Bab 4. Dia Punya Gue

Kita dipertemukan kembali. Mungkinkah kita ditakdirkan berjodoh?
~Arga Dirgantara ~

***

Lia mulai menendang-nendang tanah tempatnya berpijak. Sesekali melirik ke arah cowok di hadapannya yang juga tetap diam sambil terus memperhatikannya dari atas hingga bawah, membuat semburat merah muda perlahan terlihat di wajahnya. Keheningan yang menyelimuti mereka mengalahkan suara bising dari anggota tim lainnya yang sekarang sedang beristirahat di bench pemain sambil melempar senda gurau. Bahkan teriakan histeris yang ditujukan pada salah satu idola kampus itu tidak membuat mereka terusik.

Beberapa kali mencuri pandang pada cowok di hadapannya, berharap dia membuka mulut untuk memecah kesunyian. Bagai mimpi, rasa penasaran Lia selama ini terbayar lunas. Dia tidak pernah melupakan cowok yang telah membuatnya jatuh cinta dan bersikap seperti orang gila dengan selalu menunggunya di taman perpustakaan akademik. Cowok di hadapannya itu begitu tampan, lebih tampan dari terakhir kali mereka bertemu. Ingin sekali Lia berlari dan menubrukkan diri di dada cowok itu, memeluknya erat─kalau perlu akan dia bawa ke kamar indekos dan mengurungnya di sana, agar tidak terlepas lagi dari jangkauannya. Namun dari cara cowok itu memandangnya, Lia tahu ingatan mereka berbeda.

Lia mengalihkan pandangan ke sekeliling dan mendapati Rani sudah berjalan ke sisi lain lapangan bersama temannya. Dia hanya memandang kedua sosok itu dengan tatapan sayu. Kembali menendang-nendang tanah tempatnya berpijak, berharap mereka segera kembali dan mengeluarkannya dari situasi canggung ini.

"Iya. Dia temen kos gue," jawab Rani saat Sony bertanya tentang Lia.

Melihat temannya yang tersenyum dengan ujung mata berkilat, Rani mencium bau-bau busuk dari rencana yang tengah disusun oleh Sony.

"Jangan bilang lo naksir sama temen gue?" tuduh Rani yang ditanggapi dengan senyum simpul oleh Sony.

"Nggak. Gue nggak bakal ngerestui lo sama Lia."

"Tega banget lo sama gue."

Rani memicing menatap Sony yang melengkungkang bibirnya ke bawah, matanya seolah siap meneteskan air mata jika Rani tidak menurutinya. "Nggak usah drama! Udah, mana sini tugas gue. Buruan!"

"Iya, iya. Buset dah nenek lampir nggak sabaran amat," jawab Sony yang langsung mengubah air mukanya lalu mengambil tugas Rani di dalam tas dan langsung menyerahkannya pada teman sekelasnya itu.

"Nih, tugas lo. Untung lo cantik. Masih bisa sabar gue ngadepin lo."

Rani melotot mendengar ucapan Sony dan merebut tugas yang berada di tangannya dengan kasar. "Resek lo! Masih untung gue mau minjemin tugas buat lo! Masih dikata-katain juga!"

Sony hanya cengengesan mendengar amukan temannya, karena sudah terbiasa dengan sifat Rani yang sedikit galak dan kasar itu. Kalau diingat-ingat memang hanya Sony teman cowok yang betah lama-lama bareng sama Rani. Sementara yang lain pasti sudah ngibrit duluan waktu dipelototin sama cewek itu.

Rani dan Sony berjalan menuju tempat Lia dan teman Sony berada. Rani tersenyum manis saat melihat cowok yang berdiri di hadapan Lia terus memandang sahabatnya itu dengan penuh selidik.

"Cakep juga," gumam Rani yang mulai memikirkan rencana perjodohan.

"Gue emang cakep, kali," sahut Sony yang terus memandang ke arah Lia dengan tatapan berbinar.

Rani berdecih mendengar pernyataan yang dilontarkan temannya itu. "Ya, ya, ya," sahutnya malas, "terus lo tau dari mana tentang Lia?" Penasaran, akhirnya Rani bertanya juga.

Sony berdeham sebelum menceritakan awal mula ketertarikannya pada Lia. Dimulai dari hari pertama OSPEK saat Lia datang terlambat dan menjadi perhatian satu angkatan karena dia satu-satunya cewek yang terlambat hari itu. Di hari terakhir OSPEK, untuk pertama kalinya Lia menolak cowok yang menyatakan cinta padannya di depan umum. "Maaf, ya. Kita aja belum kenal, untuk menjalin pertemanan aja butuh proses. Apalagi untuk saling mencintai, masih jauh." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Lia segera pergi tanpa menoleh ke belakang lagi. Meninggalkan seorang cowok yang menundukkan kepalanya dan berjalan lunglai di tengah kerumunan. Sejak saat itu, dia sering dibicarakan dan membuat cowok-cowok di kampusnya semakin penasaran.

Sony mengakhiri ceritanya dan memandang Rani dengan tatapan seperti anak anjing yang ingin diajak jalan-jalan oleh tuannya. Mengisyaratkan bahwa dia meminta bantuan temannya itu untuk bisa lebih dekat dengan Lia.

Rani yang melihat sikap Sony seperti itu jadi geli sendiri. "Ogah banget gue ngenalin lo sama Lia. Sama aja gue ngumpanin anak ayam ke mulut buaya."

"Yaelah, Ran. Lo jahat banget sama gue. Temen lo, ini."

"Bodo! Mending gue jodohin dia sama temen lo itu."

"Sialan lo, Ran!"

**

"Nih, buat lo aja." Ingatan Arga bergulir pada saat dia bertemu dengan cewek yang membuatnya harus membeli buku untuk dikembalikan ke perpustakaan akademik dan terancam di-blacklist dari daftar peminjam buku. Dia juga mengingat kejadian beberapa hari lalu di koridor laboratorium Agroteknologi. Serpihan kenangan itu membawanya pada sosok cewek yang berada di hadapannya saat ini. Tidak salah lagi, cewek itu cewek yang sama dengan yang dia temui sebelumnya. Cewek yang membuatnya jatuh cinta. Cewek yang tidak mungkin dimilikinya.

Lia berdeham ingin menyudahi kebisuan di antara mereka. Namun, sebelum dia mulai bicara terdengar suara yang sangat familiar memanggilnya. Suara siapa lagi kalau bukan suara cempreng Rani.

"Li!" Rani melambaikan tangannya dan terus berjalan mendekat ke arah Lia.

"Dari mana aja, Ran? Ngilang nggak bilang-bilang," protes Lia saat Rani sudah berada di sisinya.

"Habis ambil tugas gue, nih," kata Rani dengan mengacungkan tugasnya ke hadapan Lia.

"Ya udah balik, yuk."

"Bentar, Li. Temen gue mau kenalan." Rani melirik ke arah Sony yang disambut dengan cengiran.

Mereka menyebutkan nama masing-masing dengan saling berjabat tangan. Tiba saat Arga memperkenalkan diri pada Lia, sontak membuatnya melebarkan telinga. Arga. Nama itu akan dia tulis dengan rapi dalam kepalanya agar tidak lupa. Jantungnya berdegup kencang dan wajahnya memanas saat Arga menjabat tangannya. Ingin sekali dia berteriak kencang dan melompat setinggi-tingginya. Tentu saja itu tidak akan dilakukannya di depan umum. Mungkin nanti saat berada di kamar indekos, sendirian.

"Kalian udah saling kenal, ya?" Suara Rani menariknya kembali dari lamunan.

"Mereka nggak saling kenal. Padahal satu jurusan."

Lia langsung melebarkan pupil matanya menatap Sony dan Arga bergantian setelah mendengar penjelasan dari teman sekelas Rani itu.

Baru saja ingin membuka mulutnya untuk bertanya lebih lanjut, tetapi terhenti saat salah seorang anggota tim sepak bola memanggil Arga dan Sony.

"Woi! Ga, Son. Disuruh kumpul sama pelatih. Buruan!"

Sony dan Arga langsung berpamitan pada kedua cewek itu untuk segera memulai kembali latihan sepak bola mereka.

**

Langit sudah semakin gelap dan sang 'raja siang' sudah kembali ke peraduannya. Rani dan Lia masih menyusuri jalanan kampus untuk sampai ke tempat parkiran motor di halaman depan ditemani semilir angin dingin yang berhembus. Wajah Lia dihiasi dengan senyuman yang merekah dan terkadang tersipu malu, membuat Rani semakin mengerutkan dahinya. Padahal tadi dia ogah-ogahan untuk ikut ke lapangan bola, tapi entah mengapa sekarang justru kebalikannya.

"Lo kenapa, Li? Dari tadi senyum-senyum sendiri. Terus ini," Rani menyentuh pipi Lia dengan telunjuknya, "kenapa pipinya sampe merah gini?"

Lia terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Rani dan langsung membekap pipinya sendiri. "Keliatan banget, ya?" tanyanya masih malu-malu.

"Kelihatan banget lah. Jangan bilang lo naksir sama salah satu dari mereka tadi?" Rani menyipitkan matanya menatap Lia. Seolah yang dia tanyakan barusan tidak akan pernah mungkin terjadi pada sahabatnya yang satu ini. Pasalnya, dia sudah tahu kalau Lia itu hanya naksir sama cowok misterius yang mereka juluki dengan Mr. Book. Jadi, kalau benar Lia sekarang lagi naksir sama cowok lain itu benar-benar kejadian langka, apa mungkin besok akan kiamat? Entahlah.

Lia masih tersenyum dan tersipu malu lalu menghentikan langkahnya yang diikuti oleh Rani. "Kalo iya, emang kenapa, Ran?"

"HAH?" Rani membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja didengar dari mulut sahabatnya itu.

Masih dengan tatapan terpana, Rani mengerjap-ngerjap beberapa kali. "Seriusan lo, Li?" tanya Rani, "nggak salah denger nih, kuping gue?"

"Emang ada yang salah sama yang gue omongin tadi?"

Rani tidak menghiraukan pertanyaan Lia barusan dan justru bertanya lagi. "Lo naksir siapa? Bukannya baru ketemu pertama kali?"

Lia menggeleng pertanda tidak setuju dengan pendapat Rani barusan. "Kalo Sony, iya baru pertama ketemu. Tapi, kalo Arga ...." Lia menggantungkan kalimatnya untuk melihat ekspresi dari sahabatnya sambil tersenyum.

Rani melebarkan telinganya menunggu kelanjutan dari perkataan cewek yang masih asyik senyum-senyum sendiri itu.

"Tapi, kalo Arga?" Rani mengulang kalimat terakhir yang diucapkan oleh Lia sambil mengangkat dagunya menuntut jawaban.

"Ya, lo tau sendiri kan kalo gue selama ini nunggu orang yang dulu pernah bantu gue waktu OSPEK?"

"Iya, tau. Terus apa hubungannya sama mereka?" tanya Rani yang mulai gemas dengan penuturan sahabatnya yang terdengar bertele-tele itu.

"Jangan bilang kalo ...," sambung Rani setelah mengerti maksud dari ucapan sahabatnya itu.

Lia menganggukkan kepalanya riang untuk memastikan rasa penasaran Rani.

"Aaaaaaaaaaaaaaaahhhh!" Mereka berpegangan tangan sambil berputar dan berteriak. Dan beruntungnya suasana di situ sedang sepi sehingga tidak ada yang menganggap mereka gila.

**

Masih di lapangan bola. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh petang dan hari sudah gelap sempurna. Hanya cahaya dari lampu jalan yang menerangi. Sementara di pinggir lapangan terdapat beberapa orang yang masih betah berlama-lama duduk di sana, padahal waktu latihan sudah berakhir sekitar satu jam yang lalu. Bahkan pelatih mereka pun sudah tidak terlihat.

Arga, Sony, dan kelima teman satu timnya yang menjabat sebagai pengurus UKM sepak bola masih membahas beberapa strategi yang akan digunakan dalam Liga internal milik PERSIJA─salah satu klub sepak bola di kota Jakarta─minggu depan.

"Udah kelar kan pembahasan kita hari ini?" tanya Rahman yang diikuti anggukan oleh anggota tim yang lain, "gue balik duluan kalo gitu. Mesti jemput nyonya besar nih."

Rahman merupakan teman satu Fakultas Arga yang sama-sama mengikuti UKM sepak bola, dan menambah satu daftar lagi teman yang Arga kenal di kampus ini. Nyonya besar yang dimaksud adalah Anggi─anak manajemen─pacar Rahman.

Sebelum pergi meninggalkan teman-temannya, Rahman menoleh pada Arga yang sedari tadi hanya melamun entah sedang memikirkan apa. "Ga, tadi Lia ngapain ke sini?"

Bukannya Arga yang menjawab justru Sony yang angkat bicara. "Lo kenal sama Lia, Man? Kok lo nggak bilang-bilang kalo kenal sama doi. Tau gitu gue minta kenalin sama lo aja."

"Lah, kan emang gue satu Fakultas sama dia. Ya kali gue nggak kenal sama adik tingkat sendiri, sedangkan satu Fakultas gue sibuk ngomongin dia tiap hari."

Arga masih terdiam dan hanya menyimak pembicaraan kedua temannya itu tanpa sedikit pun keinginan untuk nimbrung.

"Lah, gue tanya Arga, dia nggak kenal tuh. Malah baru tadi kenalan. Itu pun gue yang ngenalin ke dia."

"Arga mah mana tau sama mahasiswa yang ada di kampus ini, kecuali ya, anggota tim UKM sepak bola sama beberapa temen sekelasnya. Makanya gue heran tadi liat Lia ada di sini dan bareng sama Arga."

"Itu sih karena Lia nemenin temennya yang ada perlu sama gue. Boro-boro mereka ngobrol, yang ada mereka cuma diem-dieman tadi."

"Kirain ada perlu sama Arga."

"Kalo gitu gue bisa PDKT sama Lia, dong. Secara dia masih sendiri kan. Belum ada teken sama siapa pun. Lo bantuin gue dong, Man," kata Sony dengan antusias sambil menaik turunkan alisnya.

Kali ini Arga angkat bicara. "Nggak usah coba-coba buat deketin dia. Dia punya gue!" Setelah mengatakan itu Arga langsung berdiri dan meninggalkan teman-temannya yang masih terbengong.

Sony masih dengan mulut terbuka dan mata melotot mencoba mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulut Arga. Ketika kesadarannya sudah pulih, Sony mengumpat pada punggung Arga yang semakin menjauh. "Shit! Sialan Arga."

Sony benar-benar tidak percaya jika Arga mampu mengatakan semua itu. Tidak ada yang pernah tahu apa yang ada dalam pikiran Arga, karena cowok itu merupakan orang yang tertutup dan cuek. Dan bagi Sony, itu tidak akan menyurutkan niatnya untuk PDKT dengan Lia. Walaupun dia harus bersaing dengan Arga, dia akan hadapi itu.

***

Gimana part ini?

Udah jatuh cinta sama Arga?

Keep reading.

Love you all.
Muach.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top