BAGIAN 40 - PERMINTAAN ANEH AIRA
Waktu cepat berlalu, sudah hampir 3 tahun Amira dan Ali menikah. Bahkan Aira saat ini sudah menginjak umur 3.5 tahun. Selama dua tahun ia menikah, Ali tetap sama. Tetap belum bisa melupakan Vina. Dan tak akan pernah bisa. Meskipun sikapnya setiap hari perhatian dengan Amira. Namun, sikap itu terkadang membuat Amira semakin terluka. Amira harus menjadi diri Vina untuk dicintai Ali. Sedangkan ia jika disuruh untuk memilih, ia ingin jadi dirinya sendiri untuk dicintai Ali. Lagi-lagi, sering sekali Ali selalu menganggap bahwa Amira adalah Vina. Terkadang memanggil Amira dengan panggilan 'Vin'. Meskipun tak sengaja, namun tidak enak menjadi orang lain untuk dicintai seseorang.
Amira menghela napas berat. Ia berharap nanti ke depannya, Ali bisa membuka hati untuknya. Ia bisa mencintainya tanpa dirinya harus menjadi orang lain.
"Vin-" panggil Ali ke arah Amira yang sedang merapikan mainan Aira yang berserakan di lantai kamar.
"Eum, M-maksud aku Mir,"
"Mir, aku udah transfer uang yang dulu untuk pengobatan Aira yang pernah aku pinjam,"
"Iya Mas," seharusnya tak usah dikembalikan pun Amira sudah senang dapat membantu suaminya. Namun, ternyata Ali tetap ingin mengembalikannya.
"Untuk kebutuhan juga sudah aku transfer,"
"Iya,"
Ali duduk bersandar di sisi ranjang. Kepalanya sedikit pusing. Padahal ia sudah bersiap untuk ke kantor, namun tiba-tiba ia merasa kepalanya sedikit berat dan pusing.
"Mas kenapa?" tanya Amira yang sudah selesai membersihkan mainan Aira yang berserakan.
Ali tak menjawab dan matanya masih terpejam. Lantas, Amira beranjak mendekati Ali. Ia membangunkan Ali.
"Mas?" ucapnya seraya menepuk-nepuk tangan Ali pelan.
Amira memberanikan dirinya memegang dahi Ali.
Demam?
"Kalau Mas Ali sakit, Mas Ali nggak usah masuk kerja dulu." pinta Amira.
Ali mengerutkan dahinya, ia sedikit memijit pelipisnya yang terasa sakit. Tidak biasanya, ia seperti ini jika sakit. Ingin rasanya Ali memaksakan tubuhnya untuk memimpin sendiri rapat di kantornya. Namun, rasa sakit di kepalanya membuatnya tak nyaman, "Tolong kasih tau Reyhand untuk menghandle dan menggantikan ku memimpin rapat."
Amira mengangguk. Jarinya mengetik pesan untuk Reyhand dan memberitahunya bahwa Ali sakit dan tak bisa memimpin rapat di kantornya.
Amira membantu Ali menata posisi tidurnya agar sedikit nyaman. Ia mengambil air untuk mengompres Ali dan menyiapkan bubur. Handuk yang sudah dicelupkan air, ia tempelkan ke dahi Ali. Amira mengambil duduk di tepi ranjang samping Ali sembari tangannya menyuapi Ali dengan semangkuk bubur. Tapi Ali hanya memakan beberapa sendok saja.
"Apa perlu ke dokter, Mas?"
"Tidak usah,"
"Ya sudah, istirahat dulu! Amira ke Aira dulu,"
Amira beranjak ke tempat tidur Aira, "Anak cantik sudah bangun?"
"Pintarnya nggak rewel," ucapnya sembari menggendong Aira. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk memandikan Aira.
Tak menunggu waktu lama, sekitar 10 menit Amira sudah selesai memandikan Aira. Ia lantas mengganti baju Aira dengan setelan dress pink yang bergambar unicorn.
"Papa...Papa....Papa...," ocehnya ditengah-tengah Amira mengganti bajunya.
"Papa sakit Aira, Aira yang pintar ya jangan rewel,"
"Endong papa" ocehnya lagi.
Usai mengganti baju Aira, Amira menggendong Aira dan berjalan menuju ranjang yang Ali tempati.
"Papa...papa...papa," oceh Aira lagi ingin digendong Ali. Tangannya meraih-raih tangan Ali, namun ditahan oleh Amira karena takut Ali terbangun.
"Sayang papa sakit," ucap Amira lagi.
Ali terbangun mendengar ocehan Aira didekatnya. Ia tersenyum tipis ke arah anaknya. Dengan keadaan kepalanya yang masih sakit, Ali berusaha bangun dan duduk bersandar di sisi ranjang. Ali sedikit bergeser ke arah tengah ranjang, "Nggak papa, biar Aira disini."
"Tapi-"
"Nggak papa, Mir!"
"Aira disini saja ya, jangan ganggu papa." ucapnya seraya memangku Aira.
"Mau bobo thama papa," Aira beranjak memeluk Ali yang masih terbaring di ranjang. Ali bergeser sedikit agar Aira bisa berbaring di sampingnya.
"Mama bobo thini," pintanya pada Amira dan mengisyaratkan Amira tidur di sebelahnya. Tangan mungilnya menunjuk-nunjuk tepi ranjang yang kosong di sebelahnya.
Amira tertegun saat mendengar ocehan Aira yang menyuruhnya untuk menemaninya tidur di samping Ali, "Mama mau masak sayang, nanti ya?"
Aira mengerucutkan bibirnya karena permintaannya ditolak Amira.
"Turuti saja Mir,"
Amira tersenyum tipis ke arah Aira. Ia mulai beranjak berbaring di samping Aira. Dan Aira ada di tengah-tengah Ali dan Amira. Aira tertawa senang sampai giginya yang belum tumbuh sepenuhnya terlihat. Ali dan Amira ikut terkekeh melihat Aira tertawa.
"Mama aca uku," ocehnya lagi.
Amira menuruti permintaan Aira untuk membacakan dongeng. Tangannya mengambil buku dongeng di atas nakas yang biasa ia bacakan ke Aira. Sedangkan tangan Ali memeluk perut Aira. Amira sedikit bersandar agar posisi membacanya nyaman.
"Pada suatu hari, ada seorang Nabi dan rombongannya yang sedang melakukan perjalanan di suatu tempat. Saat Nabi melakukan perjalanan, hari sedang hujan. Lalu mereka memutuskan untuk berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Perjalanannya ditunda. Perjalanan akan dilanjutkan ketika hujan telah reda."
"Kenapa belhenti?" tanya Aira.
Amira tersenyum simpul seraya tangannya mengusap-usap rambut kepala Aira, "Karena sedang hujan. Nanti kalau tidak berhenti dan berteduh. Bisa kehujanan."
Amira melanjutkan ceritanya, "Tiba-tiba Nabi tersebut merasakan tangannya nyeri. Sakit sekali! Setelah dilihat, ternyata rasa nyeri tersebut karena digigit seekor semut."
"Themut? Kenapa themutnya jahat?" tanya Aira lagi.
Ali ikut terkekeh melihat tingkah anaknya yang antusias dan selalu daya keingintahuannya tinggi.
"Nabi tersebut kemudian bangkit berdiri. Saat melihat ke bawah ternyata dia sedang menduduki sarang semut. Tanpa pikir panjang, ia menyuruh rombongannya untuk membakar sarang semut tersebut."
"Saat mereka hendak membakar sarang itu, Allah SWT mengingatkan sang nabi. Lalu ia berkata, "Hanya karena gigitan seekor semut, engkau akan membakar suatu kaum?""
"Mendengar itu, sang nabi pun tersadar akan perbuatannya yang salah. Ia lalu merenung bahwa memang benar tak adil jika membakar semua semut hanya karena satu ekor yang menggigitnya. Mungkin si semut hanya mengingatkan bahwa ia telah berbuat salah yaitu dengan menduduki sarangnya."
"Jadi, sarang tersebut dibiarkannya tetap utuh. Lalu, Hujan pun reda, sang nabi dan rombongannya kemudian melanjutkan perjalanannya."
"Selesai," ucap Amira seraya mengacak-acak rambut Aira.
Aira beranjak bangun, menyeimbangkan posisinya dengan Amira yang terduduk bersandar di sisi ranjang. Ia bertepuk tangan, "Mama, themutnya tidak jadi dibunuh?"
"Tidak sayang,"
"Tapi themutnya jahat,"
"Semuanya tidak jahat, dia hanya mengingatkan manusia kalau rumahnya tidak boleh diduduki. Nanti kalau diduduki rusak. Semutnya tidak punya rumah,"
"Dan Nabi tidak jadi membunuh semut, karena membunuh itu tidak disukai Allah. Membunuh itu hal yang dibenci Allah."
"Aila tidak mau membunuh themut. Aila tidak mau membunuh themut. Nanti kalau Aila membunuh, Allah benci Aila. Aila tidak mau," Ali dan Amira terkekeh saat mendengar ocehan dari Aira.
Ali beranjak dari tempat tidurnya dan ikut memposisikan tubuhnya sejajar dengan Amira dan Aira yang duduk bersandar di sisi ranjang. Meskipun kepalanya masih terasa sedikit sakit, namun mendengar tawa Aira membuatnya ikut tertawa. Ia menghujani ciuman di pipi Aira. Sontak Aira mendelik kesal karena merasa tak nyaman dicium oleh ayahnya.
"Papa jangan cium Aila," ucapnya seraya tangannya berkacak pinggang di depan papanya.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Ali.
"Kalau papa cium Aila, papa juga halus cium mama,"
Deg!
Amira terkejut mendengar kalimat yang diucapkan Aira. Dan Ali sempat berpikir sejenak karena merasa canggung jika ia mencium Amira di depan anaknya, "O-okey!" ucapnya terbata-bata.
Aira beranjak maju ke depan agar tak ada pembatas diantara Ali dan Amira. Ali sedikit kikuk dan ragu. Namun, sang anak mengerucutkan bibirnya karena sang ayah tak kunjung mencium ibunya.
Ali yang melihat raut wajah Aira, alih-alih takut Aira semakin marah seketika tanpa berpikir panjang mendaratkan ciumannya di kening Amira yang sedikit tertutup hijab.
"Mama cium papa!" pintanya lagi. Sungguh, ini kali pertamanya Aira meminta yang tidak-tidak.
Amira sedikit takut dan ragu ingin mencium Ali. Bagaimana keadaan jantungnya? Jangan ditanya lagi, yang pasti saat ini tidak baik-baik saja. Ia perlahan mendekat ke arah wajah Ali dan menutup matanya. Bibirnya mendaratkan ciumannya sekilas ke arah pipi Ali.
Aira bersorak. Ia beranjak duduk lagi di tengah-tengah Ali dan Amira, "Papa thama Mama cium Aila boleh?"
Ali dan Amira mengangguk bersama. Mereka memasang senyum simpul ke arah Aira. Dan ciuman Ali mendarat ke pipi kanan Aira sedangkan ciuman Amira mendarat ke pipi kiri Aira.
"Seharusnya yang ada disini kamu Vin, bukan aku! Maaf-" ucap Amira dalam hati.
Bersambung.....
Malang, 13 Mei 2020
🌸🌸🌸
Akhirnya, bisa up lagi. Maaf lama soalnya tadi listrik mati jadi jaringan teri gak ada signal. Terima kasih ya udah baca sampai sejauh ini. Tetep tunggu endingnya ya? Makasih sudah menyempatkan vote cerita ini dan komen di bawah jangan lupa. Yang Follow author bisa follow sekarang untuk mendapatkan notifikasi update cerita dari author.
Nb : kalau ada kesalahan ketik ataupun kalimat mohon dimaklumi ya!
Kalian bisa juga dapat Cerita dongeng lainnya disini 👇
https://www.posbunda.com/hiburan/cerita-dongeng-anak-islami/
See you next chapter tommorow!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top