka, diriku merasa amat bersalah terutama pada pedang yang baru saja ku temui.
Tak lama kemudian, Yagen mengajariku cara berjalan agar tak nampak mencurigakan diatara para kstaria pedang yang lain. Pintu ruang kesehatan pun tampak digeser oleh seseorang.
"Yagen-san, apa ku boleh masuk ?"
Suara imut-imut yang sangat kusuka, siapa lagi jika bukan Sayo Samonji. "Ah, boleh-boleh ! Kemarilah Sayo-chan" ucapku dengan perasaan yang senang sekali. Ksatria yang ku panggil Sayo pun masuk ke ruangan dan memberiku sebuket bunga.
"Kasumisou" ucapku setelah menerima bunga dari Sayo dan pria kecil dihadapanku hanya memgangguk. "Aruji-sama memiliki hati yang suci, maka itu bunga kasumisou sangat cocok untuk Aruji-sama"
Suara itu membuatku melihat kebelakang Sayo, dan tampaklah kakak beradik yang bersamaku di medan perang sebelumnya. "Maafkan kakakku yang telah bicara tanpa mengucapkan salam, Aruji-sama" ucap Hizamaru sambil membungkuk hormat padaku.
"Jangan banyak pengunjung disini" interupsi Yagen. "Sudahlah Yagen, tak apa, lagipula kita juga harus ikut hadir untuk sarapan bersama" elakku sambil berdiri perlahan dan menggandeng Sayo ke ruang makan yang diikuti oleh dua ksatria pedang kakak beradik itu.
*****
Sesampainya di ruang makan, diriku sangat senang karena Mitsutada menyajikan makanan kesukaanku. Kenapa diriku bisa sangat senang ? Jawabannya cukup mudah. Karena Hasebe selalu memberiku makanan bersayur baik lauknya bahkan jus nya pun dari sayur, sungguh menyiksaku. Kali ini ku harus berterima kasih pada beberapa ksatria pedangku yang sudah memberiku perhatian lebih dan meyakinkan Hasebe agar diriku tidak diperlakukan seperti itu lagi.
Saat gigitan pertama, pedasnya wasabi, gurihnya kecap asin dan lembutnya daging ikan segar serta letupan kecil dari telur ikan ini menyapa lidahku. "Aruji-sama terlihat senang sekali ya, padahal hanya sashimi saja" ucap Tsurumaru yang tanpa ku sadari sudah memperhatikanku sedari awal kedatanganku hingga detik ini.
"Biarkan !!!" elakku sambil menikmati sashimi yang terus beradu dengan lidahku. "Memangnya apa yang kau lakukan padanya, Hasebe ?" tanya pria bermanik rembulan sabit itu sesudah meneguk teh yang dibuat oleh Kogitsunemaru.
"Diriku tidak melakukan apapun selain menasehati Aruji-sama dan juga melaporkan pada Aruji-sama tentang yang terjadi di Citadel ini" jelas Hasebe. "Tapi Aruji-sama tampak seperti tidak makan bertahun-tahun" sambung Tsurumaru.
Ksatria pedangku memberikan tatapan horor pada Hasebe dan pria yang ditatap hanya diam saja, kecuali Higekiri dan Hizamaru yang memilih untuk tidak ikut campur. "Sudah sudah, tidak masalah kok" ucapku sambil tertawa hambar.
*****
Sarapan berlangsung dengan penuh canda tawa dan setelahnya, diriku meminta ksatria pedang milik klan Genji ini untuk menemaniku berjalan-jalan. Namun diriku tertuju pada pohon sakura besar yang dulu menjadi tempatku berpindah dari duniaku ke ruang distorsi waktu ini.
"Ahh bunganya sangat indah ya"
Diriku pun berbalik menatap ksatria pedang berambut pirang ini dengan senyuman. "Um" jawabku sambil kembali menatap bunga sakura itu. "Ku ingin melihatnya terus" sambungku.
"Aruji, apa Anda baik-baik saja ?" tanya Hizamaru. Perlahan diriku terduduk di hadapan bunga sakura ini dengan kepala yang semakin lama semakin menunduk. "Apa Aruji ingin ku ambilkan bunga nya ?" ucap Higekiri dengan santai. "Kakak !!!" tegur Hizamaru.
"Bisakah ku melihatnya terus... Bersanding dengan bunga kasumisou" ucapku lirih. "Aruji !!" tegur Hizamaru yang tangannya berada di pundakku. "Aruji, apa yang Aruji maksud ?" tanya Hizamaru perlahan sambil menyelipkan suraiku di telinga.
"Aruji akan meninggalkan kita" ucap Higekiri yang tiba-tiba berbaring di pahaku dan menatapku dengan senyuman. "Kakak ! Jangan sembarangan seperti itu !" tegur Hizamaru. Diriku hanya bisa membendung air mata yang terus mendesak sambil mengelus surai Higekiri perlahan.
Hal ini mengingatkanku saat Citadel hanya dihuni olehku dan Kashuu. Saat diatas atap Citadel dan menatap bulan, Kashuu tiba-tiba tertidur dan jatuh di pangkuanku.
"Ah, kemungkinan ku tak akan lama disini" ucapku dengan jujur dan menatap Hizamaru. "Benturan yang kemarin membuatku mengalami pendarahan dalam dan Yagen sedang mencari obatnya" sambungku sambil mengelus pipi Hizamaru.
Tanganku kembali terdiam dan kepalaku kembali menengadah, melihat kelopak bunga sakura yang terbang terbawa sang angin. "Semoga saat kepergianku tidak akan terasa menyakitkan sedikitpun dan ku mohon pada kalian... Rahasiakan ini dari yang lainnya. Ku tidak ingin mereka semua khawatir dan tidak fokus saat bertarung" ucapku dan di setujui oleh dua ksatria pedang ini.
*****
Setengah bulan lamanya, Yagen pun belum bisa menemukan obatnya. Diriku terkadang batuk darah karena pendarahan dalam ini, namun berhasil ku sembunyikan dari ksatria pedangku.
"Semuanya, mari kita lakukan sesuatu yang menyenangkan" ucapku saat sesudah sarapan dan diriku memanfaatkan momen dimana para ksatria pedangku utuh di Citadel ini, mengingat usiaku tak lama lagi.
"Bukankah kita selalu melakukan hal yang menyenangkan, Aruji ?" ucap pria kecil bersurai pink. "Tapi ku ingin sesuatu yang berbeda, Akita-chan" balasku dengan senyuman rapuh, namun ku tak tahu mereka sadar atau tidak kecuali Yagen, Higekiri, Hizamaru.
"Baiklah, kalau begitu kita adakan kontes memasak, makan, dan arak-arakan" usul Tsurumaru. "Huaaahh ku suka itu !!! Mari kita lakukan !!! Aruji !!!" ucap Maeda. "Um, kita lakukan" ucapku yang menyetujui perkataan mereka.
Setelah sarapan ini, mereka langsung bergotong royong membuat stand dan memikirkan makanan apa yang akan di daftarkan untuk lomba beserta hadiahnya. "Ada yang bisa ku bantu ?" tanyaku pada para ksatria pedang yang setinggi anak-anak kelas 3 sekolah dasar.
"Um... Tidak ada" ucap Akita dengan riang. Dan itu membuatku merasakan perbedaan antara saat ini dengan saat perayaan pulihnya Iwatooshi. Saat ini ku merasa sangat tidak berguna, bahkan rasanya seperti hanya angin lalu.
Setelah itu diriku berkeliling untuk menanyakan hal yang sama dengan sebelumnya, namun mereka semua tak membutuhkan bantuanku jadi diriku memutuskan kembali ke kamar. Namun saat berjalan untuk kembali ke kamar, seperti ada ribuan kunang-kunang yang menghadang jalanku dan setelahnya…
Gelap
Satu kata itu menggambarkan apa yang kurasakan saat ini. Sesaat kemudian, barulah ku membuka mata disertai rasa nyeri yang lebih menyakitkan di perutku.
"Tadi itu bahaya lho, um....
"Kakak, cobalah untuk ingat Aruji"
Kedua percakapan itu membuatku mengingat tentang dua ksatria pedang itu. "Higekiri... Hizamaru... ?" panggilku dengan pandangan yang masih sedikit buram. "Iya, Aruji-sama ? Apa ada yang bisa saya bantu ?" tanya Hizamaru dengan sangat sopan.
Diriku mencoba untuk duduk, dan Hizamaru dengan sigap membantuku. "Yagen... Apa ia sudah tahu ?" tanyaku sambil menahan rasa pusing ini. "Dia tadi kemari dan sekarang sedang mengambil peralatannya diam-diam" jelas Higekiri.
Setelah itu, hanya hening yang tercipta diantara kami bertiga. "Apa klan Genji sekuat pedang nya ?" tanyaku membuka suara dan mencari topik. "Yaaa~ klan Genji memang sangat kuat,dan.... Hidup Klan Genji !!!" ucap Higekiri dengan santai dan berekspresi polos seperti anak kecil. "Kakak, jangan katakan itu di depan Aruji " tegur Hizamaru. Diriku hanya tertawa mendengarnya.
Hingga suara tatami terbuka itu menginterupsi semuanya.
"Yagen ?"
Hizamaru pun bangkit untuk memastikan siapa itu. "Tenang saja, kami akan melindungi Aruji disini" ucap Higekiri dengan sebuah senyuman yang menenangkan hatiku.
"Kalian berdua memang seperti keajaiban bagiku, ya" ucapku dengan senyuman penuh yang terukir di bibirku.
Dehaman dari seseorang membuatku sedikit terkejut. "Senyum Aruji sangat manis, ya" puji Hasebe. Diriku sedikit tersipu mendengar pujian dari tangan kananku itu.
"Apa terjadi sesuatu, Hasebe ?" tanyaku dan memb uat Hasebe membuat gelagat yang tidak biasa. Diriku mentap Hizamaru untuk meminta keterangan, namun pria itu hanya bergeleng kecil dan duduk di sebelah kakaknya.
"Hasebe ?" tatapku penasaran. "Itu... Para ksatria pedang terutama para tantou kecuali Yagen, memaksa Anda untuk menikah dengan tachi, wakizashi, uchigatana, dan yari " jelas Hasebe dengan semburat rona merah di pipinya.
"HEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
******
K
eesokan harinya, diriku memilih berdiam diri atau lebih tepatnya mengurung diri untuk beberapa waktu yang dikarenakan oleh Yagen yang melarangku tidak beraktifitas terlebih dahulu dan ditambah lagi pernyataan Hasebe kemarin. Namun diriku juga kesal karena semalam tidak dibangunkan untuk acara yang sudah disiapkan.
"Beruntunglah diriku sabar" ucapku sambil menulis dan memeriksa laporan dari para ksatria pedang yang selesai bertugas. Sakit ataupun tidak, ku tetap mengerjakan ini agar Hasebe tak curiga namun disisi lain ku masih bingung dengan apa yang ada dipikiran para tantou itu.
Yah, mungkin tampangku sekarang seperti dukun yang komat-kamit merapalkan mantra walaupun asliny diriku terus bergumam tentang hal yang menimpaku. Ditambah dengan kembali memakan serba sayur, seperti orang diet atau lebih tepatnya vegetarian.
"Huh... Ayah... Mengapa ini pada akhirnya membuatku pusing" ucapku yang mengacak rambutku hingga seperti singa yang bangun dari tidurnya. "Tenang (Y/N) tenang, tenang..." gumamku.
*****
Keesokan harinya akhirnya diriku bebas dan tak lama lagi Yagen akan mengoperasi diriku untuk menjahit organku yang terluka dan menghilangkan darah dalam tubuhku yang merupakan akibat dari pendarahan ini. Diriku sangat beruntung karena Yagen cepat belajar tentang manusia.
Setelah seharian menyelesaikan laporan itu, diriku berjalan-jalan di sekitar Citadel. Cukup tenang, mungkin karena pada sibuk berladang, berkebun, dan juga melakukan hal lainnya. Di sela-sela menikmati hembusan angin lembut yang menghampiriku, tiba-tiba ku sedikit menyadari perasaanku pada para ksatria pedangku, terutama pada dua ksatria pedang milik klan Genji.
Cukup aneh memang, tapi ku tak ingin mereka salah langkah seperti tuannya terdahulu. Dua pedang yang sangat rawan selain Sayo, mungkin mereka ceroboh tapi rasa sayang dan perhatian lebih yang mereka berikan padaku telah membuatku mampu bertahan hingga sekarang. Tapi, mungkinkah ku bertahan saat operasi itu...
Berpikiran positif adalah hal utama ku sekarang. Dan ku juga berharap agar dua pedang Genji itu bisa menjaga omongannya, terutama Higekiri yang terkadang keceplosan saat berbicara.
Ku harap setelah ini,
Ku masih bisa melihat dan membimbingmu
Menjagamu agar tak salah langkah
Dan untuk membalas budi mu selama ini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top