BAGIAN 38 - SATU SHAF DI BELAKANGMU

Usai acara customer gathering, Ali dan Amira sedikit lelah. Rasa kantuk menyelimuti keduanya. Terlebih Amira kasihan dengan Aira. Karena terkena udara malam. Ia takut terjadi apa-apa jika Aira terlalu lama terkena udara malam. Karena udara malam tak baik untuk anak sekecil Aira. Untunglah acaranya tak selarut malam yang Amira kira.

"Kamu tidur aja dulu, nanti aku bangunin tahajud." ucap Ali.

Deg! Amira tertegun saat Ali mengucapkan akan membangunkannya untuk sholat tahajud.

"M-Mas Ali nggak tidur?"

"Tidur, sebentar lagi! Ini masih kurang sedikit memperbaiki rancangan anggaran proyek yang dikirim team keuangan lewat email."

"Apa tidak bisa besok Mas? Ini sudah hampir larut malam."

"Nggak kok, tinggal 10 menit lagi."

"Ya sudah, Amira tidur dulu ya?"

Ali mengangguk. Tangannya masih berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Sedangkan Amira? Dia sudah tidur. Amira memang cepat sekali tidur. Terlebih lagi jika lelah, ia bisa tidur tidak kenal tempat dan waktu.

Ali segera menyelesaikan pekerjaannya. Kurang beberapa lembar lagi sepertinya selesai. Ia mengecek file-file dari email dengan cekatan dan cepat. Entah tidak tahu berapa byte kapasitas otaknya sampai bisa mengecek puluhan email yang masuk dan dikirim oleh team keuangan kantornya. Meskipun team keuangan mempunyai manager sendiri dalam mengecek keuangan. Namun, Ali juga punya hak untuk mengecek kedua kalinya agar tidak ada masalah kecil yang timbul di perusahaan dan proyek.

Selesai!

Akhirnya, ia bisa menyelesaikannya dengan tepat waktu. Ia merenggangkan ototnya di atas kursi yang masih ia duduki. Sedikit memutar lehernya ke kanan dan kekiri untuk menghilangkan rasa pegalnya. Ali lantas beranjak ke kasur dan menyusul Amira tidur. Ia memperhatikan wajah Amira saat tertidur karena kebetulan Amira dalam posisi miring ke arahnya. Hidung Amira sedikit melebar. Dan dahi Amira sedikit tertutup hijab yang ia kenakan. Ya, Amira sampai saat ini masih belum berani melepas hijab di hadapan Ali. Meskipun Ali adalah suaminya. Ali juga tak pernah meminta Amira melepas hijab dihadapannya. Jadi, setiap dihadapan Ali, Amira masih belum berani melepasnya. Termasuk saat tidur.

Lucu! Batinnya saat mengamati wajah Amira yang tertidur. Ali tersenyum tipis.

Seperti biasanya, Ali mengambil bingkai foto Vina yang terletak di nakas, "Hari ini Aira baik-baik saja Vin. Kamu tak perlu khawatir ya?"

Ia mencium bingkai foto sekilas. Dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Ali lantas memposisikan tidurnya miring ke arah Amira. Posisi mereka saat ini saling berhadapan. Ia menatap wajah Amira yang tengah tertidur. Membenarkan sedikit ujung hijab yang menutupi dahinya. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, "Terima kasih sudah menjaga Aira dengan baik, aku nggak nyangka kamu sesabar dan sesayang itu menjaga Aira."

Ali mencium sekilas kening Amira.

"Astagfirullah apa yang aku lakukan," gumamnya. Ia cepat-cepat memposisikan tubuhnya membelakangi Amira.

"Maaf-" gumamnya pelan pada Amira. Tetap saja Amira tidak bisa mendengarnya karena sedang tertidur.

🌸🌸🌸

Ali terbangun pukul 02.45 WIB. Entah, mungkin ia hanya tidur satu jam setengah. Ia tidak bisa tidur semalam. Matanya melirik ke arah Amira, dan Amira masih terjaga dalam tidurnya dengan posisi yang sama dan tak berubah. Kok bisa tidur tak berubah posisi?

"Mir, bangun!" Ali menepuk-nepuk tangan Amira pelan.

"Mir, bangun!"

"Amiraaa bangun!" ucapnya seraya memencet ujung hidung Amira.

"Arkhhh, sakit!" pekik Amira.

"Bangun gih! Udah mau jam 3. Cepet ambil wudhu kita sholat bareng."

Amira mengerjap-kerjapkan matanya. Ia memicingkan matanya ke arah Ali. Dan Ali ternyata sudah menggelar sajadah.

"Astagfirullah, maaf Mas! Bentar Amira ambil wudhu dulu." Amira sedikit berlari menuju kamar mandi. Usai mengambil wudhu, Amira memakai mukena dan berdiri satu shaf di belakang Ali.

Sungguh, ini adalah impian Amira dari dulu. Ia benar-benar bahagia bisa sholat satu shaf di belakang orang yang ia cintai. Ali mengimami sholat dengan khusyuk. Satu per satu ayat Al-Qur'an ia baca dengan merdu.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapnya saat mengakhiri salam dalam sholat.

Ali menoleh ke belakang, Amira meraih tangan Ali dan menciumnya.

"Kamu nggak murajaah sekalian? Biar aku bantu menyimak,"

Deg! Apalagi ini!

Amira tertegun saat tiba-tiba Ali menyuruhnya murajaah. Amira pikir Ali hanya menyuruh sholat bersama saja. Tapi ternyata juga murajaah bersama.

"Ah, iya Mas! Bentar Amira ambil Al-Qur'annya dulu."

Amira beranjak untuk mengambil Al-Qur'an yang ada di rak buku samping meja kerja Ali. Al-Qur'an ini adalah Al-Qur'an mahar yang Amira minta saat mereka menikah.

"Surah apa?" tanya Ali.

"Al-Waqiah," surah yang sering Amira baca akhir-akhir ini.

Amira duduk berhadapan dengan Ali yang duduk bersila. Duh! Lagi-lagi detak jantung Amira tidak terkontrol. Terlebih Ali sedari tadi memperhatikan Amira. Mata Amira lebih nyaman menunduk dan tak melihat mata Ali. Dari pada nantinya jantung Amira meloncat secara tiba-tiba karena tatapan Ali.

"Ayo Mir," pinta Ali ketika Amira melamun dan tak kunjung mengawali hafalannya.

"I-iya,"

"Bismillahirrahmanirrahim"

اِذَا وَقَعَتِ الْوَا قِعَةُ ۙ 
"izaa waqo'atil-waaqi'ah"

لَيْسَ لِـوَقْعَتِهَا كَا ذِبَةٌ ۘ 

"laisa liwaq'atihaa kaazibah"

خَا فِضَةٌ رَّا فِعَةٌ ۙ 
"khoofidhotur roofi'ah"

اِذَا رُجَّتِ الْاَ رْضُ رَجًّا ۙ

"izaa rujjatil-ardhu rojja"

"Jaa.... dibaca panjang, soalnya ada Alif diakhir kalimat." koreksi Ali saat bacaan Amira sedikit salah.

"Ma-maaf,"

"Izaa rujjatil-ardhu rojjaa"

Amira meneruskan potongan surat Al-Waqiah sampai akhir surat dipandu Ali yang terkadang mengoreksi kesalahan Amira. Amira tak menyangka sampai sejauh ini, Ali sabar sekali mengkoreksi dan membenarkan Amira saat Amira murajaah.

"Shadaqallahul-'adzim," Amira mengakhiri membaca Al-Waqiah.

Usai murajaah, mata Amira masih terasa berat dan mengantuk. Ia berkali-kali menguap. Perasaan yang tidur hanya beberapa jam Ali, tapi yang mengantuk malah Amira.

"Tidur disini saja, nanti kalau sudah masuk waktu subuh. Nanti aku bangunin," Ali mengisyaratkan Amira untuk tidur dengan batal pahanya.

Deg! Ketiga kalinya Ali mengejutkan Amira dengan kalimat yang terucap di bibirnya.

Mas Ali kesambet apa ya? Tidak seperti biasanya bersikap seperti ini. batin Amira.

"Kok melamun?"

"Nggak usah Mas, Amira nggak ngantuk kok,"

"Yang menguap berkali-kali tadi siapa?"

Amira tersenyum tipis. Matanya sedikit demi sedikit terpejam. Ia memilih duduk bersandar pada tembok karena tidak kuat menahan kantuk. Dan menolak untuk tidur dengan bantal paha Ali.

Ali masih di tempat semula. Duduk bersila di depan Amira sembari masih menyelesaikan buku bacaannya. Ia terbiasa membaca buku setelah sholat tahajud. Buku-buku sains dan teknologi adalah yang paling menjadi andalan Ali membeli buku-buku berwawasan seperti itu. Jangan tanya Amira, meskipun ia juga senang membaca. Tapi ia hanya suka membaca novel dan buku fiksi lainnya. Tidak pernah menyukai buku yang membuatnya berpikir terlalu keras.

Ali tak tega melihat Amira yang tertidur kepalanya menyandar di tembok. Ia lantas membereskan buku dan Al-Qur'an yang telah di baca ke rak semula. Melipat sajadah. Dan kemudian menggendong Amira yang masih mengenakan mukena. Ia memindahkan Amira ke tempat tidur. Sembari menunggu subuh yang masih satu jam lagi. Ali duduk di sisi ranjang sembari tangannya memainkan ponselnya. Sesekali matanya melirik ke arah Amira yang tengah tertidur.

"Terima kasih sudah mengundang saya di acara yang sangat berharga ini. Saya benar-benar tidak menyangka, ada di posisi ini saat ini dan perusahaan yang saya pimpin bisa bekerja sama dengan orang-orang hebat yang ada disini. Saya bukan apa-apa. Di balik keberhasilan saya disini. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para staff kantor yang mendukung saya dalam keadaan susah maupun senang. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para dewan direksi dan semua investor yang sudah bersedia bekerja sama dalam proyek besar yang saya rancang. Dan yang paling utama saya berterima kasih kepada seseorang yang sudah menemani saya saat ini."

Ali masih membayangkan acara customer gathering kemarin malam saat ia pidato.

"Arrghhh kenapa seperti ini," ia mengacak-acak rambutnya. Ia tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya saat ini.

Ia mengambil foto Vina yang ada di atas nakas. Mengusapnya pelan, "Vin, maafkan aku! A-aku tidak bermaksud-"

Bersambung....

Malang, 11 Mei 2020

❄️❄️❄️

Update lagiiii. Seneng rasanya bisa update setiap hari akhir-akhir ini. Terima kasih ya sudah membaca sampai sejauh ini. Terima kasih sudah vote cerita ini dan juga menyempatkan komen di kolom. Tunggu sampai end ya? Ya belum follow silahkan di follow akun author biar nanti kalau cerita ini sudah selesai bisa baca cerita author lainnya.

Love you 🌸

Nb : Mohon maaf jika ada kesalahan tanda baca atau kalimat yang tidak sengaja author tulis. Sama-sama belajar ya? Ambil baiknya buang buruknya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top