BAGIAN 49 - TERUNGKAP
"Mir," panggil Ali pelan.
"Kamu nggak papa kan Sayang?"
Ali mencoba memanggil pelan Amira. Memastikan Amira baik-baik saja. Ia mencium kembali punggung tangan Amira yang masih terbalut infus. Hatinya lega saat melihat mata Amira kembali terbuka dan sorot matanya menatapnya dalam, "Ada apa? Hm?" tanya Ali memastikan.
"Mau ketemu Kak Fatih? Aku panggilin ya? Biar Kak Fatih jaga kamu disini. Aku keluar sebentar ya? Nanti aku balik lagi kesini. Jangan khawatir, secepat mungkin aku balik kesini. Kak Fatih juga sangat khawatir denganmu. Aku tinggal sebentar ya Sayang? Cepat sembuh. Aku mencintaimu,"
Ali mencium punggung tangan Amira lagi dan lagi. Tidak terhitung berapa kali ia mencium punggung tangan Amira. Ia menatap sedu mata Amira yang mengisyaratkan tak ingin Ali jauh darinya. Tak apa, Ali paham dengan tatapan itu. Ali hanya ingin memberi ruang untuk Kakak kandung Amira dan yang lainnya agar bisa bergantian menjenguk Amira. Karena ruang ICU tidak bisa sembarang orang yang menjenguknya. Jadi, ia harus rela bergantian dengan yang lain.
Ali melangkah keluar ruang ICU. Ia memanggil Fatih untuk menggantikannya menjaga Amira, "Kak, tolong jaga Amira ya? Aku keluar sebentar. Nanti aku kesini lagi," Fatih mengangguk. Saat ini yang ada di depan ruang tunggu ICU hanya Jefri dan Fatih. Sedangkan Reyhand dan Nadya mungkin sedang mengajak Aira bermain di sekitar rumah sakit. Ali membiarkan Aira bersama Reyhand dan Nadya. Ia sama sekali tidak keberatan. Karena ia paham, Rey dan Nadya sedang membutuhkan Aira untuk sekedar menghibur kepedihannya karena beberapa tahun yang lalu Nadya keguguran dan sampai saat ini belum bisa memiliki keturunan lagi.
Ali berjalan ke arah Masjid rumah sakit untuk melaksanakan sholat dhuha. Letak masjid tak jauh dari ruang ICU, hanya beberapa meter saja. Ali berjalan dengan tenang menuju tempat wudhu dan melaksanakan sholat.
Empat rakaat yang sangat berarti untuk Ali. Mata Ali lagi dan lagi meneteskan air matanya secara tak sengaja. Ia memperpanjang sujudnya, memohon sebanyak-banyaknya agar seseorang yang ia cintai dapat kembali pulih seperti semula. Ali sangat merindukannya. Ia tidak ingin lagi Amira terluka karenanya.
"Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu dan kekuatan-Mu, berikanlah kepadaku apa yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih."
"Ya Allah, sembuhkan Amira. Sembuhkan dari penyakit yang menimpanya. Engkau adalah asy-Syaafi (Yang Maha Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan (dari)-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain." Ali mengakhiri doanya dengan melafadzkan Asmaul Qusna diakhir doanya.
Usai sholat Dhuha, Ali beranjak keluar masjid untuk kembali ke ruang ICU menemani Amira. Ia berjalan pelan seraya tangannya masih memegang tasbih biru miliknya. Dahinya berkerut saat dari jarak 50 meter di depannya, ia melihat Tania sedang menelfon seseorang di bawah pohon.
Itu Tania kan? gumamnya pelan memastikan bahwa yang ia lihat adalah Tania. Untuk apa menelfon di bawah pohon seperti itu? Ia lantas mendekat ke arah Tania yang masih berdiri memunggunginya.
"Sial! Kenapa kamu bisa seceroboh itu? Lihat sekarang! Pak Ali perhatian lagi sama istri barunya. Menjijikan! Nggak tau diri banget udah sekarat masih aja direbutin. Aku sudah bayar kamu mahal untuk mengirim lagi paket foto editan Dokter itu dan istrinya Pak Ali. Tolong kerjakan dengan baik. Edit foto itu layaknya asli. Katanya kamu pro urusan begini? Mana buktinya? Aku ingin Pak Ali mengira kalau istri barunya yang jelek itu tidak setia. Jangan begini dong! Kerjamu nggak becus sama sekali."
"Aku minta maaf Tan-"
"Pokoknya aku nggak mau tau, aku mau terima beres! Kasih tau ke Anton juga, suruh bis miliknya tidak beroperasi lagi. Aku takut ada saksi yang melihat kalau istri Pak Ali sengaja didorong seseorang saat turun dari Bis. Kalau begini jadinya aku sia-sia membuang waktuku untuk berpura-pura menolong istri Pak Ali. Mereka semua udah percaya, saat aku mengadu domba. Kalau Pak Ali tidak bisa dihubungi saat istrinya sekarat. Padahal aku memang sengaja tidak menghubungi Pak Ali dan malah menghubungi Jefri. Tau sendiri kan? Dokter itu suka sama istrinya Pak Ali. Jadi gampang buat nyingkirin wanita munafik itu--"
"TANIAA! APA YANG KAMU LAKUKAN?"
Tania terperanjat. Ia menoleh ke belakang saat mendengar bentakkan dari seseorang. Tangannya mematikan paksa sambungan telepon, "P-Pak Ali?" ucapnya terbata-bata.
"MAKSUD KAMU APA?"
"Eum, Tidak ada apa-apa Pak, ini tidak seperti yang Pak Ali kira,"
"KENAPA KAMU MEMFITNAH AMIRA, MELUKAI AMIRA SAMPAI SEPERTI INI? AMIRA PUNYA SALAH APA SAMA KAMU? JAWAB!"
Tania masih bungkam. Ia bingung beralasan apa lagi agar Ali percaya padanya. Tangannya memainkan ujung bajunya. Memikirkan kalimat apa yang harus ia ucapkan pada Ali. Ia sedikit heran mengapa Ali tiba-tiba muncul dihadapannya saat ia menelfon temannya. Kalau seperti ini rencananya gagal total untuk membunuh Amira secara pelahan.
"KALAU KAMU TIDAK MENJAWABNYA DENGAN JUJUR. AKU AKAN BAWA KASUS INI KE KANTOR POLISI." ancam Ali.
"Ti-tidak Pak, aku tidak mau masuk penjara. A-Aku melakukan ini karena aku mencintai Pak Ali. Aku sudah mencintai Pak Ali dari dulu. Aku lebih dulu mencintai Pak Ali dari pada istri baru Bapak. Aku mencintai Pak Ali sebelum Pak Ali menikah dengan istri baru Bapak. Aku benci dia. Aku benar-benar membencinya. Mungkin saja dia yang membunuh Mbak Vina. Dan sekarang dia berhasil merebut kasih sayang Pak Ali dan anak Bapak. Dia wanita munafik Pak, Dia tidak mencintai Pak Ali. Dia hanya mencintai Dokter Jefri. Dan Dokter Jefri juga mencintainya. Mereka memang serasi, sama-sama munafik. Aku melakukan ini terpaksa agar Pak Ali tidak bersama wanita munafik itu. Pak Ali tolong percaya saya,"
Ali geram saat Tania tiba-tiba menyebut Amira dengan sebutan wanita munafik. Ingin rasanya tangannya menampar pipi Tania. Namun, ia mengurungkan niatnya lagi, "JAGA BICARAMU! AMIRA TIDAK SEBURUK YANG KAMU KIRA. KAMU SALAH BESAR JIKA MENGATAKAN AMIRA TIDAK MENCINTAIKU. KALAU KAMU TIDAK MENGETAHUI YANG SEBENARNYA TIDAK USAH MENGADA-NGADA. AKU YANG LEBIH TAU AMIRA DARIPADA KAMU."
"Dan tolong! Singkirkan niat buruk kamu untuk mencelakai Amira lagi. Karena aku tidak segan-segan membawamu ke kantor polisi. Mulai sekarang, kamu jangan menginjakkan kaki di kantor lagi!"
Ali meninggalkan Tania yang mematung di tempat. Tidak peduli lagi dengan sekretaris biadab itu. Bisa-bisanya ia dibohongi Tania dengan tampang pura-pura baiknya selama ini. Ia sudah mengira bahwa foto mesra Amira dan Jefri memang benar. Nyatanya hanya hasil editan yang memang dibuat sedemikian mirip aslinya. Gara-gara tipu daya paket foto yang dikirim Tania, membuat Ali sempat marah besar dengan Amira. Padahal Amira tidak tau apa-apa mengena foto tersebut. Kalau saja Ali mempercayai Amira dan tak masuk ke dalam perangkap Tania. Mungkin saja Amira tidak akan seperti ini.
"Arrrggghhhh! Bodoh!" Ali terduduk di kursi tunggu ruang ICU bersama Jefri dan Fatih. Tangannya mengacak-acak rambutnya kasar. Kalau saja ia tak ingat kata-kata Amira jika seseorang yang pernah berbuat jahat tidak seharusnya dibalas dengan kejahatan. Tania sudah Ali masukan ke penjara detik ini juga karena tindakan kejahatan yang membuat Amira sampai celaka seperti ini.
Reyhand yang baru saja masuk ke dalam ruang ICU untuk menjenguk Amira, tiba-tiba keluar, "Al, detak jantung Amira kembali melemah lagi!" ucap Reyhand menghampiri Ali yang terduduk di depan ruang tunggu ICU.
"APA?" Ali beranjak berdiri dan melangkah masuk ke ruang ICU, namun langkahnya ditahan oleh Reyhand.
"Tenang dulu, di dalam ada dokter yang menangani."
Ali semakin khawatir dengan keadaan Amira. Apa kemungkinan buruk yang dokter katakan akan terjadi pada Amira. Tidak! Ali belum siap menerima kehilangan kedua kalinya.
Seorang dokter yang menangani Amira keluar dari ruang ICU, "Keluarga pasien Ibu Amira Azzahra?"
"Iya Dok,"
Dokter tersebut menghela napas berat, "Pasien A-amira, kondisinya-"
"Dokter tolong katakan yang jelas pada kami. Kenapa dengan kondisi istri saya, Dok?"
"Pasien Amira tidak-"
Bersambung....
Malang, 23 Mei 2020
🌸🌸🌸
Aku up lagiii gaaann wkwkwk gimana part ini? Ini udah mau ending lho? Masih nggak rela sih ending tapi author harus mengakhirinya wkwk
Mau happy ending apa sad ending wkwk?
Ini author ngetiknya malem terus soalnya kalo pagi sama siang mager wkwk tapi resiko ngetik malem tuh ngantuk jadi banyak typonya wkwk maap ya dimaklumi wwk
Tadi author juga sempet baca-baca ulang part awal sampe akhir ternyata banyak typo nya wkwk gak sengaja maap ya nanti aku perbaiki. Typo nya banyak lagi wkwk
Terima kasih gaannn agan agan semua wkwk udah membaca sampai sejauh ini. Author masih amatir buat cerita ini karena emang cerita pertama ya kan? Wkwk dan terima kasih udah beri dukungan baca terus nyempetin vote juga terus komen juga dan follow juga seneng banget pastinya wkwk
See you bye bye buat kejutan besok deh! Aku tunggu komen yang paling menarik buat cerita ini ya? Di kolom makasihhh 🥰🥰🥰🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top