BAGIAN 33 - SATU WAKTU YANG RUMIT

Air sungai yang mengalir diantara tumpukan batu juga bisa mengalir deras melalui celah-celah. Begitupun juga dengan takdir. Tak semuanya takdir berakhir buruk. Semua akan ada celahnya untuk keluar dari suatu masalah. In shaa Allah, Allah akan memberi banyak celah untuk bisa kuat menerima banyak cobaan dari-Nya.

-Amira Azzahra-

🌸🌸🌸

"Ini Pak, Bu, hasil test dari Pasien Bayi Aira," Dokter Aline menyodorkan sebuah map berisikan hasil pemeriksaan lab kondisi Aira.

"Pasien bayi Aira mengalami 2 alergi pada tubuhnya. Penyebab mimisan pada anak atau balita disebabkan karena faktor organik atau gangguan kesehatan bayi, di mana terdapat atau diketahui adanya kelainan organ bawaan sejak lahir. Kelainan organ ini bisa berupa kelemahan terutama di organ hidung maupun memang pembuluh darahnya yang relatif tipis, terlalu lebar, maupun terlalu rapuh. Sehingga ketika anak merasa kelelahan maka akan terjadi mimisan. Bayi Aira juga kemungkinan mimisan karena alergi terhadap udara yang kering. Alergi yang kedua yang dialami bayi Aira adalah alergi protein susu sapi, tubuh bayi akan cenderung tidak bisa menerima asupan berupa protein susu sapi. Jika konsumsi diteruskan akan berdampak pada kesehatan dan perkembangan bayi. Untuk diagnosa tifus, pastinya saya akan menyarankan untuk rawat inap di kamar biasa. Namun, semua ini di luar dugaan. Pasien bayi Aira setelah dicek medis mengalami alergi dan mengharuskan untuk perawatan intensif. Kami butuh tindakan lanjut untuk perawatan."

"Jika bayi sejak lahir belum pernah mengkonsumsi ASI sebaiknya nanti setelah keluar dari rumah sakit Asi bisa diganti soya. Tidak apa-apa, selagi nutrisi bayi cukup lebih baik seperti itu. Saya sarankan bayi Aira dipindahkan ke ruang PICU untuk kemudahan kami para tim medis memantau perkembangan kesehatannya. Sebab jika tidak, saya takut saluran pernapasannya juga terganggu karena penyakit yang diderita bayi."

Ali menghela napas panjang mendengar penjelasan mengenai riwayat penyakit anaknya tersebut. Sekecil Aira yang belum genap satu tahun sudah mengalami ujian seperti ini, "Lakukan apa saja yang terbaik untuk anak saya, Dok!"

"In Shaa Allah Pak, karena itu sudah menjadi tugas saya," ucap Dokter Aline. Dokter yang menangani Aira.

🌸🌸🌸

"Sampai kapan seperti ini?" Ali sangat terpukul saat melihat Bayi Aira tubuhnya penuh dengan selang dan ruangan penuh monitor pemacu jantung. Ali melihat anaknya melalui jendela luar ruangan. Sang anak terpaksa harus di inkubator karena kondisinya belum stabil.

Maafkan Amira ya Mas? Amira belum bisa menjaga Aira dengan baik. Ucap Amira dalam hati saat melihat Ali melihat Aira dari jendela luar ruang PICU.

"Mas?" panggil Amira pelan.

"Amira," Ali berusaha menghapus kasar air matanya ketika menyadari bahwa Amira yang memanggilnya.

"Titip Aira sebentar, aku mau ngurus perkembangan kantor,"

"Ta-tapi Mas?"

Ali mengabaikan panggilan Amira. Ia segera berjalan menjauh. Sesekali terlihat menghubungi seseorang dengan wajah gusarnya. Serumit ini takdirnya? Sampai ia harus menerima semuanya secara pelahan.

"Pak, apa tidak bisa kasus ini diusut secara jelas? Saya korban penipuan seseorang yang mengaku investor dari perusahaan. Surat-surat semua sudah dimanipulasi Pak."

"Selama bukti belum terlalu jelas, kasus ini sulit diselidiki Pak dan dibawa ke jalur hukum,"

"Tolong Pak, tolong saya!"

"Tidak bisa Pak Ali, saya belum bisa berbuat banyak atas kasus yang menimpa perusahaan Bapak,"

Ali menutup sambungan telepon. Dengan dada yang sesak air matanya keluar lagi, "Karyawan dan staff kantor bakal terancam kehilangan pekerjaan jika semuanya belum bisa teratasi. Dana perusahaan tidak akan kembali stabil."

"Araaaghhhhh" ia mengacak-acak kasar rambutnya. Kemeja putih yang ia pakai sudah kusut dan berantakan. Saat ini ia sedang benar-benar terpuruk karena masalah besar yang menimpa perusahaan yang ia pimpin. Kasus perusahaan besar jika terkendala dana akan sulit ditangani. Jalur hukum pun kemungkinan besar tak akan berhasil jika bukti yang ada tidak terlalu kuat. Ali terlalu gampang mempercayai seseorang dan hanya tergiur proyek besar sehingga ia lupa bahwa resiko yang harus diambil juga besar jika gagal. Reyhand sahabatnya, saat pemilihan penentuan proyek, sebenarnya ia sudah sering mengingatkan Ali jika memilih proyek untuk kerjasama tidaklah mudah dan harus benar-benar dipikirkan terlalu matang. Namun, beberapa kali Ali kerap membantah sahabatnya tersebut. Sehingga, membuat adu perdebatan diantara rekan kerja. Reyhand geram dan tak mau tau untuk membantu perusahaan yang dipimpin Ali. Terlebih lagi Reyhand sudah terlalu muak dengan pertengkaran karena keegoisan Ali. Memang keegoisan membuat semua orang bisa berubah termasuk sahabat sendiri.

Dengan mata yang sedikit sembab, Ali berjalan kembali ke arah ruang tunggu PICU. Pengunjung ruang PICU dibatasi. Jadi ia dan Amira hanya bisa menunggu di luar dan bergantian masuk. Ia mengambil duduk di samping Amira yang terduduk di depan kursi tunggu ruang PICU.

"Mas baik-baik aja?"

Tak ada sautan dari Ali. Ia hanya diam tapi pikirannya bergelut kemana-mana. Ia menyandarkan punggungnya di kursi dengan mata yang terpejam.

Allah, kenapa lagi ini?

"Mas belum makan, Amira belikan di kantin ya?"

Ali menggeleng dan matanya masih terpejam.

Pikiran Amira tak tenang. Dari pada nantinya Ali sakit karena belum makan seharian, jadi ia memutuskan untuk tetap membelikannya. Ia berjalan menuju kantin rumah sakit. Membelikan Ali sebungkus nasi dan air mineral sepertinya sudah cukup. Untuk mengisi perutnya yang kosong juga, sepertinya Amira sedikit bisa menahan sampai nanti malam. Yang terpenting adalah kesehatan orang-orang yang ia cintai. Usai membelikan sebungkus nasi, Amira sedikit mempercepat langkahnya.

Dan ia terkejut saat melihat Ali masih terduduk dengan posisi yang tak berubah sedari tadi.

"Mas makan dulu," panggilnya pelan seraya mengambil duduk di sebelah Ali. Amira mencoba membangunkan Ali. Tapi tak ada sahutan dari Ali. Amira mencoba untuk menepuk-nepuk tangan Ali pelan. Namun juga tak ada sahutan dari Ali. Ia memberanikan diri mendekatkan wajahnya ke arah Ali, "Ya Allah, bibirnya kenapa pucat sekali, gumamnya.

Mas jangan seperti ini, Amira takut!

"Mas, sepertinya Mas Ali sakit, Ayo ke poli klinik ya?" ucap Amira panik.

Ali menahan tangan Amira saat ia berniat untuk beranjak dari duduknya, "Aku gak papa,"

"Tapi wajah Mas Ali pucat,"

"Tadi aku belum makan seharian, tidak perlu ke dokter,"

"Ya sudah ini Mas Ali makan," suruh Amira.

Ali mengangguk lemah. Tangannya membuka bungkus makanan yang ada di tangannya. Sedikit demi sedikit
ia memakannya. Namun lagi-lagi ia tak napsu makan, pikirannya penuh dengan masalah, masalah, dan masalah.

"Amira bantu suapin Mas ya?"

Ali menoleh ke arah Amira. Ia sedikit ragu ketika Amira menawarkan diri untuk menyuapinya makan.

Sedangkan jantung Amira kembali berdetak tak normal. Ia sedikit gemetar mengambil nasi bungkus dari tangan Ali. Ini adalah kali pertamanya menyuapi sang suami.

Hap!

Satu sendok telah masuk ke mulut Ali. Tidak! Jantung Amira tidak boleh seperti ini.

"Makanannya buat kamu saja, aku sudah kenyang." tutur Ali pelan.

"Ta-tapi Mas perlu makan banyak,"

"Kamu juga," ucap Ali singkat dan kemudian melanjutkan memainkan ponsel miliknya.

Bersambung....

Malang, 1 Mei 2020

Alhamdulillah, setelah beberapa hari author bisa kembali update! Terima kasih ya udah baca sampai sejauh ini. Terima kasih juga sudah menyempatkan vote dan koment... Tunggu sampai ending ya?
Love u 💞

Nb : Maaf jika ada kesalahan tulisan atau typo nanti in shaa Allah akan author perbaiki di tahap revisi setelah cerita end. 🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top