BAGIAN 5 - SATU HARI BERSAMA ALI (2)

 --Melihat seseorang yang kamu cinta dalam diam terbaring sakit di depanmu. Itu lebih menyakitkan lagi.---

Sebenarnya Amira sedikit tidak biasa jika bersama seseorang yang bukan mahromnya. Terlebih Ali bukan mahromnya dan Ali adalah seseorang yang dia kagumi sejak sekolah dasar. Dia tidak ingin lama-lama disini. Dia ingin pulang. Amira cepat-cepat menghabiskan tehnya meskipun lidahnya sedikit pahit.

"Ayo Al!" ajak Amira.

"Kemana?"

"Pulang lah!" ucap Amira

"Pulang aja sendiri," ucap Ali sembari memainkan ponselnya dan menyeruput secangkir teh yang ada di tangan kanannya. Sifat Ali seperti ini yang membuat Amira ingin menampolnya.

Amira menghela nafasnya. Ia ingin sekali memaki-maki Ali. Namun ia urungkan niatnya. Ia membereskan barang-barangnya dan mengambil ranselnya. Lantas Amira  beranjak dari tempat duduknya. Ali yang masih sibuk memainkan ponselnya tak menyadari Amira yang sudah bergegas ingin cepat-cepat sampai ke rumah.
" Assalamualaikum," pamitnya pelan pada Ali tanpa melihat Ali.

Amira masuk rumah Pak Herman untuk mencari istri Pak Herman.

"Bu, Amira pamit pulang dulu," ucapnya pada istri Pak Herman.

"Kok nggak bareng Nak Ali?" tanya istri Pak Herman.

Amira hanya tersenyum meneduhkan pada istri Pak Herman. "Tidak Bu, Amira ada urusan mendadak." Alibi Amira saat ditanya istri Pak Herman.

"Assalamualaikum Bu," pamitnya

"Waalaikumussalam." Jawab istri Pak Herman.

Amira berjalan meninggalkan rumah Pak Herman dan mencari pangkalan ojek. Ia sudah berusaha memesan ojek online tapi sepertinya jangkauan rumahnya tidak memenuhi syarat. Sedangkan biasanya ojek online beroperasi hanya di kota saja. Naik angkot juga nggak akan sampai ke rumahnya. Meminta jemput orang rumah juga percuma. Jam kerja tidak akan bisa orang rumah menjemput Amira.
"Bagaimana ini," Amira bingung harus melakukan apa agar dia bisa sampai rumah. Sedari tadi Amira hanya clingak-clinguk.

Tiba-tiba dua orang pengendara motor menghampiri Amira, "Neng, nyari ojek ya? Sama abang aja!" ucap seseorang yang memakai topi.

"Sama abang aja motornya gede Neng, disini nggak ada ojek loh,"
Amira merasa dirinya tidak aman. Mereka bukan tukang ojek. Amira bergidik ngeri.

Ya Allah tolong Amira. Ucapnya dalam hati.

Tiba-tiba Ali menghampiri Amira dan dua preman tersebut. Ali menarik ujung lengan baju Amira. Ali membawa Amira berlari mendekat ke motornya. Amira terlonjak kaget saat Ali tiba-tiba menarik tangannya menjauh dari preman tersebut.

Dua preman tersebut geram pada Ali yang telah membawa mangsanya pergi. Preman tersebut langsung menyusul arah pergi Amira dan Ali. Tiba-tiba dari belakang punggung Ali tertonjok kepalan tangan preman. Amira yang melihat itu langsung berteriak.

"Ali....!!" teriak Amira.

Bug!

Ali tersungkur ke tanah karena pukulan preman, ia berusaha bangun lagi untuk menghabisi preman tersebut. Mata Ali seperti kilatan petir. Ali berusaha untuk tetap menghabisi preman-preman itu. Sesekali Ali terkena pukulan pada perutnya. Ali tetap kalah. Karena melawan dua preman sedangkan dia hanya satu orang.

Bug!

Bug!

Bug!

Ali tersungkur ke lantai dengan darah di pelipisnya. Kedua preman tersebut meninggalkan Ali yang tergeletak. Amira yang melihat itu langsung menghampiri Ali yang tergeletak di tanah.

"Astagfirullahaladzim Ali!" Amira berteriak. Amira tidak tega melihat Ali seperti ini. Air mata Amira tidak berhenti menetes.

Amira meminta bantuan orang-orang sekitar untuk membawa Ali ke puskesmas terdekat.

Sampai di puskesmas, dokter jaga puskesmas langsung menangani Ali di IGD. Amira duduk di ruang tunggu.
Setelah lima belas menit, dokter yang memeriksa Ali keluar dari ruangan.
"Keluarga pasien Ali?" Amira yang menyadari itu, langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampiri dokter.

"Pasien Ali lukanya tidak terlalu parah, silahkan masuk untuk menjenguk. Saya permisi dulu ya mbak?" Ucap dokter.

"Baik dok, terima kasih." Jawab Amira.

Amira tidak berani masuk ke ruangan. Ia tidak bisa melihat Ali terbaring lemah disini. Ini yang membuat hati Amira sakit. Cinta dalam diam dalam kurun waktu yang lama itu menyakitkan bukan? Apalagi melihat seseorang yang kamu cinta dalam diam terbaring sakit di depanmu. Itu lebih menyakitkan lagi.

Amira memutuskan untuk masuk ke ruangan. Mau tidak mau ia harus melihat kondisi Ali. Amira berjalan menghampiri Ali yang terbaring lemah di ranjang IGD. Ia menarik kursi samping ranjang untuk duduk. Ia tidak berani menatap Ali yang masih memejamkan matanya.

"Maaf Al," ucapnya lirih. Melihat Ali yang masih memejamkan mata. Amira menunduk dan tidak berani menatap Ali.

"Cenggeng banget nangis," ucap Ali yang membuat Amira terlonjak.

"Aa-Ali..." sahut Amira terbata-bata.

"Ayo pulang!" ajak Ali yang sudah beranjak dari tidurnya. Ali mengubah posisi bersender di sisi ranjang.

"Emang kamu bisa nyetir?" tanya Amira.

"Bisalah, orang aku nggak kenapa-kenapa,"

Nggak kenapa-kenapa bagaimana? muka udah biru-biru begitu. Ucap Amira dalam hati.

"Yaudah aku aja yang bonceng bawa motor kamu, kamu duduk di belakang," ucap Amira dengan senyum manisnya.

"Enak aja, bisa-bisa motorku kamu tabrakin ke selokan." Bantah Ali.

"Apaan sih! enak aja, gini-gini aku bisa naik motor." Amira tidak terima dengan perkataan Ali.

"Itu motorku, jadi aku yang bonceng titik!" sanggah Ali lagi.

"Aaaahh, yaudah terserah!" Amira mengalah.

Amira meninggalkan Ali yang masih duduk diranjang. Ia menemui dokter jaga untuk meminta izin agar Ali diperbolehkan pulang. Amira berbincang-bincang dengan dokter. Dan alhasil, dokter menyetujuinya. Amira kembali menemui Ali untuk bersiap pulang.

"Ayo Al! Udah diizinin dokter, Kamu beneran kuat kan?" ucap Amira pada Ali yang masih duduk disisi ranjang.

"Iya," jawabnya singkat.

Ali turun dari ranjang sembari memegang perutnya. Sesekali ia mengaduh kesakitan. Amira sempat tidak tega melihat Ali. Ini salahnya. Ali terkena pukulan preman membuat Amira semakin bersalah. Berjalan tertatih-tatih seperti itu. Ingin rasanya Amira memapah Ali untuk membantunya berjalan. Tapi tidak mungkin bisa. Sekali lagi Ali bukan mahram Amira. Mau tidak mau mereka tidak boleh berduaan terlalu lama.

"Hati-hati Al," ucapnya. Ali hanya mengangguk.

"Udah aku aja yang bawa barang kamu," tambahnya.

Ali dan Amira berjalan beriringan menuju tempat parkir motor Ali.

"Ayo naik!" titahnya pada Amira. Amira ragu-ragu dibonceng Ali.

"Tasku aku taruh didepanku aja!" Ali mengambil tas dari tangan Amira.

"Mir.... Kok malah ngelamun sih, ayo!" ucapnya lagi.

"Iya," jawabnya singkat.

Amira naik ke motor Ali. Sebisa mungkin ditengah-tengah mereka Amira menaruh tasnya agar tidak menyisakan jarak. Mungkin tas Amira terlalu besar sampai Amira hampir tidak kebagian tempat duduk.

"Mir, bisa nggak tas kamu itu taruh belakang punggung kamu aja. Susah ini!" Ucap Ali. Ali yang memang terganggu dengan tas Amira yang berada ditengah. Dengan berat hati Amira mengubah posisi tasnya di punggung. Jarak Amira dan Ali hanya beberapa centi. Sesekali Amira bergeser ke belakang.

Ya Allah maafkan Amira. Ucapnya dalam hati.

Amira memindahkan tasnya ke belakang. Ali perlahan menyalakan motornya dan menancapkan gas. Mungkin sedikit sulit untuk Ali mengebut. Amira dapat memahaminya.

Amira teringat kejadian 6 tahun yang lalu saat mereka masih duduk dibangku SMP. Saat itu,

"Pak, sepedah teman saya rusak seperti ini. Apa bisa diperbaiki?" ucap Ali. Iya, sedari tadi Ali yang menemani Amira untuk mengantarkan sepedahnya yang rusak ke bengkel belakang sekolah.

"Loh, sepedahnya kenapa bisa seperti ini? kalo seperti itu saya bisa perbaiki, Nak! Tapi sekitar 2 sampai 3 hari baru selesai. Nggak bisa kalo cuma sejam dua jam."

"Gitu ya, Pak? Nggak bisa kalo ditunggu?" ucap Amira

"Nggak bisa, Nak! Soalnya sepedahnya rusaknya parah."

Amira hanya bisa menunduk lemah. Tidak sengaja cairan bening di mata sudah tidak terbendung lagi. Amira menangis dalam posisi menunduk dan tak bersuara. Iyalah ! kalo nangis kejer malu sama tukang bengkel!

"Ayo naik!" tiba-tiba sebuah tangan menarik tangan Amira dan mendekat ke sepedah miliknya.

"Nggak usah, kamu pulang aja. Terima kasih bantuannya!" jawab Amira seadanya. Amira tidak enak sama Ali yang sudah membantu jalan kaki sampai bengkel. Mengantarkan ke pak bengkel. Eh, sekarang ditebengi pulang. Gatau diri emang !!

"Kenapa?  kamu mau nunggu disini sampai sepedahmu selesai diperbaiki? Atau kamu mau jalan kaki 3 km sampai rumah? ayo naik cepetan!"

Amira lantas menurut, dan segera menaiki sepedah Ali. Sepedah Ali beda dengan sepedahnya. Sepedah yang digunakan Ali itu sepedah gunung MTB xtrada. Amira duduk di depan dan Ali duduk di sadel. Dalam perjalanan mereka sering diam satu sama lain. Terlarut kedalam pikiran masing-masing.

"Sudah sampai....," Ali membuka suara yang menyadarkan lamunan Amira seketika. Lantas setelah itu, Amira langsung turun dari sepedah Ali.

Sepanjang perjalanan Amira larut dalam lamunannya. Tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sudah sampai depan rumah Amira.

"Mir, sudah sampai!" ucap Ali.

"Mir....,"

"Mir, ngelamunin apaan sih? Udah sampai tuh!" ucap Ali lagi. Seketika Amira terlonjak.

"Ah, iya maaf Al." Amira baru menyadari bahwa ia sudah sampai rumahnya.

"Dasar tukang ngelamun! Awas kesambet," ucapnya lagi.

Amira turun dari motor Ali, "Al, makasih yah? Hati-hati!" Amira mengucapkan dengan suara lirih dan tersenyum simpul. Sesekali dia menundukkan pandangannya.

"Iya,"

Amira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, belum sempat membuka pintu Ali memanggilnya.

"Mir?"

"Apa?" Amira mengerutkan dahinya.

Bersambung....

Malang, 3 Juli 2018

Aku update lagi. Semoga suka!

Salam sayang dari author wkwkwk

Jazzakumullah Khairan sudah membaca sampai part ini.

Tetep tunggu sampai part akhir ya?

Jangan lupa follow author ya, Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri yak! Jangan lupa koment juga,

Semoga terinspirasi dan bermanfaat.

Maaf kalo nggak dapat feel.

Tunggu update selanjutnya. Tambahkan ke perpustakaan !

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top