BAGIAN 27 - IMPERFECT WEDDING

Seharusnya hari ini adalah hari bahagiaku karena Allah telah memberi jalan untuk aku bersamanya. Namun, ternyata apa yang terjadi tak sejalan dengan apa yang aku impikan.

-Amira Azzahra-

Hari ini adalah hari dimana Amira telah menjadi istri seseorang yang ia dambakan selama bertahun-tahun. Allah telah mengabulkan doa yang ia panjatkan selama sekian tahun lamanya. Para undangan yang hadir bersorak ria memberi selamat dan doa hangat kepada sepasang pengantin yang berdiri menyalami para tamu. Berbanding terbalik dengan suasana hati para tamu, sepasang pengantin mencoba menyembunyikan luka dan memberi senyum palsu mereka agar acara tetap berjalan dan tak mengecewakan.

Amira. Ia saat ini mengenakan gaun kebaya putih dengan aksen manik-manik yang memperlihatkan keanggunan pemakainya. Dengan polesan make up sederhana tanpa bulu mata sudah membuat wajah Amira tampak cantik. Amira memang sengaja meminta make up yang tidak terlalu tebal dan tidak memakai bulu mata palsu. Amira selalu ingat kata-kata yang selalu Kakaknya tuturkan kepadanya bahwa memakai bulu mata palsu tidak diperbolehkan dalam islam. Amira takut Allah melaknatnya karena ia melanggar apa yang seharusnya ia hindari. Sebagaimana dalam hadist.

Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, wanita pembuat tato dan yang bertato." (HR. Bukhari No. 5589 dan 5602 )

Sedangkan Ali. Mempelai pria yang kini berdiri di samping Amira yang notabene adalah istrinya saat ini. Dengan memakai kemeja putih yang dibalut tuxedo hitam memberikan kesan gagah penampilanya. Raut wajahnya tidak seperti pasangan pengantin seperti layaknya pengantin biasanya. Sangat terlihat sekali, senyum tipis yang ia sembunyikan di depan para tamu undangan. 

Dua jam yang lalu Ali telah mengucapkan ijab qobul di depan Ayah Amira. Perasaan bersalah, perasaan sakit, campur aduk jadi satu. Vina masih tidak bisa tergantikan. Meskipun ijab qobul telah sah dalam hukum agama dan negara, namun hatinya masih tidak percaya bahwa ia telah berganti menjadi suami orang lain dan bukan Vina.

"Selamat ya Ra?" 

Deg!

"Je-Jefri?"gumam Amira.

"Selamat ya Al?"

"Iya," jawab Ali singkat.

Amira menghela napas panjang saat melihat punggung Jefri yang kian menjauh setelah berjabat tangan dengan Ali. Ada rasa bersalah saat melihat raut wajah Jefri yang tak seceria biasanya. Maaf! Kata itulah yang selalu terbesit dalam hati Amira untuk Jefri. Ia berdoa semoga Jefri mendapatkan yang lebih baik dari dirinya. 

Ketika jadwal para tamu menyantap hidangan yang telah tersedia. Amira meminta izin Ali untuk terun dari panggung dekorasi. Ia meminta izin untuk mencari Sang Kakak. Amira mencari diantara tamu-tamu yang hadir dalam acara pernikahannya. Sorot matanya menelusuri sudut ruangan. Dan benar, ia menemukan kakaknya sedang menikmati hidangan es buah duduk seorang diri. Amira lantas langsung menghampiri.

"Kak Fatih,"

Fatih mendongakkan kepalanya, "Adek, ada apa? Kok kamu bisa kesini sendirian, mana Ali?"

"Kak, ada yang ingin Amira bicarakan. Ke taman sebentar yuk!" tanpa menjawab pertanyaan dari kakaknya, Amira langsung mengutarakan maksudnya menghampiri sang kakak.

Fatih bingung. Ia mengerutkan dahinya, tak mengerti apa yang dimaksud  adiknya. Tanpa basa-basi, Amira langsung menarik tangan kakaknya dan berjalan menuju taman belakang gedung.

"Kak Fatih,"

"Hmmm..."

"Kak Fatih, maafkan Amira ya?" ucapnya sembari langsung memeluk sang kakak.

Fatih mengerutkan dahinya, "Apaan sih, Dek? Kakak nggak ngerti, tiba-tiba kamu minta maaf. Emang ada salah apaan?"

"Pokoknya Amira minta maaf sama Kakak, Amira udah banyak salah sama kakak sama Ibu sama Ayah juga," ucapnya dengan nada manja yang masih memeluk sang kakak

"Iya, udah kakak maafin. Udah selesai kan? Yuk balik!" 

"Kakaaaakkk.....!" pekik Amira sedikit keras. Kebiasaan kakaknya tidak bisa diajak bicara serius. 

"Apa lagi?"

Amira menghela napas dan melepaskan pelukannya, "Kak, Tolong sampaikan ke Jefri ya Kak? Amira minta maaf. Amira merasa bersalah sama Jefri. Ta-tadi, Amira lihat Jefri nggak seperti biasanya. Amira juga bingung, dulu saat Jefri khitbah Amira, Amira memang belum siap, Kak! Dan Amira belum bisa membuka hati. Saat Amira sudah ingin membuka hati, Ibu Ayah dan orang tua Ali meminta Amira menjadi istri Ali. Amira takut mengecewakan Ibu sama Ayah kalau menolak permintaan mereka. Egois! Amira bener-bener egois. Amira bingung mengapa ini terjadi harus terjadi pa-"

Fatih tersenyum, "Shhttt..., Kakak paham! Dan kakak ngerti posisi kamu bagaimana. Jelas Jefri nggak seperti biasanya. Kakak laki-laki sama seperti Jefri, kakak paham apa yang dirasakan Jefri. Kamu tidak perlu menyalahkan takdir, Ra! sudah sewajarnya alur ini mengalir. Kamu tenang aja, lambat laun Jefri paham akan posisinya. Dan nantinya akan bersikap seperti biasanya."

Setetes cairan bening jatuh di pipinya yang masih terpoles make up, ia mencoba untuk tersenyum, "Takdir itu kadang sulit dimengerti ya, Kak! aku sudah berusaha untuk berdamai, Namun kadang kenyataanya aku harus menguras air mata lagi."

"Nggak boleh ngomong begitu, yang kamu butuhkan hanya sabar dan ikhtiar menikmati alur takdir, Allah maha baik! Kamu hanya perlu bersabar menunggu hadiah dari Allah,"

"Sudah ya, Ayo kembali! Kakak nggak mau dituduh menculik pengantin wanita secantik ini!" tambah Fatih sembari mencubit ujung hidung sang adik.

"WLE DASAR! sama adik sendiri gombal," Amira mengerucutkan bibirnya saat Kakaknya tiba-tiba mencubit hidungnya dengan keras. 

🥀🥀🥀

Setelah menyelesaikan serangkaian acara pernikahan yang digelar hampir berjam-jam lamanya. Akhirnya telah usai. Mengenakan make up dan gaun yang benar-benar ribet membuat Amira sedikit kesulitan berjalan. Kakinya sedikit sakit setelah berjam-jam mengenakan sepatu hak tinggi versi pengantin. Amira dan Ali masuk ke kamar yang telah disiapkan Bundanya untuk beristirahat. Suasana tampak canggung. Tidak ada obrolan sama sekali. Ali sibuk memainkan ponsel yang ada dalam genggamannya. Sedangkan Amira bersiap-siap masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya dan berganti pakaian dengan pakaian untuk tidur. 

Sekitar 20 menit lamanya, Amira keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian, "Al, aku sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Baju kotor, taruh di keranjang saja. Biar besok aku yang nyuci." Amira memberanikan diri untuk membuka pembicaraan dengan Ali. Ia sadar, saat ini ia sudah menjadi seorang istri. Sekarang ia bukan tanggung jawab Ayahnya lagi, melainkan ia tanggung jawab suaminya. Bagaimanapun juga Amira harus patuh dengan suami. 

Namun Ali tak menjawab. Ia membelakangi Amira yang sedang berdiri tak jauh darinya. Kemudian ia langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Amira menghela napas saat Ali tak meresponnya dan malah mengabaikannya. Tak apa. Mungkin Ali belum terbiasa dengan Amira. Meskipun seperti ini, tak merubah sikap Amira untuk berbakti pada suami. 

Sembari menunggu Ali, Amira membereskan sedikit tumpukan buku-buku yang berantakan di meja kerja Ali. Ternyata meja ruang kerja Ali penuh dengan buku-buku besar. Bahkan Amira sendiri pun tak paham isi dari buku tersebut. Memang benar, Ali tak pernah berubah dari dulu, ia sangat menyukai buku yang berisikan sains. Berbeda dengannya yang hanya menyukai buku-buku novel dan fiksi lainnya. Tangan Amira menyentuh sebuah pigura foto pengantin yang terletak berdiri di dekat buku-buku yang berjejeran di rak buku. Sepasang pengantin  yang menampakkan senyum lebar dan penuh kebahagiaan. Amira tersenyum miring. Bukan, Bukan dia yang ada dalam foto tersebut.  

Kamu terlalu mengharapkan yang lebih! batinnya dalam hati.

Cklek...

Suara pintu kamar mandi terbuka. Ali keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk putih yang melilit sampai pinggangnya. Amira meletakkan pigura tersebut ke tempatnya lagi. Ia langsung bergegas menyiapkan baju ganti untuk Ali. Ali hanya melirik Amira yang sedang menata beberapa baju di almari. Ia lantas mengambil pakaian tidur di atas ranjang yang telah Amira siapkan untuknya. 

"Terima kasih," ucapnya singkat tanpa ekspresi. 

Ali memakai baju yang telah disiapkan Amira. Ia lantas mengambil selimut di dalam almari besarnya. Ali kemudian beranjak ke sofa untuk menata tempat yang paling nyaman untuk dibuat tidur. Ia tak berbicara apapun sebelum matanya terpejam.

Sakit!

Sesak!

Tak tenang!

Ali bahkan tak mengucapkan apa-apa sebelum ia tidur dan berpindah ke sofa. Hati Amira berkecambuk. Inikah kehidupan rumah tangga sebenarnya? Ingin sekali mendapatkan ridho sang suami. Namun, kenyataannya baru hari pertama ia menjadi seorang istri. Rasanya sangat sulit ketika melihat suaminya sendiri mengabaikannya. Amira paham Ali bersikap seperti ini karena ia masih belum bisa melupakan Vina. Ta-tapi, bukankah ada sedikit celah hati yang kosong untuk Amira isi? Ataukah benar-benar tidak ada. Dan Amira hanyalah seorang tembok pajangan yang terus-menerus ia abaikan?

Bersambung....

Hai, Alhamdulillah aku kembali lagi lebih sering up, gimana part yang ini? Maaf ya kalau bikin kecewa... Pokoknya terima kasih banyak sudah membaca sampai sejauh ini. Doakan cepat selesai biar bisa update cerita baru lagi.

Oh iya, cerita ini masih belum direvisi jadi kalau ada typo atau kesalahan tanda baca dimaklumi ya? nanti in shaa Allah setelah cerita ini selesai aku bakal revisi.

Terima kasih sudah membaca!

Terima kasih sudah vote!

Jangan lupa coment juga!

Untuk para Team Amira Jefri, maaf ya Jefri harus mengikhlaskan saat ini karena Amira bukan takdirnya. Tapi tenang aja Jefri akan dapat yang lebih baik. Tunggu next part!

See you imreader!

Love so much 🥀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top