BAGIAN 2- STASIUN

Seberapa sering aku berusaha melupakanmu, tetap saja jika Allah pertemukan aku denganmu lagi. Usaha untuk melupakan begitu sia-sia.

----------------------

Dreettt...Dreettt...Dreett

Suara getar ponsel Amira berbunyi, tertera duabelas digit nomor tidak dikenal yang menelfon Amira.

"Nomor siapa ini?" gumamnya.

"Assalamualaikum, dengan siapa?" ucap Amira mengangkat panggilan telfon.

"Aku Ra, ini aku Reyhand." ucap seseorang di sambungan telfon.

"Rey? Aku kira siapa. Ada apa Rey?" tanya Amira.

"Kita pulang besok aja gimana? Kamu nggak sibuk kan besok? Jadi kita nggak usah nunggu minggu depan." ucap Reyhand

"Besok?" tanya Amira

"Iya lah Ra, masak tahun depan. Gimana bisa nggak?" ucap Rey.

"Emm.... In shaa Allah bisa Rey." Sahut Amira.

"Yaudah Ra. Jangan lupa besok aku tunggu di stasiun. Assalamualaikum." ucap Rey.

"Iya, Waalaikumussalam." tutupnya.

Amira menutup sambungan telephon dari Reyhand. Ia menggambil tas untuk pulang besok. Ia bergegas mengemasi barang-barang yang akan dibawa besok pulang ke kampung. Ia memutuskan untuk pulang besok karena semua tugas kuliah sudah ia selesaikan. Tak lupa ia membawa Al-Qur'an kecil dan tasbih ke dalam tasnya. Mukena parasut juga ia bawa. Buku, laptop juga ia bawa karena ia takut ada pekerjaan yang mendadak. Mungkin satu ransel penuh barang Amira.

"Dah siap...," gumamnya sambil mengibas-kibaskan tangannya.

"Nggak sabar besok ketemu Ibu sama Ayah." Senyumnya mengembang saat membayangkan ia ketemu dengan orang tuanya.

***

"Hallo, dengan mbak Amira yah?" ucap seseorang yang ada di jaringan telephon.

"Iya, Pak. Bapak udah di depan yah?" ucap Amira.

"Udah mbak,"

"Yaudah Pak, Amira kesana Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam,"

Sambungan telephon dari ojek online sudah terputus. Amira bergegas menyusul tukang ojek online yang sudah menelfonnya tadi. Sampai di depan gang kosnya, Amira mencari tukang ojek yang sudah menunggunya.

"Mbak Amira, yah?" tanya tukang ojek itu.

"Iya Pak, ayo berangkat." ucap Amira.

Tukang ojek online langsung mengegas motornya menuju stasiun tempat Amira memesan. Stasiun dan kos Amira bisa ditempuh dalam waktu sejam. Amira memilih naik ojek online karena cepat dari pada naik angkot harus muter-muter. Meskipun sering membawa barang banyak Amira tetap berdoa agar selalu dilindungi Allah dimanapun ia berada.

"Allohumma hawwin 'alainaa safaranaa hadzaa waatwi 'annaa bu'dahu. Allohumma antashookhibu fiissafari walkholiifatu fiil ahli (Ya Allah, mudahkanlah kami berpergian ini, dan dekatkanlah kejauhannya. Ya Allah yang menemani dalam berpergian, dan Engkau pula yang melindungi keluarga)" ucap Amira ketika dalam perjalanan.

Satu jam telah dilewati Amira. Amira turun dari motor tukang ojek tersebut. Lantas ia langsung membayar biaya ojeknya. Setelah itu ia masuk ke stasiun. Mata Amira mencari keberadaan Reyhand. Amira tidak akan bisa check in karena tiket kereta Reyhand yang belikan. Ia hanya bisa menunggu dikursi tunggu. Sesekali mengecek telepon genggamnya.

"Reyhand dimana?" gumamnya.

Amira jenggah menunggu Reyhand. Ia merasa kantuk menyelimuti matanya. Hampir saja ia tertidur saat ada yang membangunkannya dari belakang.

"Hey Ra, kok lu malah tidur sih?" ucap Reyhand tiba-tiba dibelakang Amira yang menggandeng seorang gadis berambut panjang dan berpita ungu.

"Astagfirullahaladzim Reyhand! Habisnya kamu lama bener," Amira terlonjak karena Reyhand membangunkannya.

Reyhand tersenyum melihat tingkah Amira yang kaget "Ra, kenalin ini pacar aku namanya Nadya." Ucap Rayhand.

"Nadya," Nadya mengulurkan tangannya ke Amira.

"Amira," Amira membalas uluran tangan Nadya dan tersenyum simpul.

"Bentar yah aku tinggal dulu, mau nyusul si entong dia nyasar." ucap Reyhand tiba-tiba.

Amira dan Nadya saling berbincang-bincang. Sesekali bercerita hubungannya dengan Reyhand. Nadya ternyata sekampus dengan Amira dan Reyhand hanya saja Nadya berbeda jurusan. Ia menggambil jurusan design interior. Sedangkan Amira mengambil jurusan Sastra Indonesia. Nadya berasal dari Bogor hanya saja sekarang Nadya ikut Reyhand pulang ke rumah Reyhand. Sesekali Amira melamun, ingin rasanya dia mengajak Nadya memakai hijab. Namun dia urungkan. Biarkan waktu berjalan agar Nadya tersentuh hatinya untuk memakai hijab. Amira tidak ingin memaksa hanya saja Amira akan terus mendoakannya. Sama halnya dengan Dinda sahabatnya yang selalu ia doakan.

Reyhand yang ingusan dulunya bisa dapat cewek Bogor juga! Batin Amira. Amira beristigfar telah mengatakan Reyhand ingusan. Namun bibirnya tidak lepas dari senyum simpulnya ketika membayangkan masa kecil Reyhand. Sesekali Nadya bingung mengapa Amira senyum-senyum sendiri.

"Cie baru kenal udah akrab aja," ucap Reyhand tiba-tiba ketika menghampiri Nadya dan Amira yang asyik mengobrol. Tapi Reyhand membawa laki-laki yang seumuran dengan mereka.

"Eh, sayang. Kamu lama banget sih," ucap Nadya yang tangannya sudah bergelayutan di lengan Reyhand. Reyhand melihat mata Amira yang sedang memperhatikan laki-laki yang di sampingnya.

"Woii, Ra. Ngelamun aja! Masa nggak kenal sama dia sih," ucap Reyhand.

Ya Allah, mengapa Engkau mempertemukan dengannya disaat seperti ini. Ucap Amira dalam hati.

Bukan nggak kenal Rey, tapi aku takut nggak bisa jaga hati. ucapnya dalam hati lagi.

"Wah...wah.... ini efek Amira terlalu lama pindah warga negara nih pasti," ucap Reyhand yang suka ngasal kalau berbicara.

"Mir...," suara barington mengejutkan lamunan Amira. Amira terlonjak dan salah tingkah saat laki-laki itu memanggilnya.

"Lama nggak bertemu," ucapnya lagi.

Amira bingung mau menjawab apa. Dia sudah mati gaya dan salah tingkah. Alhasil Amira hanya membalas laki-laki itu dengan senyumannya saja. Sesekali Amira menundukkan pandangannya.

Kenapa Reyhand nggak bilang dari kemarin sih kalo mau ngajak dia. Ucap Amira dalam hati.

"Udah yuk check in. Keburu telat. Nih tiket buat ayang mbebku, terus nih tiket buat Amira, ini tiket buat lu tong. Semua udah aku urus tinggal kita berangkat." ucap Reyhand sambil membagikan tiket yang ia beli kemarin lusa.

"Kok tong sih sayang manggilnya?" ucap Nadya sembari mengerutkan dahinya.

"Ya kan namanya Ali Entong beb...," ucap Reyhand sambil tertawa lepas meledek Ali. Tatapan Ali seperti tatapan elang yang ingin menyambar mangsa. Amira hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Reyhand yang tidak pernah berubah dari dulu.

Mereka memutuskan untuk segera Check In agar tidak tertinggal kereta. Karena kereta yang mereka tumpangi sudah datang. Mereka langsung masuk ke dalam kereta. Mereka berempat mencari gerbong yang tertera di tiket kereta dan mencari nomor duduk yang Reyhand pesan.

"14AB... Nah beb kita duduk disini," titah Reyhand pada Nadya.

"17AB... Al, Ra kalian duduk disini." Titah Reyhand pada Amira dan Ali.

"Loh, Bro kenapa duduknya pisah gini sih! Kamu nggak pesan yang berhadapan aja?" ucap Ali.

"Tadinya maunya gitu, tapi udah keduluan orang bokingnya. Jadi ya aku pesenin seadanya. Yaudah lah tong lu duduk bareng Amira. Asal lu nggak macem-macem sama Amira." Ucap Reyhand.

Amira ingin menolak tapi sepertinya tidak ada gunanya. Toh, tiket sudah terlanjur dibeli. Mau tidak mau Ali duduk di samping Amira. Amira berada di sebelah jendela sedangkan Ali disampingnya. Sebenarnya Amira sedikit canggung bertemu dengan Ali. Ali yang ia ukir namanya dalam doa dalam kurun waktu yang lama. Dan kini Allah mempertemukanya dengan Ali. Ali sebenarnya tidak sekampus dengan Amira. Hanya saja Reyhand dan Amira sahabat Ali sejak SD. Dan Reyhand mengajak Ali untuk berlibur dan menginap di kos Reyhand. Karena kuliah Ali sudah libur sedangkan kuliah Amira,Nadya, dan Reyhand baru akan ujian dua minggu yang akan datang.

Amira dan Ali sama-sama bungkam. Amira terus menerus melihat pemandangan jendela tanpa menoleh ke arah Ali. Amira takut mengendalikan detak jantungnya. Sedangkan Ali memainkan ponselnya sedari tadi. Sesekali ia tersenyum. Sepertinya ia sedang mengabari seseorang. Entahlah kekasihnya atau orangtuanya.

"Ehm...," Ali berdehem. Ali membuka tutup botol air mineral dan meneguknya karena ia merasa letih. Sesekali ia mengusap keringat dipelipisnya.

"Mir, Minum?" Ali menawarkan air mineral ke Amira.

"Nggak Al, terima kasih." Tolak amira dengan halus sembari tersenyum namun matanya tidak menatap manik-manik mata Ali. Amira tak berani menatapnya dengan lekat.

"Kenapa? Kita perjalanan nanti hampir enam jam Mir, sepertinya kamu nggak bawa air mineral di ranselmu?" tanya Ali.

"Terima kasih Al, tapi aku sedang shaum senin-kamis." Tolaknya lagi pada Ali.

"Maaf Ra, aku lupa kalo hari ini senin." Ucap Ali.

"Nggak apa-apa," sahut Amira dengan senyum simpulnya. Amira mengalihkan pandangannya ke jendela lagi sambil melihat pemandangan. Tiba-tiba kereta berhenti di salah satu stasiun. Penumpang baru berdesak-desakan masuk ke gerbong beberapa menit berhenti di stasiun. Kereta melaju lagi untuk melanjutkan perjalanan. Amira tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Ali yang menyadari itu, menghentikan aktivitas memainkan ponselnya.

"Mir, mau kemana?" tanyanya pada Amira sembari mengerutkan dahinya. Sedangkan Amira hanya membalas dengan senyuman meneduhkan yang membuat Ali bingung.

Bersambung...

Malang, 29 Juni 2018

Salam sayang dari author,

Jazzakumullah khairan sudah membaca karyaku

Jumat Barokah jangan lupa baca Al-Kahfi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top