BAGIAN 3 - SISI BAIK AMIRA

Melihatmu tersenyum padaku adalah ketidakmampuanku untuk mengutarakan sebuah rasa yang selama ini aku simpan.

----------------------------

"Mir, mau kemana?" tanyanya pada Amira sembari mengerutkan dahinya. Sedangkan Amira hanya membalas dengan senyuman meneduhkan yang membuat Ali bingung.

Amira melihat seorang ibu yang sedang menggendong anaknya berumur dua tahunan. Ia tidak tega melihat seorang Ibu sedang menenangkan anaknya yang ingin tidur. Lantas Amira beranjak menghampiri ibu tersebut dan memberikan tempat duduknya untuk ditempati Ibu itu.

"Bu, Ibu duduk saja di tempat duduk Amira yah, sepertinya ibu lelah berdiri." Ucap Amira dengan senyuman tulusnya.

"Jangan Nak, Ibu nggak papa." Ucap Ibu tak enak dengan tawaran Amira.

"Nggak papa Bu, jangan tolak tawaran Amira yah?" ucap Amira meyakinkan Ibu tersebut. Ibu tersebut tersenyum dan mengangguk pada Amira. Ibu itu duduk di tempat duduk Amira sedangkan Amira berdiri berpegangan ujung kursi yang ditempati Ali tempat berdiri Ibu tadi. Sungguh baik sekali hati Amira.

Ali melihat interaksi antara Ibu tersebut dan Amira sampai tidak bisa percaya. Amira yang dulu semasa kecil selalu bertingkah sesukanya. Sampai SMP dia masih berbicara sesukanya bertingkah sesukanya. Dan ketika ia dipertemukan lagi dengan Amira saat ini, melihat Amira yang berubah drastis mulai dari tutur katanya, penampilannya. Semua berubah. Ali sulit mempercayainya. Dan Ali lupa jika Amira sedang berpuasa. Ia membiarkan Amira berdiri dan dia malah duduk membiarkannya. Ali lantas beranjak dari tempat duduk dan memberikan tempat duduknya pada Amira yang berdiri di sampingnya.

"Mir, duduk gih." Titahnya pada Amira.

"Nggak Al, aku disini aja." Tolaknya pada tawaran Ali.

"Kamu lagi puasa Mir, nggak usah nolak." Ucapnya pada Amira dengan tatapan elang dan wajah datarnya yang membuat Amira takut melihat mata Ali. Alhasil Amira menurut dan duduk di tempat duduk Ali sedangkan Ali berdiri di samping Amira. Ketika posisi berdiri Ali sulit untuk memainkan ponselnya karena takut jatuh. Sementara ini, ia menahan untuk tidak memainkan ponsel selama perjalanan.

Amira melihat Ali berdiri selama satu jam. Ia tidak tega. Sesekali Amira ingin berbagi tempat duduk pada Ali tapi keadaan memaksa untuk tidak bisa. Amira merasa bersalah pada Ali. Yang seharusnya dia tertidur pulas selama perjalanan tapi nyatanya ia memikirkan Ali yang berdiri sedari tadi dalam kereta.

"Al, gantian yah?" Amira tidak bisa memegang tangan Ali karena Ali bukan mahram Amira, ia menarik ujung baju Ali.

"Gantian apa?" Ali mengerutkan dahinya mendengar permintaan Amira.

"Kamu duduk disini, aku berdiri. Soalnya kakiku pegel kalo duduk terus Al." Alibi Amira pada Ali.

"Nggak usah bohong Mir, inget puasa." Jawab Ali yang sudah bisa menebak tingkah Amira. Ali sebenarnya memang kesemutan kakinya karena berdiri terlalu lama. Namun, ia masih bisa menahannya dari pada membiarkan Amira yang berdiri.

Amira hanya bisa menghela nafas. Ali tahukah kamu hati Amira rasanya sakit melihat kamu berdiri berjam-jam di kereta. Mengertilah!

"Mir, mau kemana?" tanya Ali ketika Amira tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya.

Lagi-lagi Amira hanya membalas dengan senyuman meneduhkannya. Amira ingin pergi ke toilet. Karena sedari tadi dia menahan buang air kecil. Namun, ia urungkan karena Amira melihat seorang kakek sedang duduk dilantai kereta. Sepertinya kakek tersebut tidak kebagian tempat duduk. Kakek tersebut tampak tua dan pucat. Ia duduk dan memeluk tas tuanya. Dan kakek tersebut tampak lesu.

"Ya Allah, Kakek." Gumam Amira tidak tega melihat kakek tersebut. Tanpa dia sadari air matanya menetes. Tidak ada yang peduli untuk memberikan tempat duduk pada kakek tersebut. Amira pergi ke toilet terlebih dahulu sebelum menghampiri kakek tersebut.

"Assalamualaikum kakek, Ayo ikut Amira." Ucapnya sembari berjongkok menyetarakan duduknya seperti kakek. Kakek tersebut yang sedang menundukkan kepalannya, perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan melihat Amira yang sudah ada di depannya. Kakek tersebut sepertinya memiliki gangguan pada penglihatannya. Matanya tidak seperti mata normal. Kakek tersebut melihat Amira sering menyipitkan matanya.

"Astagfirullahaladzim, Kakek." Gumam Amira yang tidak tega melihat kakek tersebut.

"Ayo kek ikut Amira." Ucap Amira lagi.

"Kemana, Nak? Kakek disini saja." Tolak kakek tersebut.

"Kakek duduk di tempat duduk Amira yah? Disana enak kek, kakek nggak pegal." Ucap Amira membujuk kakek agar mau menurut dengannya.

Kakek tersenyum dan mengangguk. Amira tersenyum dan menyuruh kakek untuk berdiri mengikutinya. Kakek menurut sambil tetap memeluk tas tuanya tersebut.

"Kemana aja sih Mir lama banget?" tanya Ali ketika melihat Amira kembali.

"Ke toilet Al, Eh Al aku pinjam tempat duduk ini untuk ditempati kakek yah?" pinta Amira pada Ali.

"Terus kamu?" tanya Ali. Amira ini bagaimana, dia sedang puasa tapi tempat duduknya malah diberikan orang lain untuk ditempati.

"Kakek lebih membutuhkan dari pada aku Al, bolehkan?" pinta Amira pada Ali lagi. Ali meng-iyakan permintaan Amira. Lagi-lagi dia dibuat tidak percaya dengan tingkah Amira. Perbuatan kecil yang mendatangkan pahala selalu Amira kerjakan. Amira yang dulu Ali kenal tidak seperti ini. Sungguh, ada apa dengan Amira sekarang.

Amira mengerutkan dahinya melihat Ali melamun. Tapi ia hiraukan, yang terpenting sekarang adalah keadaan kakek. Amira berfikiran Ali melamun mungkin sedang memikirkan kekasihnya. Jadi bukan urusan Amira untuk lebih memikirkan Ali lagi. Meskipun hati kecil Amira enggan untuk menepisnya.

"Ayo kek, silahkan duduk sini," Amira menunjuk tempat duduknya. Kakek tersebut duduk di sebelah ibu yang sedang menggendong anaknya. Dan sekarang tempat duduk Amira dan Ali ditempati mereka. Alhasil, Amira berdiri di samping Ali yang juga berdiri sedari tadi. Amira tersenyum melihat Ibu dan kakek yang ia tolong bisa lega karena mendapatkan tempat duduk. Memang terkadang menaiki kereta ekonomi rawan tidak kebagian tempat duduk. Dan sekarang dia dan Ali yang tidak kebagian tempat duduk. Sebenarnya Amira tidak enak melihat Ali yang berdiri. Tapi ia juga kasihan melihat kakek yang tidak dapat tempat duduk.

"Al, aku boleh minta air meneral kamu? Nanti uangnya aku ganti deh kalo udah turun dari kereta." Pinta Amira.

"Buat apa? Jangan-jangan kamu mau minum diam-diam yah Mir?" selidik Ali.

"Enak aja sembarang kalo ngomong. Udahlah boleh apa nggak aku minta?" ucap Amira tidak terima dengan selidik Ali yang mengintimidasi bahwa dia akan membatalkan puasa.

"Yaudah nih ambil aja, nanti aku bisa beli lagi." Ali menyerahkan botol air mineral pada Amira.

"Oke makasih," ucap Amira. Amira mengeluarkan dua bungkus roti dari tasnya dan air mineral dari Ali.

"Bu, ini ada sedikit roti bisa Ibu makan." ucap Amira dengan senyum meneduhkan. Lagi-lagi Ali dibuat tidak percaya akan tingkah Amira.

"Dan ini roti sama air buat kakek. Kakek makan yah?" ucap Amira pada kakek. Kakek menerima pemberian Amira dengan senang. Sepertinya kakek belum sempat makan tadi. Amira senang melihat keduanya tersenyum. Meskipun sebenarnya kaki Amira kesemutan karena terlalu lama berdiri.

Ali yang melihat mereka ikut tersenyum namun tipis. Terlebih tersenyum karena kebaikan Amira. Baru beberapa jam ia bertemu Amira tapi banyak sekali pelajaran yang ia petik dari perilaku Amira hari ini.

Mir, aku benar-benar nggak nyangka. Ucapnya dalam hati.

"Al, maaf yah gara-gara aku kamu nggak dapat tempat duduk. Maaf lagi gara-gara aku kamu nggak bisa main ponsel kamu." Amira mengerucutkan bibirnya. Ia merasa bersalah pada Ali. Ali hanya bisa menghela nafasnya.

"Iya Mir nggak papa, sebenarnya yang harus dikasihani itu bukan aku tapi kamu. Kamu kan lagi puasa tapi tetap berdiri." Sanggah Ali.

Tetap saja Amira merasa bersalah pada Ali. Sepanjang perjalanan mereka berdiri. Terkadang rasa kantuk menyelimuti mata Amira namun ia tahan. Ali dan Amira sama-sama berdiri sampai kereta berhenti di stasiun.

Reyhand dan Nadya sudah tidur pulas di tempat duduknya. Mereka tidak menyadari bahwa kereta sudah sampai tempat tujuan. Amira menurunkan barangnya di jok atas tempat barang dan diikuti dengan Ali yang juga menurunkan barangnya. Setelah mereka membawa barang masing-masing. Mereka membangunkan Reyhand dan Nadya.

"Nad, bangun! Nadya hey!" Amira membangunkan Nadya sambil menggoyang-goyangkan bahu Nadya. Nadya mengerjap-kerjabkan matanya. Sedangkan Ali membangunkan Reyhand.

"Woy....bangun!" teriak Ali di kuping Reyhand.

Seketika Reyhand terlonjak karena kaget, "Sialan lu," ucapnya pada Ali. Ali langsung tertawa melihat ekspresi Reyhand yang kaget.

"Udah sampai, tidur mulu lu." Omel Ali pada Reyhand.

Reyhand turun dari kereta membawa barang-barangnya. Setelah itu disusul Nadya turun dari kereta yang dibantu oleh Reyhand dari bawah agar tidak jatuh karena tidak ada tangga bantuan untuk turun dari pintu kereta. Lalu disusul Ali yang turun dari kereta. Dan terakhir Amira.

"Ra, Awas...," ucap Reyhand.

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top