BAGIAN 50 - MENETAP ATAU PERGI [ENDING]
Rasa ikhlas itu, nyatanya tak seburuk yang aku kira. Ketika aku ingin mengubur luka pengharapan yang aku simpan bertahun-tahun. Ternyata, seseorang yang aku langitkan dalam doa juga melangitkan namaku dalam doanya.
-Amira Azzahra-
🌸🌸🌸
Takdir memang tak selalu dapat ditebak. Terkadang yang sudah direncanakan, bisa berubah kapanpun itu sesuai kehendak Allah. Terkadang yang di langitkan dalam doa tak selalu menjadi jawaban di setiap doa. Bukan berarti doa yang melangit tidak pernah didengar Allah. Bukan berarti permintaan tak dikabulkan. Kehilangan memang menyakitkan. Namun, kehilangan tidak benar-benar ada. Semua akan diganti dan dijawab di waktu yang tepat nantinya. Entah hari ini ataupun esok.
Kini Ali benar-benar pasrah akan takdir yang memang sudah digariskan Allah untuknya. Dokter mengatakan Amira masih mempunyai kemungkinan kecil untuk tetap bertahan hidup. Operasinya memang berjalan dengan lancar. Tapi tidak menutup kemungkinan lagi jantungnya kembali melemah seperti kemarin-kemarin. Allah tak pernah tidur, ia yakin Amira bisa sembuh atas izin Allah meskipun dalam medis ia dinyatakan sulit untuk kembali pulih seperti semula.
Ali hampir tidak pernah bisa tidur tenang akhir-akhir ini karena takut jika ia tertidur ia tak bisa melihat Amira lagi. Tidak, ia tidak bisa melihat dan membayangkan ketakutan itu benar-benar terjadi.
"Aku mohon jangan tinggalkan aku, Mir!" ucapnya menggengam erat tangan Amira.
"Bagaimana aku mengatakan pada Aira mengenai kondisimu saat ini. Jika kamu terus-menerus memburuk seperti ini. Aira masih belum bisa bertemu denganmu, kasihan dia Mir! Dia merindukanmu, dia ingin sekali bertemu. Aku mohon, bertahan demi Aira dan aku. Aira butuh sosok Ibu seperti kamu. Tolong maafkan aku!"
"Mir, aku mohon sadar ya? Lekas membaik istriku. Tolong, aku mohon! Aku tidak bisa harus melanjutkan hidup selayaknya baik-baik saja jika tidak ada kamu. Aku belum siap kehilangan yang kedua kalinya. Aira juga masih butuh kamu,"
Tiba-tiba jari tangan Amira bergerak perlahan, Amira membuka matanya sedikit demi sedikit. Ia melihat Ali yang sedang duduk di depannya. Mata Ali sedikit sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Kantong matanya juga terlihat jelas bahwa Ali tidak menggunakan jam tidurnya dengan baik, "M-Mas A-Ali," ucap Amira terbata-bata. Matanya perlahan membuka dan menatap Ali dalam. Meskipun kondisi tubuhnya masih sangat lemah.
Ali terperanjat saat mendengar Amira memanggilnya pelan, "Amira? kamu sudah sadar kembali?"
Amira tersenyum lemah. Ia menatap Ali dalam, "M-mas Ali, Aira di-dimana?"
"Aira bersama Reyhand Sayang,"
Setetes cairan bening keluar dari mata Amira. Ia memejamkan matanya dan tersenyum tipis, Amira berusaha kuat untuk menahan tangisnya di depan Ali dengan kondisi seperti ini. Mengapa Ali tak meninggalkannya. Amira hanya bisa merepotkan jika terus-menerus dengan kondisi seperti ini, "Ma-maaf, A-amira minta maaf,"
Ali menutup mulut Amira dengan telunjuknya, ia mengisyaratkan Amira untuk tidak menangis di hadapannya. Ali tak menyukai jika Amira menangis di hadapannya. Itu membuat dadanya semakin sesak karena rasa bersalahnya.
"Sssshhttt! Untuk apa meminta maaf, Hei, jangan menangis! Kamu tidak salah apa-apa." ucap Ali memenangkan Amira seraya telunjuknya ia gunakan untuk mengusap pekan air mata yang menetes di pipi Amira.
Amira menghela napas beratnnya, ia masih berusaha menahan tangisnya di depan Ali. Namun gagal, tangisnya pecah saat menatap Ali. Amira menatap Ali lekat, ingin rasanya ia memeluk Ali, namun tubuhnya masih belum bisa digerakkan seperti dulu lagi, "Ma-maaf Mas, Amira membuat Mas Ali salah paham. A-amira tidak bermaksud-"
"Jangan dibahas! Kamu tidak salah, semua masalahnya sudah selesai. Jangan pikirkan yang macam-macam. Yang terpenting kamu cepat sembuh," Ali segera memotong kalimat yang akan Amira katakan. Ia paham, Amira akan mengatakan masalah kemarin yang membuat kesalahpahaman muncul di antara mereka. Ia tidak akan membiarkan Amira terus menerus merasa bersalah. Ia sudah cukup mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah.
"Maaf, Amira belum bi-bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Ali sesuai apa yang diamanahkan Vina untuk Amira. M-mas, Amira saat ini tidak bisa apa-apa. A-amira takut jika Amira pergi, Mas Ali dan Aira tidak ada yang menjaga."
"Maksud kamu apa Mir? Aku nggak suka kamu ngomong seperti itu, aku mencintaimu. Aku ingin kamu dan Aira ada di sampingku terus."
"Mas, A-amira sudah tidak bisa menjaga Aira lagi seperti dulu,"
Amira terisak pelan. Ia berusaha bangun dari tidurnya. Namun, rasanya badannya seperti remuk. Kepalanya terasa berat. Dan infus-infus yang menempel di tubuhnya serasa mengikatnya kencang.
"Jangan banyak bergerak Mir, kamu belum pulih sepenuhnya. Aku mohon jangan seperti ini. Kamu bisa sembuh, aku yakin kamu bisa sembuh seperti dulu lagi. Aku dan Aira akan menunggu kapanpun itu. Aku mohon jangan seperti ini lagi. Bukan kamu yang sakit. Aku juga ikut merasakan sakit Mir lihat kamu terbaring lemah seperti ini."
"Jangan seperti ini aku mohon. Aku mencintaimu," tambahnya memohon pada Amira untuk tidak menangis lagi.
Amira semakin terisak, ia tak pantas untuk Ali. Baginya Ali berhak bahagia, tanpa dia. Ia merasa tidak berguna saat ini. Ia hanya merepotkan Ali jika seperti ini terus- menerus.
"Aku harus mengatakan apalagi agar kamu tidak menangis dan terus menerus meminta maaf padahal ini bukan salahmu. Ini bisa melukaimu Mir, jangan pikirkan yang tidak-tidak. Pikirkan kesembuhanmu. Kamu masih belum pulih sepenuhnya. Tolong jangan menangis, aku tidak bisa melihat kamu menangis."
Ali menggengam erat tangan Amira, "Ini semua salahku. Kamu berhak menghukumku apa saja Mir. Jika Allah menghendaki, biar aku saja yang menggantikan posisimu saat ini. Yang terpenting kamu baik-baik saja,"
Ali berusaha menghapus air mata yang terus menerus menetes di pipi Amira. Ia mengusap pekan pipi Amira. Mencium punggung tangan Amira dan menggengamnya erat.
"Kamu sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku mohon izinkan aku juga berkorban untukmu. Aku mohon izinkan aku untuk memulai lagi dari awal. Kamu harus sembuh." Ali mencium kening Amira.
"Jangan seperti ini ya? Aku mohon. Aku sakit melihatnya."
Jefri tersenyum getir. Ia mengurungkan niatnya mendekat ke ranjang yang ditempati Amira. Ia mendengar percakapan dari Ali dan Amira dari balik tirai ranjang rumah sakit. Jefri tak mengetahui bahwa ternyata Ali ada di samping Amira. Ia pikir Amira tidak ada yang menjaga di ruang ICU. Jadi ia berniat untuk menjenguk Amira. Namun, saat ia sampai di balik tirai ranjang yang ditempati Amira, ternyata Ali sedang ada disana. Ia mengurungkan niatnya untuk menemui Amira. Ia lantas beranjak pergi dan keluar dari ruang ICU.
"Mengikhlaskan kamu yang tidak ditakdirkan untukku memang sulit Ra, Namun aku harus terus mencobanya. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu dengan Ali, Ra! Aku masih mencintaimu. Tapi kamu tenang saja, sebisa mungkin aku akan membuang perasaan ini jauh. Cepat sembuh Ra, meskipun aku tidak ditakdirkan bersamamu. Kapanpun kamu butuh bantuan. Aku akan tetap ada," Jefri mengusap kasar air matanya yang tak sengaja menetes. Ia menyimpan kembali buku novel yang ia pegang. Sepertinya ia harus mengurungkan niatnya untuk memberikan buku yang ia pegang ke Amira. Amira sudah selayaknya bahagia dengan seseorang yang ia cintai dan mencintainya. Ia tak seharusnya hadir di kehidupan Amira. Ia juga tak bisa terus-menerus menetap di hati Amira yang sudah jelas-jelas ada seseorang yang menempati. Sebisa mungkin ia harus pergi dan tak hadir di kehidupan Amira lagi.
Ada dua pilihan ketika mencintai seseorang. Yang pertama, mencintainya sedalam mungkin ketika memang ia ditakdirkan dengan seseorang yang ia cintai. Namun, ketika ia tidak ditakdirkan dengan seseorang yang ia cintai, maka pilihan kedua adalah mengikhlaskan sedalam-dalamnya. Cinta perihal belajar. Ketika yang diperjuangkan tak sejalan dengan takdir, maka mengikhlaskan adalah cara yang terbaik.
- END -
Malang, 24 Mei 2020
❄️❄️❄️
Akhirnya author bisa nyelesaikan cerita ini hari ini. Meskipun tadi sempat bingung gimana mengakhiri ending ini. Terima kasih sudah membaca sampai ending ya gaessssss aku seneng banget jangan lupa vote komen dibawah gimana menurut kalian? Follow author ya setelah ini author mau buat cerita tentang Jefri. Tim Jefri mana suaranya wkwkw
Setelah ini author up epilog sama trailer kalo ada waktu senggang tak?
Perlu extra part nggak?
Komen di bawah aja pokoknya yak?
Hati-hati typo bertebaran karena author belum tidur ini pas buat ending wkwkw jadi sedikit ngantuk pas nulis wkwk
Makasih banyak see you pan kapan author balik lagi bawa kejutan yak tetep stay bareng author pokoknya wkwk jangan dihapus dari perpustakaan kalian gak biar nggak kangen author wkwk
Selamat hari raya Idul Fitri salam dari author dan jajaran keluarga Muhammad Ali Umar dkk wkwk 🥰🥰🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top