Bab 2. Arga Dirgantara

Sepak bola sudah mendarah daging bagiku. Tapi, bisakah kamu melengkapi tulang rusukku?
~Arga Dirgantara~

***

Suasana lapangan yang gelap dan sepi menyambut kedatangannya. Lapangan yang terbengkalai karena letaknya yang jauh dari pemukiman dan telah ditumbuhi rumput liar yang mulai tinggi, memberi kesan menyeramkan bagi siapa pun yang ingin melintas. Namun, tidak bagi Arga yang saat ini justru berjalan menembus rerumputan yang membawanya ke tengah lapangan.

Berbeda dengan sebelumnya, suasana di tengah lapangan justru terlihat ramai dengan beberapa orang yang tengah bersiap untuk bertanding dan sebagian lagi berada di pinggir lapangan dengan antusias tinggi menunggu pertandingan dimulai. Penerangan satu-satunya hanya berasal dari lampu di sudut pinggir lapangan yang menyala terang, membias ke seluruh lapangan.

Arga melambai pada teman-temannya di tengah lapangan. Melangkah melewati beberapa orang yang meneriaki namanya, menyambut kedatangannya.

"Nah, ini dia. Ke mana aja lo? Jam segini baru dateng?" sambut Beno dengan tampang garangnya. "Gue kira lo nggak bakalan dateng."

"Sorry, jalanan macet banyak yang demo."

"Kalo gitu lo langsung siap-siap."

Arga segera bergabung dengan kedua temannya setelah mengganti pakaiannya dengan kaos jersey dan sepatu bola yang melekat pada kakinya.

"Lima menit lagi kita mulai." Beno mengingatkan pada kedua tim yang akan bertanding malam ini.

"Berapa?" tanya Arga sebelum Beno pergi.

"Kayak biasa. Tim kalian dapet 60 persen."

"Kita mau 80."

"Anjir, 80?" Beno tampak berpikir. Seperti sedang menghitung dalam kepalanya. "Oke, tapi sepuluh menit kalian harus menang. Gue bakal naikin harga."

"Deal."

Beno tertawa renyah, lalu bertos dengan ketiga pemuda di hadapannya itu. "Gue selalu suka gaya kalian." Setelah menepuk bahu Arga dua kali, Beno segera keluar lapangan dan berdiri di pinggir lapangan untuk mengawasi jalannya pertandingan.

Malam semakin larut dan udara dingin mulai menerpa kulit hingga menusuk ke tulang. Namun, tidak menyurutkan semangat beberapa orang yang sedang berlari di lapangan untuk memperebutkan bola. Suara gemuruh dari penonton yang berada di pinggir lapangan semakin nyaring terdengar ketika sang idola mampu menguasai bola dan menggiringnya menuju gawang lawan.

"Arga ... Arga ... Arga!"

"Arga, I love you!"

"Tendang, Ga. Masukin!"

"Bantai, Njir!"

Suara suporter dari tim Arga terus terdengar saat dia mencoba menerobos pertahanan lawan di depannya. Nada kekecewaan terdengar begitu bola yang dikuasai Arga direbut oleh lawan. Arga tidak tinggal diam dan terus berusaha merebut bola kembali. Kedua sahabatnya yang berada di sisi kanan kirinya tidak melepas pandangan mereka pada bola yang masih dikuasai oleh lawan. Ketika lawan lengah, Sony dengan gesitnya merebut bola dan langsung menggiringnya ke tengah lapangan.

Sepuluh menit. Waktu yang diberikan oleh Beno untuk memenangkan pertandingan. Saat ini, pertandingan sudah berjalan selama tujuh menit. Itu artinya, tersisa tiga menit lagi untuk memasukkan bola dalam gawang lawan. Jika tidak berhasil, maka mereka akan kehilangan uang yang ditawarkan.

Anjir. Sony mengumpat dalam hati saat bola yang digiringnya berpindah pada lawan. Arga tidak mau membuang-buang waktu lagi dan langsung menerjang lawan yang sedang menggiring bola tersebut. Berhasil. Bola berada dalam kuasanya lagi. Sempat melirik pada Beno yang memberikan kode untuk segera menyelesaikan pertandingan ini, Arga segera berlari melewati kedua lawan yang menghadangnya.

Mengoper bola pada Rahman yang berdiri bebas di tengah lapangan. Rahman yang mendapatkan bola langsung berhadapan dengan kiper lawan. Sempat ragu, tetapi saat mendengar perintah dari kedua sahabatnya untuk segera menendang, akhirnya Rahman melepas tendangan ke arah gawang.

Sorak sorai penonton terdengar saat bola menggelinding dengan mulus ke dalam gawang. Memberikan tepuk tangan dan teriakan atas kemenangan tim Arga. Rahman segera disambut oleh kedua temannya dan bertos bersama.

Beno berlari ke tengah lapangan, lalu merangkul ketiga sahabat yang memenangkan pertandingan itu. Tidak lupa menyombongkan mereka pada orang-orang di sana.

**

Arga sedang duduk di taman yang menghadap ke gedung laboratorium. Memainkan game cacing yang sedang digandrungi saat ini, sambil menunggu waktu latihan sepak bola. Bukannya masuk kelas untuk mengikuti mata kuliah, Arga justru bersantai di sini sambil menunggu kedatangan teman satu timnya di UKM sepak bola. Ia menoleh ketika mendapati seseorang tengah duduk di sampingnya.

"Woi, Ga! Serius amat!" sapa Sony.

"Hmm," balas Arga tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel.

"Enggak masuk kelas?"

"Males."

"Kapan lulusnya kalo lo nggak pernah masuk kelas? Mau jadi mahasiswa abadi?"

Arga berdecak karena nyaris kalah. "Pasti lulus, lah. Gue kan rajin dateng waktu ujian."

"Lah, si songong! Lo pikir dari ujian doang bisa lulus? Kehadiran di kelas juga dinilai kali." Sony masih terus memperingati cowok di sampingnya yang hanya mengangkat bahu.

Untuk beberapa saat mereka terdiam, Sony larut dengan pikirannya sendiri sementara Arga masih fokus pada game yang dimainkannya. Hingga terdengar suara riuh dari koridor laboratorium Agroteknologi yang berada di lantai dua dari gedung di depan mereka.

Sony yang penasaran dengan suara ribut tersebut beranjak dari posisi duduknya dan tidak lupa menarik Arga untuk ikut berdiri.

"Ah, sial!" umpat Arga saat cacingnya mati. "Lo apa-apaan sih, Son! Pakek tarik-tarik tangan gue segala. Mati kan cacing gue," omel Arga sebelum akhirnya memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Sony hanya membalas dengan cengiran dan tampang tak berdosanya. "Sorry, Bro! Gue penasaran di sana ada apaan rame gitu," ucapnya sambil menunjuk ke arah koridor laboratorium Agroteknologi.

Arga ikut menoleh ke tempat yang ditunjuk oleh Sony. "Kita ke sana? Makin penasaran gue," ajak Sony yang sudah melangkah terlebih dahulu lalu diikuti Arga dengan ogah-ogahan di belakangnya.

Saat mereka tiba di koridor depan laboratorium Agroteknologi, tepat saat adegan seorang cewek menolak cowok di hadapannya dan justru mengambil hadiah dari cowok itu. Sesaat Arga sempat bertatapan dengan cewek itu, tetapi langsung terputus karena ada yang menghalanginya.

Arga mencoba mencari celah kembali agar bisa melihat lebih jelas, tetapi cewek yang baru saja menjadi pusat perhatian sudah melangkah pergi.

Sony tersenyum miring melihat kepergian cewek itu. "Wah! Keren! Gue suka gaya tuh cewek."

Sementara Arga hanya memandang kepergian cewek yang mengusik pikirannya dengan tatapan datar.

"Kita balik! Bentar lagi latihan mulai!" ajak Arga yang sudah mulai berjalan meninggalkan Sony.

Langkah Arga terhenti saat dia melihat cewek tadi berjalan menuruni tangga menuju lantai satu gedung laboratorium.

Cewek itu. Pikir Arga mencoba mengingat tempat mereka pernah bertemu.

Sony yang menyusul Arga dari belakang, menepuk bahu sahabatnya yang terlihat sedang bengong. "Kenapa lo? Lagi liatin siapa?" Sony mencoba mencari sosok yang tengah diperhatikan oleh Arga.

"Oh, cewek tadi!" seru Sony saat menemukan sosok yang mencuri perhatian Arga.

"Lo kenal?"

"Siapa sih yang nggak kenal sama Lia. Dan lo tau, kalo nggak salah tuh cewek adik tingkat lo," jelas Sony dengan mata berbinar.

"Kenapa sampek heboh banget cuma ngeliatin tuh cewek nolak cowok?"

Sony terkekeh mendengar pertanyaan dari Arga. "Karena yang gue denger, sampe sekarang belom ada satu cowok pun yang dia terima."

Arga menatap Sony dengan kening berkerut. "Serius? Kenapa gitu?"

Sony mengangkat bahu. "Mana gue tau? Gue aja penasaran buat deketin dia. Karena udah satu tahun ini dia jadi perbincangan hangat. Sejak OSPEK, tuh cewek udah narik perhatian banyak cowok di kampus. Tapi, ya itu tadi belom ada yang berhasil buat jadi pacarnya."

"Kata lo tadi, dia adik tingkat gue?" tanya Arga yang langsung mendapatkan anggukan dari Sony. "Kok gue nggak kenal?"

Sony menoyor kepala Arga. "Makanya ngampus tuh tiap hari. Bukan cuma pas latihan doang. Sama adik tingkat sendiri nggak kenal."

Bagaimana Arga bisa tahu atau kenal dengan adik tingkatnya? Satu tahun terakhir ini dia disibukkan dengan pertandingan sepak bola yang membawa nama kampusnya. Sehingga dia mendapat dispensasi untuk tidak mengikuti kuliah kecuali saat ujian. Ditambah lagi, saat semester enam kemarin dia harus melaksakan PKL─Praktik Kerja Lapang─di luar kota. Selain karena pertandingan dan PKL, hari-hari biasa pun Arga memang jarang masuk kuliah. Paling hanya titip absen. Sekalinya masuk kuliah hanya pada saat ujian berlangsung.

Satu-satunya yang menarik untuk Arga datang ke kampus hanyalah kegiatannya di UKM─Unit Kegiatan Mahasiswa─sepak bola.

"Enggak ada urusannya juga sama gue."

"Gue harus bisa kenalan sama tuh cewek. Lo mau bantuin gue kan?" pinta Sony dengan menaik turunkan alisnya.

Arga melihat jam di tangan kirinya tanpa berniat untuk menanggapi permintaan Sony. "Udah waktunya latihan."

Arga meninggalkan Sony yang mengumpat karena lagi-lagi diacuhkan oleh sahabatnya yang saat ini sudah menuruni tangga dan berjalan menuju lapangan sepak bola. Sambil terus menggerutu, Sony tetap mengejar langkah Arga. Saat bisa menyamai langkahnya, Sony langsung merangkul bahu sahabatnya itu sambil melayangkan tinjunya di sana. Tidak ada amarah, hanya rasa kesal yang dia tunjukkan karena telah diacuhkan. Mereka justru saling balas meninju satu sama lain sambil tertawa hingga tiba di lapangan.

**

Arga memulai peregangan dan dilanjutkan dengan berlari mengelilingi lapangan untuk pemanasan sebelum memulai latihannya bersama anggota tim yang lain. Pemanasan sebelum memulai kegiatan olahraga memang dibutuhkan agar otot-otot dalam tubuh tidak terkejut saat ditempa olah fisik yang berat. Sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya cedera saat olahraga berlangsung.

UKM sepak bola melakukan latihan tiga kali dalam sepekan. Jadi, bisa dipastikan bahwa Arga datang ke kampus hanya tiga kali dalam sepekan. Kecuali, itu adalah pekan ujian atau hari-hari mendekati pertandingan. Dia pasti akan datang ke kampus setiap hari.

Walaupun Arga jarang masuk kelas, dia selalu lulus tiap semester dan tidak ada mata kuliah yang tertinggal. Entah memang otaknya yang encer atau keberuntungan yang sedang berpihak padanya?

Arga merupakan sosok yang tampan, tidak salah jika banyak cewek-cewek di kampus yang mengidolakannya. Apalagi saat ini dia menjadi winger back andalan UKM sepak bola kampus yang hampir selalu membawa kemenangan setiap pertandingan. Namun, sikapnya yang cuek dan terkesan acuh terhadap sekitar membuat cewek-cewek yang menaruh hati padanya enggan untuk mendekatinya terlebih dahulu. Alhasil, mereka hanya dapat memendam perasaan tanpa bisa mengungkapkannya.

Arga hanya tersenyum pada orang-orang yang dia kenal. Selebihnya dia akan memasang wajah super datar dan memberi kesan misterius. Sosoknya mudah dikagumi, tetapi sulit untuk dimiliki.

Arga berlari kecil masih dengan posisi di belakang─lebih tepatnya di sayap kanan─untuk menunggu teman-temannya mengoper bola. Saat bola melayang, menggelinding tepat di depannya, Arga tidak melewatkannya untuk langsung menangkapnya dengan kaki dan menggiringnya ke tengah lapangan.

Ada dua orang di depannya menghadang untuk merebut bola. Namun, Arga berkelit dengan memutar tubuhnya, bergeser sedikit ke kanan lalu ke kiri dengan tidak melepaskan bola di kakinya dan ... lolos. Arga terus berlari menggiring bola menuju gawang lawan. Arga hendak mengoper bola, tetapi lagi-lagi dihadang oleh seorang lawan. Arga menggeser tubuhnya untuk mencari celah, tetapi sang lawan tetap menempel pada sisinya.

Ketika Arga melihat posisi Sony yang bebas dari bayang-bayang lawan, dia tidak melewatkannya untuk mengoper bola pada Sony. Sony dengan sigap menyambut operan dari Arga dan langsung menggiring bola menuju gawang berhadapan dengan sang kiper.

Sony mengambil ancang-ancang sebelum menendang bola. Setelah menemukan sudut yang pas, Sony langsung melepaskan tendangannya menuju gawang. Bola melesat ke arah ujung kanan gawang dan tidak dapat dihalau oleh sang kiper, tetapi bola membentur mistar gawang, menggelinding dan langsung di ambil alih kembali oleh Sony. Sebelum sang kiper bangkit, Sony langsung menendang bola kembali menuju gawang dan ....

Goal!

Latihan berakhir ketika pelatih meniupkan peluit panjang. Arga dan teman-teman satu timnya berlari ke bench di pinggir lapangan dan merebahkan tubuh di atas rumput, meluruskan kaki mereka untuk meregangkan otot-otot yang kaku setelah berlari selama satu jam di lapangan.

Sony yang duduk di samping Arga menyerahkan botol air mineral padanya yang disambut dengan cengiran. Ia meneguknya sampai habis karena merasa sangat dehidrasi setelah latihan.

"Ga, serius! Lo bantuin gue kenalan sama adik tingkat lo itu." Sony masih membahas mengenai adik tingkat Arga yang bahkan dia sendiri tidak pernah bertemu dengan orang yang disebut-sebut oleh Sony.

Dengan tampang malas Arga membalas perkataan Sony. "Gue aja kagak kenal sama orang yang lo maksud itu. Gimana gue mau ngenalin lo sama dia?"

Arga berdiri menyudahi latihannya hari ini. Mengambil jaket dan tasnya yang diletakkan di loker ruang ganti pemain.

"Gue cabut," pamitnya pada Sony lalu melambai pada yang lain dan tidak lupa berpamitan pada pelatih kemudian langsung melesat menuju parkiran motor. Tidak menghiraukan umpatan yang dilontarkan Sony padanya.

***

Hola!
Update lagi.

Gimana cahapter kali ini?

Lanjut?

Sampai jumpa di chapter berikutnya.

Sayang kalian semua. 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top