3. Our Tale

Dahulu kala hiduplah seorang gadis cantik dengan surai putih yang jatuh anggun sepinggang, kulit putih pucat yang menawan, bibir ranum merah menggoda, dan iris hijau mint yang meneduhkan. Gadis itu didambakan oleh hampir semua pria satu desa. Namanya dielu-elukan, tak henti buaian pujian mengarah kepadanya. Kecantikan gadis itu tidak dimiliki oleh gadis desa lain. Oleh karena itu, banyak sekali pria yang jatuh hati padanya, hendak meminangnya menjadi pasangan mereka. Namun, gadis itu selalu menolak semua pinangan dari pemuda desa. Tidak tahu alasan mengapa ia menolak.

Walaupun begitu, pemuda-pemuda desa tetap mengejarnya. Pusat perhatian mereka hanya tertuju pada si Nona Salju. Ya, Nona Salju. Mereka menjuluki gadis cantik itu dengan sebutan si Nona Salju lantaran rambutnya yang putih mengingatkan akan keindahan salju.

Oleh karena itu, hampir semua gadis desa yang lain menyimpan dengki pada si Nona Salju. Perhatian para pemuda desa hanya terpusat pada si Nona Salju, mengabaikan gadis-gadis lain. Hal itu membuat para gadis desa khawatir akan masa depan mereka, menjadi perawan tua. Untuk itu, para gadis desa pun berencana menyingkirkan si Nona Salju.

Mereka pun menyebar fitnah bahwa si Nona Salju adalah seorang penyihir. Mereka memberikan bukti-bukti palsu pada seluruh warga mengenai si Nona Salju. Semua orang percaya, bahkan para pemuda yang dahulu mengelu-elukannya. Kebencian pun lahir untuk si Nona Salju.

Akhirnya, si Nona Salju pun diusir dari desa. Seluruh warga meneriakinya dan melemparinya dengan batu. Si Nona Salju hanya bisa menangis sambil berlari pergi.

Ia berjalan tak tentu arah hingga akhirnya ia menemukan sebuah pondok di tengah hutan, jauh dari pemukiman. Si Nona Salju pun memutuskan untuk tinggal di situ, memulai hidup yang baru.

Pada suatu hari, si Nona Salju berjalan ke hutan untuk mencari bahan makanan. Di tengah perjalanan, ia menemukan seekor burung hantu yang sayapnya terluka. Si Nona Salju pun memutuskan untuk membawanya ke rumah, merawat lukanya hingga sembuh.

Hari-hari terlewati, si Nona Salju merawat burung hantu yang terluka itu dengan telaten. Dua minggu kemudian, sayap burung hantu itu telah pulih. Si Nona Salju pun memutuskan untuk menerbangkannya ke alam bebas keesokan harinya.

Malamnya, tak disangka pondoknya didatangi oleh penjarah. Pondoknya diporak-porandakan. Si Nona Salju pun berusaha melawan. Namun, akhirnya ia malah ditahan dan berniat untuk dijual oleh para penjarah karena kecantikannya.

Sebelum para penjarah itu pergi dan membawa si Nona Salju, tiba-tiba saja ada angin kencang timbul di dalam pondok.

Seorang pria bersayap tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Sayap di punggungnya begitu lebar, kokoh dengan paduan warna hitam dan putih. Surainya hampir sama dengan warna sayapnya, tegak ke atas melawan gravitasi. Pria itu mengenakan jubah coklat, tubuhnya tampak begitu gagah. Iris emasnya menyalang tajam ke para penjarah. Dalam gerakan cepat, pria bersayap itu langsung menghajar para penjarah. Mereka pun tergeletak tak berdaya.

Si Nona Salju tampak begitu kebingungan akan sosok pria bersayap itu. Ternyata pria bersayap itu adalah burung hantu yang diselamatkan olehnya berhari-hari yang lalu. Sayapnya yang sudah sembuh membuat bisa kembali ke tranformasi asalnya. Berkat pertolongan si Nona Salju.

Sebagai ucapan terima kasih, pria bersayap ini mengajak si Nona Salju tinggal di tempat asalnya. Di atas bukit, jauh dari manusia-manusia berhati jahat dan tentunya aman.

Si Nona Salju mengangguk, menerima tawaran. Maka, si pria burung hantu itu membawanya terbang, menuju tempat asalnya. Mereka pun tinggal bersama. Pria burung hantu itu selalu menawarkan kenyamanan dan keamanan terhadap si Nona Salju hingga akhir hayatnya.

****

Aiza berjalan sambil tersenyum tipis. Dalam kepalanya terngiang dongeng yang diceritakan guru Bahasa barunya di kelas tadi. Guru baru itu pandai sekali bercerita. Ekspresi dan intonasi suaranya benar-benar menghayati. Membuat cerita tadi menempel di kepala Takahara Aiza.

Kisah yang diceritakan gurunya tadi benar-benar unik. Berhubungan dengan burung hantu, persis sekali dengan makna nama sekolah ini. Akademi Fukurodani. フクロウ/Fukurō (burung hantu).

"HEY HEY HEY!"

Teriakan itu menggema dari dalam gym membuat Aiza tanpa sadar melebarkan senyumnya. Langkahnya pun telah mencapai pintu gym. Kedua tangannya mengeratkan dokumen yang dipegangnya.

"Permisi ..."

Pintu gym diketuk pelan sontak hampir seluruh penghuni gym menoleh ke arahnya. Aiza hanya tersenyum gugup.

"Ah, Takahara, masuk saja!"

Suzumeda berseru ramah dari bench di pinggir lapangan. Terlihat gadis itu sibuk dengan pekerjaannya sebagai manajer. Aiza hanya mengangguk sambil melangkah masuk. Beberapa pasang mata masih mengawasinya, sedangkan yang lain kembali fokus ke latihan.

"Yamiji-sensei, ini ada dokumen yang perlu ditandatangani oleh Anda. Dari Kairi-sensei."

"Oh, baiklah."

Aiza berdiri di sebelah pelatih Yamiji yang duduk di bench. Menunggu pria itu sampai selesai tanda tangan. Kegiatan klub voli masih berlanjut. Tampaknya mereka dibagi menjadi dua tim untuk latih tanding.

"Ini Takahara-san. Terima kasih sudah mau repot ke sini."

"Ti--"

"AWAS!"

Aiza yang sedang menerima dokumen tadi langsung memejamkan mata kala mendengar teriakan awas. Tampaknya bola melambung ke arahnya.

Namun, bola itu tidak mengenainya. Bokuto Koutarou, pemuda dengan surai melawan gravitasi itu melompat membelakangi Aiza. Lengan kanannya ia gunakan untuk menghalau bola.

Aiza pun membuka mata karena tak merasakan bola mengenainya. Namun, saat iris hijau mint itu terbuka, bukan suasana gymnasium yang dilihatnya. Melainkan interior rumah kayu dengan perabotan sederhana dalam keadaan remang-remang.

Keadaan dalam rumah itu tampak berantakan, beberapa orang tampak tergeletak tak berdaya di lantai. Di depannya, berdiri seorang pria yang membelakanginya. Di punggung pria itu terdapat sayap yang terkembang lebar dengan paduan warna hitam putih. Tampak kokoh dan gagah, seolah ingin melindunginya. Surai pria itu senada dengan warna sayapnya, tegak melawan gravitasi.

Pria itu perlahan berbalik, iris emas berkilat. Menatap lekat ke arahnya dengan senyuman lebar menawan.

"Kau tidak apa?"

Mata dikerjapkan lagi. Kini suasana sekitarnya kembali ke semula. Namun, iris emas, surai tegak, dan senyuman lebar menawan itu masih sama. Bokuto Koutarou sedang menatapnya lekat.

"Ma-Maaf ... aku baik saja. Te-Terima kasih!"

Aiza pun berlari keluar gym sambil memeluk dokumen tadi. Pikirannya dipenuhi kebingungan akan kejadian aneh barusan. Ditambah degupan keras dan rona yang merekah semakin membuatnya heran.

Bokuto sendiri masih terhenyak, masih tenggelam dalam pesona iris hijau mint dan surai putih menawan yang diikat ponytail tadi.

Degupan pertama, benang merah menyala, kembali terikat, melanjutkan kisah ...

994 kata
mbakaiza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top