BAGIAN 44 - SALAH PAHAM

Saat ini yang menjemput Aira pulang sekolah hanya Amira, tadi pagi Ali sudah mengatakan bahwa ia tak bisa menjemput Aira karena ada urusan di kantornya, "Mama, kenapa papa tidak ikut jemput Aila ke sekolah? Papa kan udah janji katanya mau jemput Aila." Aira terus menerus menanyakan mengapa Ali mengingkari janjinya untuk menjemputnya ke sekolah. Padahal kemarin malam ia mengatakan sendiri untuk menjemputnya. Namun, pagi tadi ia mengatakan tidak bisa menjemputnya.

"Papa lagi lembur kerja sayang,"

"Tapi kan-"

"Nggak papa, besok kan Aira masih bisa dijemput sama Papa,"

Aira memasang raut wajah masam. Ia sedikit kecewa dengan Ali, "Belalti kita pulang naik taksi?"

"Iya," jawab Amira pelan seraya memasang senyum ke arah Aira.

"Mama, tapi mampir dulu ke kedai es klim ya?"

"Sekarang?"

"Iya Mama,"

"Ya sudah, Ayo! Itu taksinya udah nunggu," jawab Amira seraya menunjuk taksi yang ia pesan sudah menunggu di depan gerbang sekolah Aira.

"Holeeeee!"

Aira dan Amira keluar dari gerbang sekolah. Mereka berjalan beriringan menuju taksi berwarna biru yang sudah Amira pesan beberapa menit yang lalu.

"Ibu Amira ya?" tanya sopir taksi tersebut.

"Iya Pak,"

"Mari Bu, silahkan masuk!"

Amira tersenyum ramah ke arah sopir taksi tersebut. Ia dan Aira duduk di jok kursi belakang.

"Ke kedai es krim Gravity ya pak," perintah Amira pada sopir taksi yang ada di depannya.

"Baik Bu,"

🌸🌸🌸

Amira menggandeng Aira memasuki kedai es krim. Senyum Aira merekah karena sebelum pulang ia dibelikan es krim oleh Amira.

"Mbak, Aila mau es klim coklat yang itu," ucapnya sembari menunjuk salah satu gambar es krim yang terpasang menempel di meja kasir.

"Makan sini atau dibungkus?"

"Eum Mbak, makan sini saja. Pesan yang coklat 1 dan vanilla 1 ya?" jelas Amira pada salah satu kasir kedai.

"Baik mbak, totalnya 46.000,"

"Ini Mbak, saya duduk di meja nomor 41 ya?" Amira menyodorkan jumlah uang yang disebutkan oleh kasir.

"Baik Mbak, nanti kami antar pesanannya." Usai membayar, Amira menggandeng Aira untuk duduk di kursi yang sudah mereka pesan.

Tak lama kemudian, es krim yang mereka pesan sudah diantar di meja 41. Senyum Aira mengembang. Ia tak sabar menyantap es krim di depannya.

Mata Aira sedikit berbinar saat melihat seseorang yang duduk di salah satu bangku yang ada di dekat kasir, "Mama, itu Om Baik,"

Amira menoleh ke arah seseorang yang ditunjuk Aira.

"Om Baik!" panggil Aira tiba-tiba.

Jefri!

Iya benar, yang dimaksud Aira adalah Jefri. Jefri berada di salah satu meja yang ada di kedai. Dengan memakai kemeja biru bermotif garis-garis dan setelan celana hitam, Jefri duduk sendirian di kursi dekat kasir.

Karena merasa namanya dipanggil seseorang, Jefri menoleh. Ia baru menyadari bahwa Aira sedang bersama Amira di kedai yang sama dengannya. Ia lantas tersenyum ke arah Aira. Aira yang menyadari Jefri tersenyum ke arahnya lantas langsung melambai-lambaikan tangannya. Jefri kemudian beranjak mendekati meja Aira.

"Anak cantik, beli es krim juga?" ucap Jefri sembari mengelus-elus pucuk kepala Aira yang tertutup hijab.

"Om Baik duduk sini!" pinta Aira yang menyuruh Jefri duduk di depannya. Jefri menurut. Ia lantas duduk di depan Aira dan Amira.

"Aila beli es klim sama Mama sebelum pulang. Telus, Aila beli yang coklat Mama beli yang vanilla kalena Mama nggak suka coklat."

Jefri melirik sekilas ke arah Amira yang duduk di depannya. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Aira, "Tadi kesini naik apa?"

"Naik taksi sama Mama, soalnya Papa lembul kelja telus."

Amira masih diam. Ia tak ikut menanggapi percakapan Aira dengan Jefri.

"Setelah makan langsung pulang kan?" tanya Jefri lagi ke arah Aira.

Aira mengangguk cepat. Mulutnya sudah dipenuhi es krim coklat. Sesekali menyendok es krim milik Amira yang ada di sampingnya.

"Om Baik beli es klim juga?" tanya Aira.

"Tadi Om sama teman Om ketemuan disini. Tapi sekarang sudah selesai. Pulang bareng mau?"

"MAU!"

"Ng-nggak usah Jef, nanti aku sama Aira naik taksi." tolak Amira.

"Ayo Mama, nanti Om baik main ke lumah juga. Nanti Om baik mampil ke lumah ya? Nanti di lumah ketemu Papa," Aira merenggek menarik-narik ujung baju Amira.

"Aira-" Aira mengerutkan dahinya saat Amira tak menyetujui permintaannya.

"Nggak papa Ra, aku nanti sekalian kembali ke rumah sakit. Rumah kamu dan rumah sakit tempat aku praktek kan sejalan. Jadi sekalian juga aku bisa antar Aira." jelas Jefri.

Amira menghela napas berat. Ia tak nyaman jika merepotkan Jefri terus seperti ini. Namun, Jefri malah menawarkan ke Aira. Baru kali ini Aira bisa seterbuka itu dengan orang yang baru ia kenal kemarin. Biasanya, Aira hanya ingin berbicara panjang lebar ketika dengan orang yang sudah ia kenal lama.

"Es klim Aila sudah mau habis. Mama, Aila mau es klim mama ya?" tanya Aira ke arah Amira.

Amira tersenyum simpul. Ia menyodorkan es krimnya ke arah Aira. Tangannya mengeluarkan selembar tisu yang ada di tasnya, "Kalau makan hati-hati sayang. Jilbab Aira kena es krimnya." Tangan Amira sedikit mengelap sisa-sisa Es krim yang ada di pipi kanan dan kiri Aira.

Melihat perlakuan Amira ke Aira. Jefri tersenyum tipis. Ia membayangkan jika Amira dan dirinya menikah. Pasti anaknya akan mendapatkan perhatian penuh dari ibunya.

Astagfirullah! Berkali-kali ia beristigfar. Tak semestinya ia membayangkan yang tidak harus dibayangkan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran seperti itu lagi.

"Om Baik, Ayo pulang!"

Jefri tersadar dari lamunannya, saat Aira memanggil, "I-iya sayang,"

Aira beranjak dari tempat duduknya menggandeng Amira berjalan menuju mobil yang terparkir miliknya. Jefri berjalan di belakang mereka. Mobil Jefri terparkir di area parkir kedai es krim. Area parkir kedai es krim tak pernah sepi dengan mobil dan motor. Kedai ini sudah banyak yang mengunjungi. Khususnya para kalangan anak muda. Jadi tak heran jika setiap harinya ramai.

"Ra, Awas!" Jefri menarik sedikit keras tangan Amira dan menahannya untuk tidak menyebrang karena dari kiri jalan ada mobil yang melaju sedikit kencang. Amira terdorong kebelakang karena tarikan tangan dari Jefri. Tangan Aira lepas dari genggaman Amira. Untunglah Aira tak tersungkur. Namun karena ia tak bisa menahan tubuhnya, ia tersungkur jatuh. Dan telapak tangannya tergores aspal yang kasar.

Jefri sedikit berjongkok, "Maaf Ra, tadi ada mobil yang sedikit melaju kencang jadi aku menarikmu. Kamu nggak papa kan?"

"Mama nggak papa kan?" Aira ikut khawatir melihat Amira terjatuh.

"Nggak papa,"

Aira mengerutkan dahinya, ia melihat sedikit darah di telapak tangan Amira, "Tapi tangan Mama ada dalahnya,"

Amira menyembunyikan telapak tangannya agar tak dilihat Aira. Sebab, Aira sedikit takut dengan darah, "Nggak papa cuma sedikit, nanti di rumah dikasih obat merah."

Jefri yang melihat sedikit darah di telapak tangan Amira lantas ia mengeluarkan sapu tangan miliknya, "Pakai ini dulu," perintahnya pelan.

"Nggak usah Jef, nanti aku obati di rumah."

"Ra, aku mohon jangan nolak, tanganmu terluka."

Amira terdiam. Ia sedikit ragu untuk  membiarkan Jefri membalut lukanya dengan sapu tangan miliknya. Raut wajah Jefri sedikit khawatir saat ia membalut telapak tangan Amira yang sedikit tergores aspal yang tidak rata. Naluri seorang dokter memang beda ya? Luka sedikit langsung ditutupi. Apalagi naluri dokter yang sedang jatuh cinta. Ia tak akan bisa melihat luka seseorang yang ia cintai terlalu banyak yang menganga. Sebenarnya Amira juga sedikit tidak suka melihat darah. Apalagi darah miliknya sendiri. Sedikit saja ia melihat darah, kepalanya langsung pusing. Namun, ia berusaha menahannya. Agar tak ada yang khawatir.

"Nanti sampai rumah, cepat langsung diobati, jika tidak luk-"

"BRENGSEK!" tiba-tiba satu pukulan mendarat di pipi Jefri. Jefri tersungkur. Sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah karena kerasnya pukulan yang mendarat di pipinya.

"Mas Ali," Amira terkejut saat Ali tiba-tiba muncul dan memukul Jefri secara terus menerus. Sejak kapan Ali disini?

"PAPAAAA!" teriak Aira melihat Ali memukuli Jefri di depan matanya. Aira menangis kencang melihat Ali tak kunjung berhenti memukuli Jefri.

"MAS ALI CUKUP!" teriak Amira saat tak tega melihat Jefri yang terus dipukuli berkali-kali dan Jefri tak melawan satu kali pun.

Ali menghentikan pukulannya, "Aku nggak nyangka Mir, selama tidak ada aku, kamu lagi-lagi ternyata dengan dia-"

"Nggak Mas, Mas Ali salah paham."

"Aira ayo pulang!" ucap Ali pada Aira yang berdiri di samping Amira.

"Nggak mau, papa jahat mukuli Om Baik," tolak Aira. Aira beranjak memeluk pinggang Amira yang berdiri di sampingnya. Sedangkan Jefri, ia berusaha berdiri. Ia sedikit merintih seraya tangannya memegang sudut bibirnya.

"AIRA! AYO PULANG!" bentak Ali. Ali lantas menarik tangan Aira yang memeluk Amira. Ia menggendong paksa Aira tanpa melirik Jefri dan Amira.

"Papa tulunin Aira, Aira mau sama Mama," Aira meronta-ronta ingin turun dari gendongan Ali. Namun Ali menahannya.

"AIRA DIAM!"

"PAPA JAHAT! AILA MAU SAMA MAMAAA!"

Ali menatap tajam Aira, "DIA BUKAN MAMA KAMU AIRA!"

Bersambung....

Malang, 18 Mei 2020

🌸🌸🌸

Akhirnya update lagiii, makasih ya udah baca sampai sejauh ini. Author cuma mau bilang makasih banyak udah baca udah vote udah komen udah follow. Ini lebih dari cukup! Tunggu sampai ending ya?
Tetep ramein lapak author wkwkw

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top