Bab 5. Street Football

Kamu memang mudah untuk dikagumi. Namun, terlalu sulit untuk dimiliki.
~Aulia Anjani ~

***

Arga berdiri di balkon lantai dua gedung UKM─sejajar dengan koridor laboratorium Agroteknologi yang terletak di seberang. Dengan melipat lengan dan menopangkannya pada tembok pembatas balkon, dia melihat Lia berjalan tergesa-gesa dengan wajah ditekuk sambil menggerutu memasuki laboratorium tersebut. Semalam, cewek itu begadang menyelesaikan laporan praktikum dan mengoreksi pekerjaan adik tingkat. Belum lagi kedua sahabatnya yang ikut menginterupsi dengan mengajaknya makan di luar untuk merayakan pertemuannya dengan Mr. Book.

Dengan tegas Lia menolak ajakan kedua sahabatnya itu, tetapi justru membuat mereka berdiam di kamarnya. Acara makan di luar diganti dengan makan bersama di kamar Lia yang penuh dengan buku-buku dan kertas tersebar hampir di seluruh ruangan. Memesan makanan dari aplikasi online dan melahapnya dengan rakus. Usai makan malam, kedua sahabatnya masih betah rebahan di kasur sementara Lia melanjutkan pekerjaannya hingga tuntas. Saat sedang membereskan buku-buku laporan yang sempat berserakan itu, kedua sahabatnya terbangun dari tidur yang cukup nyenyak. Bukannya kembali ke kamar masing-masing, mereka justru mengajak sang empunya kamar mengobrol hingga larut malam.

Sebenarnya, ingin hati mengusir kedua sahabatnya dari kamar karena Lia sudah sangat merasa lelah dan mengantuk. Namun, tidak tega ketika melihat mereka semangat untuk membicarakan pertemuannya dengan Mr. Book. Apalagi saat Nadia bertanya, "Seganteng apa sih, dia?" Mata yang tadinya sudah berat, jadi segar kembali mengingat pertemuannya dengan cowok yang membuatnya rela menjomlo selama setahun ini. Karena asyik mengobrol hingga lewat tengah malam, membuatnya bangun kesiangan dan terlambat memulai kelas praktikum.

Arga kembali berdiri di balkon sambil menopangkan lengannya di tembok pembatas setelah mengikuti rapat bersama anggota tim sepak bola yang lain. Masih dengan memperhatikan gedung di seberang, dia melebarkan mata saat Lia dan Vita─teman satu kelas Lia─baru saja keluar dari laboratorium Agroteknologi. Berjalan bersisian sambil mengobrol. Entah, apa yang mereka obrolkan hingga membuat Lia tampak melengkungkan bibirnya ke atas dengan mata berbinar. Membuat Arga ikut manarik bibirnya ke atas tanpa disadari. Tidak lama kemudian, ada seorang cowok yang menyusul dua cewek tadi dan berjalan di sisi Lia, membuat Arga melengkungkan bibirnya ke bawah dan melebarkan telinga seolah dengan begitu dapat mendengar percakapan di seberang.

Dia tahu siapa cowok itu─Ardi Bakhtiar─salah satu teman sekelasnya yang selalu mendapat IPK sempurna tiap semester. Arga melebarkan mata dan mengepalkan tangannya. Mukanya memerah dan tubuhnya kaku saat melihat Ardi dengan mudahnya menyentuh kepala Lia dan mengusapnya lembut. Perlahan kepalan tangannya mengendur dan tubuhnya mulai rileks ketika menyadari bahwa dia tidak punya hak untuk marah atau sekadar cemburu.

Sony menyusul Arga dan dibuat heran dengan tingkah sahabatnya itu. Dia mengikuti arah pandang Arga dan menemukan sosok yang membuatnya tampak menahan emosi.

"Dipandangi mulu. Lo beneran naksir dia?" tanya Sony dengan nada tinggi. Tidak terima jika sahabatnya juga menyukai cewek yang sama.

"Eh? Lo dari kapan di situ?" Dengan berbalik menghadap Sony dan mencoba menutupi pemandangan di seberang, Arga justru bertanya tanpa memedulikan pertanyaan Sony sebelumnya.

"Dari lo mulai senyum-senyum sendiri sambil mandangi cewek di seberang," jawab Sony dengan berdecih dan memicing menatap Arga.

"Maksud lo?"

Sony mengibaskan tangannya sebelum berkata, "Nggak. Bukan apa-apa."

"Entar malem gimana?" sambung Sony yang mengingat tujuannya menemui Arga.

"Kali ini berapa?"

"Taruhannya gede. Kata Bang Beno bisa lebih dari dua puluh juta."

"Hari ini nggak ada latihan, kan?" tanya Arga yang berbalik menghadap gedung seberang memperhatikan dua cewek yang mulai menjauh dari pandangannya.

"Hari ini libur. Besok jadwal kita latihan."

"Oke. Kita ikut." Arga berbalik dan mulai memasuki ruang UKM sepak bola.

"Lo nggak tanya dulu siapa yang nantangin kita?" tanya Sony dengan menahan lengan Arga.

"Emang penting? Siapa pun lawannya, kita pasti menang."

"Anjir! Lo emang selalu optimis menang, Ga. Salut gue."

"Eh, tapi kalo kita kalah gimana?" Arga menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Sony.

Sambil melirik sekilas, Arga menjawab. "Lo mau beli sepatu bola baru, kan? Jadi, gue yakin lo nggak bakal biarin tim kita kalah." Arga meneruskan langkahnya meninggalkan Sony.

"Sialan! Tau aja dia kebutuhan gue," gerutu Sony yang langsung menyusul Arga.

**

Suasana malam ini sedikit mencekam. Langit yang mendung tanpa bulan dan bintang menghiasinya, angin yang bertiup kencang dan mampu membuat rambut-rambut halus di tengkuk berdiri, serta petir yang mulai menyambar. Namun, semua itu tidak menyurutkan semangat para penonton setia yang sudah bergerombol di pinggir lapangan untuk menyaksikan pertandingan street football malam ini.

Street football merupakan adaptasi lain dari permainan sepak bola. Berbeda dengan sepak bola ataupun futsal, street football tidak memiliki peraturan paten dalam pertandingannya. Peraturan dalam pertandingan dapat ditentukan sendiri sesaat sebelum bertanding. Mulai dari berapa jumlah pemain, ukuran lapangan, dan waktu lamanya bertanding. Karena tidak termasuk dalam organisasi FIFA, street football atau sepak bola jalanan ini masih sering dijadikan ajang untuk bertanding secara illegal dengan memasang uang taruhan sebagai hadiahnya.

Seperti saat ini, Arga dan kedua sahabatnya telah bersiap untuk bertanding merebutkan hadiah yang cukup fantastis.

Pertandingan kali ini hanya berlangsung selama lima menit. Dalam waktu lima menit tersebut, tim yang memasukkan bola terlebih dahulu ke dalam gawang lawan akan keluar sebagai pemenangnya. Lapangan yang digunakan pun lebih kecil dari ukuran lapangan futsal. Masing-masing tim tidak menggunakan penjaga gawang, sehingga setiap tim akan bermain dengan tiga pemain saja. Arga, Sony, dan Rahman turun untuk bertanding mewakili tim mereka.

Pertandingan dimulai dengan bola pertama dikuasai oleh tim Arga. Sony menggiring bola lalu dioper pada Arga yang langsung diterima dengan mulus. Arga menggocek bola dengan teknik groundmove. Dia bergerak dengan lincah seolah sedang menari-nari dengan menggunakan bola. Penonton sontak bersorak sorai melihat aksi Arga di lapangan. Suara penonton yang menyerukan namanya bergema mengalahkan petir yang menyambar di langit yang terlihat hitam pekat.

Pada menit awal pertandingan, terlihat jelas tim lawan berusaha keras untuk menjatuhkan Arga. Mulai dari menjegalnya hingga mendorong tubuh Arga dengan sengaja. Hingga tiba pada menit ketiga, giliran Rahman yang menguasai bola. Rahman terus menggiring bola ke arah gawang lawan dengan dibayang-bayangi oleh pemain lawan. Ketika Rahman hendak melepaskan tendangan ke arah gawang, tiba-tiba salah seorang pemain lawan datang dari arah kanannya langsung menubrukkan diri. Posisi Rahman tidak seimbang, hingga membuatnya terjatuh dengan kaki terkilir dan ditambah injakan kaki disengaja oleh lawan yang menabraknya tadi.

"Arrghh!" erang Rahman sambil memegangi kakinya.

"Rahman!" seru Arga dan Sony bersamaan langsung menghampiri sahabatnya yang terduduk sambil menahan sakit di kakinya.

Arga yang tidak terima dengan cara lawannya tersebut siap menerjang dengan kedua tangan terkepal dan mata memerah menatap orang yang melukai Rahman. Beruntung bisa ditenangkan oleh Sony sebelum Arga membuat kericuhan. Sedangkan Beno langsung menghampiri Rahman dan segera membawanya keluar lapangan dengan wajah kaku dan keringat yang mulai menetes dari keningnya.

Pertandingan tetap berlanjut dengan tim Arga hanya beranggotakan dua orang. Langit semakin gelap dan hujan mulai turun membasahi lapangan. Penonton yang terdiri dari kalangan menengah atas itu tetap berdiri di tempatnya tanpa menghiraukan pakaian dan badan mereka yang basah diguyur hujan. Bahkan semangat untuk tetap mendukung tim yang selalu menjadi juara di lapangan tidak pernah surut. Teriakan-teriakan yang berupa kata-kata semangat terus dilontarkan.

"Kalian yakin bakal ikut?"

"Gue tau kali ini hadiahnya gede banget. Tapi, kalian tau nggak kenapa hadiah yang ditawarkan bisa gede gitu?"

"Lawan kalian bukan sembarang orang. Mereka termasuk kelompok preman jalanan dan nggak akan segan-segan main keras."

"Kalian itu aset gue. Gue nggak mau kalo sampe kalian celaka."

Kilasan kalimat-kalimat yang dilontarkan Beno sebelum pertandingan dimulai berputar dalam pikiran Arga. Seharusnya dia tidak meremehkan lawannya saat ini seperti yang diperingatkan Beno. Rahman sudah cidera, dan kini tinggal dirinya dan Sony yang akan berjuang. Arga bertekad tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan sahabatnya itu. Malam ini mereka harus menang. HARUS.

Jika mereka bisa bermain kasar, maka Arga juga bisa. Arga tengah menggiring bola dan saling mengoper dengan Sony yang justru terlihat seperti sedang menari di bawah guyuran air hujan yang semakin deras. Ketika lawan mencoba untuk merebut bola, Arga maupun Sony tidak segan lagi untuk menubrukkan tubuh mereka bahkan sampai harus saling menjegal. Hingga mereka tetap bisa mempertahankan bola. Arga dengan sigap segera mengoper bola pada Sony yang sudah berada di depan gawang lawan. Sony menerima operan dari Arga dengan mulus. Berputar sambil menggiring bola lalu menendangnya ke arah gawang.

Lagi-lagi kemenangan diperoleh tim Arga. Beno bisa bernapas lega saat bola yang ditendang Sony masuk ke gawang lawan tanpa hambatan.

Arga dan Sony segera keluar lapangan untuk menghampiri Rahman. Sedangkan lawan mereka yang tidak lain adalah preman jalanan itu langsung pergi meninggalkan lapangan.

"Gila! Kita menang, Bro!" ucap Sony girang. Sedangkan kedua sahabatnya hanya membalas dengan senyum singkat.

Arga memperhatikan kaki Rahman yang sudah diperban seadanya. "Kaki lo gimana?"

"Cuma terkilir. Santai aja."

"Kampus kita lusa tanding, woy!" sahut Sony yang sudah menghabiskan minuman yang diberikan oleh Beno.

"Selama masih ada kalian berdua, gue yakin kampus kita masih bisa menang," jawab Rahman optimis.

"Gila-gila-gila! Kalian bikin gue jantungan, Njir!" keluh Beno sambil membagikan minuman pada Arga dan Rahman.

"Beli sepatu baru gue," timpal Sony sambil melompat kegirangan.

Malam ini merupakan malam yang cukup berat bagi Arga dan timnya. Meskipun hasil akhir kemenangan tetap bersama mereka, tetapi mereka juga mendapatkan bonus dengan cidera yang dialami Rahman. Perjuangan mereka tidak berhenti sampai di sini. Masih akan ada malam-malam menegangkan berikutnya. Belum lagi harus berjuang untuk kemenangan kampusnya. Arga dan timnya butuh istirahat untuk mengumpulkan energi kembali. 

***

Next?

love you all.

keep reading.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top