BAGIAN 45 - MAMA AMIRA JANGAN PERGI!

Aku pikir aku sudah berdamai dengan cinta dalam diamku selama bertahun-tahun. Tapi nyatanya tidak, semakin aku berharap, semakin aku membuka lembaran luka baru.

--Amira Azzahra--

❄️❄️❄️

Amira terisak pelan. Ia mendekati Jefri yang masih merintih kesakitan memegangi sudut bibirnya, "Jef, kamu nggak papa kan?"

"Ng-nggak Ra, aku nggak papa,"

"Aku pulang dulu ya Jef?"

"Ma-maaf Ra, gara-gara aku-"

"Tidak ada yang salah Jef, ini cuma salah paham."

Amira meninggalkan Jefri yang masih mematung di tempat. Ia berusaha menahan tangisnya. Namun, gagal! Tangisnya pecah saat ia masuk ke dalam taksi. Kedua tangannya membungkam penuh mulutnya agar tangisnya tidak terdengar. Namun, tetap saja sopir taksi pun tahu kalau dia sedang menangis.

"P-Pak, berhenti di perumahan yang ada di depan ya?"

Sopir taksi melirik sekilas Amira yang duduk di belakang. Ia mengangguk dan tersenyum, "Baik Mbak,"

Sopir taksi tersebut melaju dengan kecepatan rata-rata. Alih-alih tak tega jika melihat Amira menangis di taksinya.

"Mbak sudah sampai," ucapnya.

Amira mengangguk pelan dan menyodorkan uang pembayaran taksi. Ia turun dari taksi dan berjalan membuka pintu rumah.

Ia mendengar suara tangisan Aira yang memanggil-manggil namanya. Ia lantas cepat-cepat menaiki anak tangga menuju kamarnya. Langkahnya terhenti saat mendengar suara Ali membentak Aira di balik pintu kamar. Sungguh? Ia tak paham dengan sikap Ali saat ini? Mengapa sikapnya bisa seperti ini dan cepat berubah? Sampai anak satu-satunya menjadi korban kemarahannya. Sampai di depan kamarnya, tangannya membuka knop pintu kamar dengan hati-hati.

"Mamaaaaa!" teriak Aira yang langsung menghambur ke pelukannya. Aira memeluknya erat. Ia sedikit ketakutan. Namun tiba-tiba  tangan Ali melepasnya dengan kasar. Ali menarik lengan anaknya untuk tidak memeluk Amira. Aira semakin menangis kencang saat tangan Ali melepas pelukan Aira dan Amira.

Ali menatap tajam Amira, "Kamu bisa mengemasi barang-barangmu saat ini. Dan tinggalkan rumah ini sekarang!"

"M-mas Ali," panggilnya lirih.

"Mas Ali salah paham, Amira benar-benar tidak ada niatan sedikitpun berdua-duaan dengan Jefri." ucapnya seraya menahan tangisnya.

"AKU TIDAK PEDULI. MALAM INI KAMU HARUS SUDAH TIDAK ADA DI RUMAH INI!"

"M-Mas?"

"AKU TIDAK MAU TINGGAL SERUMAH DENGAN WANITA SELINGKUH DAN MURAHAN SEPERTIMU!"

Hati Amira seperti ditusuk duri tajam. Hati perempuan mana yang tak sakit jika dikatakan 'wanita murahan' dengan seseorang yang ia cintai. Bahkan Amira sedikitpun tak pernah ada niatan untuk berselingkuh atau dekat dengan yang bukan mahram kalau tidak ada kepentingan. Amira akan menolak untuk bertemu dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Amira tak habis pikir dengan kata-kata yang diucapkan Ali. Mendengar Ali semakin membentak Amira, tangan Aira memukul-mukul Ali dengan keras, "Aila mau sama Mama!"

Dengan tangan gemetar, Amira mengemasi beberapa barangnya. Ia memasukkan baju-bajunya ke dalam tas miliknya. Tangisnya tak bisa ditahan. Kalimat yang dilontarkan Ali benar-benar sangat menyakitinya.

"Mama mau kemanaaaa?" Aira meronta-ronta ingin turun dari gendongan Ali. Ali semakin kuat untuk menahan Aira yang akan memeluk Amira.

Usai mengemasi barang-barangnya, Amira menatap dalam Aira yang digendong Ali. Ada rasa ingin memeluknya untuk terakhir kali. Pandangannya beralih menatap Ali dan mengisyaratkan bahwa ia ingin memeluk Aira. Namun, Ali langsung memalingkan pandangannya. Tatapan dingin masih tersirat di mata Ali saat ini.

Amira pergi beranjak membawa beberapa barangnya yang ada di tas. Ia semakin mempercepat langkahnya keluar dari rumahnya agar tak mendengar tangisan dari Aira yang membuatnya semakin sesak. Namun tetap saja, tangisan Aira terlalu kencang sampai ia bisa mendengarnya sampai ruang tamu.

"Aira maaf-" gumamnya pelan. Amira bingung harus pergi kemana. Jika ia harus ke rumah orang tuanya, nantinya ia tak akan tega melihat ibu dan ayahnya semakin memiliki beban pikiran. Tidak! Ia tidak akan bisa melihat orang tuanya semakin memiliki beban pikiran hanya karenanya.

Tangan Amira tampak men-scrool kontak panggilan yang ada di ponselnya. Ia mencari nama kakaknya untuk dihubungi.

"Kak Fatih, Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam, ada apa Ra?"

Amira menghela napas berat, ia sedikit menahan tangisnya agar Fatih tidak mengetahui bahwa ia sedang menangis, "K-kak Fatih, boleh hari Amira menginap di pesantren Kak Fatih?

"Boleh silahkan! kesini jam berapa? Sama Ali dan Aira kan?" jawab Fatih dari seberang telephon.

"1 jam lagi Amira sampai Kak,"

"Ya sudah, kakak tunggu,"

"Amira tutup telfonnya ya?"

"Iya,"

Amira tak berani mengatakan yang sebenarnya ke Fatih. Ia takut Fatih akan marah ke Ali. Amira beranjak meninggalkan rumah Ali dan memesan sebuah taksi untuk pergi ke terminal Bus. Sudah hampir malam, ada rasa tak enak jika Amira harus menempuh perjalanan malam seperti ini. Tapi bagaimanapun ia harus ke pesantren Fatih untuk menumpang tinggal sementara disana.

Tak lama kemudian, taksi yang Amira pesan berhenti di depannya. Dan Amira langsung masuk ke dalam taksi tersebut. Jarak rumah dan terminal terbilang cukup dekat. Jadi ia tak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk perjalanan. Sedangkan jarak terminal dan pesantren Fatih sekitar 1 jam.

Amira sudah sampai di depan terminal. Sebenarnya ia sedikit takut jika pergi sendiri. Terlebih ini sudah hampir petang.  Tanpa berfikir panjang, Amira langsung naik ke bus tujuannya. Ia duduk di kursi belakang sopir. Mata Amira mengamati sekeliling isi bus. Ada sedikit rasa was-was dan takut jika naik bus malam seperti ini. Sendirian! Namun, Amira berusaha mengusir pikiran buruk tersebut. Bus yang dinaiki Amira terbilang bus kecil dan kumuh. Ia tak punya pilihan lain selain naik bus ini. Karena akses pesantren jika malam hari memang hanya ada bus ini.

Amira mengamati sekelilingnya, ada sekitar 7 orang yang naik bus. 1 sopir 1 kondektur dan lainnya penumpang. Sedikit sekali? Dan sepi?

Tapi syukurlah bus berjalan dengan tenang. Amira menyandarkan kepalanya di jendela. Ia masih memikirkan perkataan Ali yang benar-benar menyakiti hatinya. Setega itu Ali menyimpulkan semua masalah? Bahkan ia tak meminta penjelasan dari Amira terlebih dahulu. Amira memejamkan matanya agar bisa tertidur sembari menunggu perjalanan ke pesantren. Namun, lagi-lagi ia tak bisa tidur.

Terlalu lama bergelut dengan pikirannya, sampai Amira tak menyadari jika tujuan perjalanannya sudah ada di depan. Amira lantas bergegas beranjak mendekat ke arah pintu keluar bus. Disana sudah ada 2 orang yang turun dengan tujuan sama.

"Kiri Pak!" dua orang suami istri yang turun dengan tujuan sama melangkah turun dari bus terlebih dahulu dan disusul Amira yang mulai beranjak turun dari Bus.

Brukkk!!!

Langkah Amira belum sempurna turun dari bus, tiba-tiba sopir menginjak pedal gas. Amira tersungkur dan jatuh terguling. Kepalanya terbentur keras pada batu besar yang ada dipinggir jalan. Bus tersebut melarikan diri dan berjalan dengan kecepatan rata-rata. Amira tergeletak di tengah jalan. Ia tak sadarkan diri.  Darah segar keluar dari hidung dan pelipis Amira yang tertutup hijab.

"Astagfirullahaladzim, Pak! Tolong panggil ambulance." ucap salah satu seseorang yang melihat Amira sudah tergeletak di tengah jalan. Seseorang tersebut membulatkan matanya saat hijab berwarna cream yang Amira pakai setengah sudah berubah warna menjadi merah. Sontak seseorang tersebut teriak kencang meminta bantuan.

Bersambung....

Malang, 18 Mei 2020

🌸🌸🌸

Akhirnya woii update juga. Makasih udah baca ya? Tunggu sampai end karena in shaa Allah author bakal up tiap hari.

Terima kasih sudah baca sampai sejauh ini. Terima kasih sudah vote dan komen. Terima kasih sudah follow juga.

Cerita ini memang Banyak kurangnya karena cerita pertama dan banyak typo atau kesalahan kalimat. In shaa Allah author akan revisi setelahnya ya?

See you 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top