BAGIAN 8 - UJIAN ATAUKAH COBAAN?

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas.

QS. Az-Zumar (39) : 10.

------------------------------------

“Kak Fatih lama banget dimana sih?” gumamnya clingak-clinguk mencari keberadaan Sang Kakak.

Sudah hampir setengah jam Amira menunggu Fatih keluar masjid. Menunggu itu sebelas dua belas dengan menanti. Sama-sama berawalan me- dan juga sama-sama membosankan. Huh, Amira merasa sangat letih, ia mendudukkan dirinya di kursi teras masjid. Andai saja mereka membawa ponsel pasti sudah dari tadi Amira menghubungi Fatih. Amira menggerutu, terlalu lama menunggu kakaknya membuat dia menunda belajar untuk persiapan UAS empat hari lagi.

Terlihat dua orang ikhwan keluar dari pintu utama masjid. Salah satu ikhwan tersebut memakai jubah muslim laki-laki warna hitam dengan peci putih di kepalanya. Sedangkan satunya, memakai jubah muslim laki-laki dengan peci hitam. Mereka tampak berbincang ria sembari tertawa satu sama lain. Dua Ikhwan tersebut berjalan mendekati Amira yang duduk di kursi. Amira tak menyadari karena ia memposisikan dirinya duduk sambil menunduk.

“Assalamualaikum, adik sholihah?” ucap Fatih sembari menunduk menyejajarkan tubuhnya dengan Amira.

Amira terlonjak mendapati Fatih yang sudah berada di depannya, “Astagfirullahaladzim Kak Fatih!”

“Maaf yah, lama banget nunggunya. Tadi Kak Fatih ada urusan,” tuturnya memberi penjelasan pada Amira. Amira berdiri menyejajarkan tubuhnya dengan Fatih.

Ia menjawab penjelasan Fatih dengan anggukan.

“Oh iya Ra, ini anaknya Ustadz Adi. Gimana ganteng kan mirip Sehun Exo?” ucap Fatih menggoda adiknya.            

Amira mendelik saat Fatih mengatakan kalimat itu. Melihat adiknya dengan ekspresi seperti itu, Fatih langsung tertawa geli. Sedangkan yang dibicarakan hanya tersenyum dan menunduk.

“Assalamualaikum, Saya Jefri anaknya Ustadz Adi,” ucap laki-laki itu sembari menangkupkan tangannya di dada. Amira membalasnya dengan tersenyum, ia langsung menangkupkan tangannya di dada, “Wa-waalaikumussalam, saya Amira adiknya Kak Fatih.” Amira melirik wajah Jefri sekilas. Ia kembali menundukkan pandangannya.

Bener kata Fatih, Jefri tampak sekilas seperti artis korea. Tapi bukan Sehun. Melainkan Nam Joo Hyuk. Postur tubuh yang tinggi, hidung mancung, tak lupa memiliki alis yang tebal. Ugh, ganteng!

Astagfirullahaladzim!! Ucapnya dalam hati. Amira menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisanya dia menyamakan artis korea yang dulu ia suka dengan Jefri anak Ustadz Adi. Amira menghela nafas panjang. Dilihatnya sekilas, Jefri yang sedang memainkan ponsel.

“Jef, aku dan Amira pamit pulang dulu yah, salamkan ke Ustadz Adi. Nanti in shaa Allah kita bertemu lagi secepatnya.” ucap Fatih sembari tersenyum dan melirik Amira sekilas.

Jefri membalasnya dengan anggukan sembari memasang senyum meneduhkan.

“Assalamualaikum,” pamit keduanya pada Jefri.

“Waalaikumussalam.”

***

Sampai di pintu pagar rumah, Amira dan Fatih mendengar keributan dari dalam rumah. Mereka saling pandang satu sama lain mengisyaratkan apa yang terjadi sebenarnya. Lantas, Amira berlari masuk ke dalam rumah yang diikuti Fatih dibelakangnya.

Ia melihat ibunya yang duduk dilantai sembari terisak. Sedangkan ia melihat mata ayahnya melirik tajam penuh amarah. Amira benar-benar tidak bisa melihat ibunya menangis terisak seperti itu. Ia menghela nafas panjang.  Tanpa sadar air matanya menetes. Ia bingung harus melakukan apa. Ia ingin pergi menenangkan dirinya, namun ia juga tidak bisa meninggalkan ibunya.

“Aku muak harus memendam ini Mas, kamu terlalu mementingkan ego kamu setiap hari. Amira dan Fatih itu sebentar lagi harus membayar uang kuliah. Kita tidak harus merepotkan Aisyah. Aisyah itu sudah punya keluarga sendiri, sudah punya suami sendiri. Kita tidak perlu mencampuri urusan mereka.” ucap ibunya yang berusia sekitar empat puluhan. Ia memegang dadanya dan terisak.

“Diam kamu! Aku kepala rumah tangga. Kamu tidak perlu sok menasehatiku. Kalau kamu bisa cari uang. Cari sendiri sana untuk membiayai Fatih sama Amira.” ucap ayahnya yang berumur limapuluh tahunan yang membentak istrinya sehingga istrinya semakin terisak.

“Ayah bicara apa?” ucap Amira dengan sorot mata tak kalah tajam karena Ayahnya telah mengucapkan kalimat yang menyakitkan tersebut. Amira benar-benar ingin menangis saat ini. Matanya sudah memerah. Ia melirik ibunya yang masih bersimpuh di lantai. Dan melihat kakaknya yang berusaha menenangkan ibunya.

Amira beranjak dan berlari keluar rumah. Tidak peduli dengan apa yang ayahnya katakan. Ia tetap berjalan dengan terisak. Ia tidak tahu harus kemana. Ia terus menangis. Sampai ia memutuskan untuk berhenti di sebuah halte dan mendudukkan dirinya di kursi panjang. Namun, ia melihat tiga wanita yang ia kenal sedang berbisik-bisik melirik dirinya.

“Eh, lihat deh! Sekarang Amira penampilannya kayak teroris yah? Kerudungnya panjang kayak gorden. Untung nggak cadaran. Kalo dia cadaran fix kayaknya dia ikut aliran sesat.” ucap salah satu dari ketiga wanita tersebut.

“Iya ihh..., aku kira dia sekolah di luar kota itu penampilannya kayak orang kota, eh ternyata udah kayak teroris aja yah!”

“Iya,”

Amira menahan isaknya. Omongan orang di sampingnya membuatnya semakin merasa sedih. Ia benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia menghela nafas panjang untuk menenangkan dirinya. Ia tetap memegang teguh ucapan dari ustadzahnya saat kajian. Bahwa berhijrah itu memang banyak sekali ujiannya. Di balik ujian berhijrah, ada satu hal yang paling sangat sulit yaitu istiqomah. Seberapa sering ujian itu datang untuk menggoyahkan iman, satu hal yang harus tetap dijaga yaitu istiqomah dalam mempererat hijrah yang dijalaninya.

Amira kembali berjalan untuk mencari mushola ataupun masjid agar hatinya tetap tenang dan tidak larut dalam kesedihan. Ia berhenti di salah satu mushola kecil yang ada di pinggir jalan. Ia ingin menumpahkan kesedihannya dengan mengadu ke Allah. Hal yang akhir-akhir ini selalu ia lakukan ketika ia berada di titik kesedihan.

Amira memutuskan masuk ke dalam mushola kecil tersebut. Ia mengambil wudhu. Melakukan sholat dhuhur dengan khusyuk. Tanpa ia sadari, cairan bening menetes di sajadah. Lantunan bacaan sholat pelan-pelan ia ucapkan. Sujud panjang ia lakukan, hingga ia enggan bangun dari sujud.

Setelah melaksanakan empat rakaat sholat dhuhur, Amira bersimpuh menegadahkan tangannya. Memohon pertolongannya agar masalah yang dialaminya diberi kelancaran jalan keluar oleh Allah.

“Allah, Amira tidak ingin terus-terusan melihat orang tua Amira saling mendiami satu sama lain. Berat rasanya ketika melihat mereka saling bertengkar satu sama lain. Amira harus bagaimana? Ajari Amira menjadi anak yang shalihah, yang dapat menuntun mereka agar surga terindah nantinya mereka tempati di akhirat. Sebagaimana doa yang selalu Amira panjatkan untuk mereka. Bukakan pintu hati mereka agar mereka tetap menjadi pasangan yang selalu hatinya terikat pada-Mu Ya Allah,”

“Allah, tolong beri keistiqomahan yang terus-menerus mengalir pada hati Amira dan teman-teman Amira saat mereka ada di jalan hijrah kepada-Mu. Jangan goyahkan iman mereka. Buatlah hati Amira dan orang-orang muslim lainnya hatinya selalu terikat pada-Mu,”

“Allah, lindungi Ali dimanapun dia berada dan buatlah hati Ali selalu terikat kepada-Mu selalu. Jaga dia.”

“Aamiin Ya Rabbal Aalamiin,” Amira menutup doanya. Matanya terlihat sembab sekali. Memikirkan orang tuanya yang saling mendiami satu sama lain. Bagaimana nantinya ketika ia sudah terjun untuk hidup berumah tangga. Pasti lebih banyak masalah yang menimpanya. Karena tak ada rumah tangga yang tidak ada ujiannya. Diumurnya yang sudah menginjak dua puluh tahun, Amira harus lebih mengerti bahwa ujian hidup ataupun ujian rumah tangga itu pasti akan datang menimpanya kapanpun itu.

Amira menghela nafas panjang, memenangkan dirinya. Matanya mengabsen satu per satu barang yang ada di mushola. Hingga sorot matanya melihat beberapa buku, kitab dan Al-Quran yang berjejer di rak samping kiri dekat jendela mushola. Amira beranjak mendekati rak buku tersebut. ia memilih- milih buku yang akan ia baca. Ia sempat terkejut, mushola kecil namun menyediakan buku-buku untuk dibaca. Ia jarang menemukan mushola seperti ini. ia mengabsen satu persatu. Tangannya berhenti di salah satu buku yang berjudul Rumah tangga karya Fahd Pahdepie.

“Covernya cantik,” gumannya mengambil buku itu dalam rak.

Ia membuka lembar demi lembar buku tersebut. Begitulah Amira, ketika ia jatuh cinta dengan buku tersebut. Ia akan membacanya sampai ia lupa waktu. Semakin larut dengan bacaannya. Ia tidak menyadari bahwa ada beberapa orang yang masuk ke dalam mushola untuk melaksanakan sholat juga.

Lembar demi lembar ia baca, entah sudah berada lama ia berada di mushola. Tangannya berhenti lagi di halaman 250.

“Inilah roller coaster yang sesungguhnya. Kadang, kita harus teriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua kekuatan itu, kita tahu, semua akan baik-baik saja. Kutipannya bagus banget.” Amira tersenyum simpul dengan mata yang masih terlihat sembab.

“Astagfirullahaladzim, jam berapa ini?” Ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Amira memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Entahlah ia akan bersikap bagaimana saat di rumah nanti. Ia harus kembali ke rumah, mungkin dengan mengisi hari-harinya dengan belajar persiapan ujian. Ia tidak akan memikirkan masalahnya. Amira keluar dari mushola, ia mengenakan sandal yang tersisih di samping kanan pintu mushola. Mengusap pipinya yang terkena air mata.

“Amira yah?” suara barinton mengagetkan Amira yang sedang memakai sandalnya.

“Loh, kamu Jefri kan? Sedang apa disini?” Amira terkejut saat mendapati Jefri juga berada di mushola. Apa jangan-jangan Jefri juga melihat Amira menangis? Dan bodohnya Amira malah menanyakan sedang apa di mushola. Ya jelas-jelas ke mushola ingin sholat masak mau beli sayuran?

Bersambung....

Malang, 30 Agustus 2018

Assalamualaikum, afwan beberapa minggu yang lalu sempat hiatus. Tugas kuliah dan pekerjaan banyak sekali. Ini bukan senin tapi aku sempatkan update Amira. Seharusnya kemarin. Tapi nggak papa aku update kamiss. Doakan besok cerita satunya juga ke update.
Oke, enjoy read it....
Terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini..
Tetap ikuti yah..
Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian atau ke reading list kalian.
Jangan lupa follow author makasihh
Jazzakumullah khairan,
Bye bye

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top