BAGIAN 18 - AWAL YANG BARU
Bagaimana aku bisa benar-benar melupakan? Sedangkan ribuan mimpi tentangmu selalu hadir setiap malam.
Amira Azzahra
--- 💞💞💞 ----
Usai akad dan resepsi pernikahan yang berlangsung selama 13 jam, Ali mengajak Vina untuk beristirahat. Ia membukakan pintu kamar yang telah disiapkan. Kamar yang cukup luas untuk ditempati pasangan pengantin itu.
Vina tertegun, saat ia melihat banyak hiasan fotonya bersama Ali yang terpajang di dinding kamar. Ali menyiapkan semua ini? Bagaimana bisa? Ia tersenyum senang ke arah suaminya yang berdiri di depan cermin sembari melepas dasinya.
"Sayang...," Vina memanggil Ali dengan nada lembut. Ia melingkarkan tangannya dipinggang Ali.
Melihat pantulan dirinya di cermin yang sedang dipeluk sang istri dari belakang, Ali kemudian berbalik menghadap Vina.
"Ada apa, hm?" ucapnya lembut pada Vina.
"Bukankah pernikahan kita ini terlalu terburu-buru? Kita baru saja menyelesaikan studi sarjana. Dan kamu juga baru saja mendapatkan pekerjaan."
Ali tersenyum menanggapi pertanyaan istrinya. Ia mencium sekilas kening sang istri, "Dulu aku menjagamu dengan cara yang salah. Aku mengajakmu berpacaran. Dan saat ini aku telah mengerti bahwa pacaran bukanlah cara menjaga yang paling benar."
"Jangan khawatir dengan hal itu, In shaa Allah uang penghasilanku cukup untuk memberimu nafkah. Aku minta kamu jangan bekerja. Biarkan aku saja yang bekerja, kamu fokus mengurus rumah. Jadilah istri yang baik dan doakan supaya suamimu ini juga dapat menjadi suami yang terbaik atas izin Allah." ucap Ali seraya mencium punggung tangan Vina dengan lembut.
Vina merasa sangat dicintai sang suami. Ia bersyukur suaminya sangat mencintainya, "Terima kasih."
"Oh iya Sayang, Aku boleh nggak ikut Amira kajian lagi di masjidnya Ustaz Adi?" Vina meminta izin pada Ali untuk mengikuti kajian rutin bersama Amira.
"Selama itu baik, aku akan izinkan,"
"Terima kasih suamiku,"
Ali tersenyum kemudian membacakan doa sembari memegang ubun-ubun Vina, "ALLAHUMMA INNI AS-ALUKA MIN KHOIRIHAA WA KHOIRI MAA JABALTAHAA 'ALAIH. WA A'UDZU BIKA MIN SYARRIHAA WA SYARRI MAA JABALTAHAA 'ALAIH. Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa." (HR. Abu Daud, no. 2160; Ibnu Majah, no. 1918. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadist ini hasan.)
"Ya sudah, sekarang bersihkan diri kamu. Gantilah pakaian tidur dan ayo istirahat."
"Okey siap Komandan," ucap Vina sembari meletakkan tangan kanannya di samping pelipis kanan layaknya orang yang sedang hormat.
"Oh iya Sayang, kamu besok langsung kerja atau masih mengambil cuti?" tanya Vina sebelum ia beranjak ke kamar mandi.
"Cutiku sudah habis, jadi besok aku harus bekerja. Nggak apa-apa kan kalau aku tinggal?"
"Ya nggak lah, yaudah sekarang aku siapkan pakaian untuk kerja besok ya?"
"Besok pagi saja. Sekarang istirahatlah!" titah Ali pada Vina. Vina menangguk. Ia tersenyum ke arah Ali dan kemudian berjalan ke kamar mandi.
Ali sangat bersyukur. Beberapa bulan sebelum ia menikah dengan Vina, ia sering diajak kajian oleh Jefri dan Fatih. Dan hal inilah yang membuat ia sedikit demi sedikit paham tentang ilmu agama.
***
Dalam waktu yang sama di tempat yang berbeda Amira sedang duduk di kursi ruang belajarnya. Sudah hampir tengah malam saperti ini ia masih sibuk di depan laptop miliknya. Jari jemarinya lihai menari-nari di atas keyboard.
Seperti malam-malam sebelumnya, ia tidak bisa menulis pada waktu pagi dan siang. Ia lebih fokus untuk menulis pada malam hari. Karena pada malam harilah ide-ide akan muncul biasanya. Namun pada malam hari tersebut, ia membatasi waktu sampai jam 00.00 sebab ia tidak ingin terlewatkan sholat tahajud dan subuh karena kesalahannya terlalu sering begadang.
Amira melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 23.15, matanya sudah sangat mengantuk. Berkali-kali ia menguap. Usai mengerjakan pekerjaannya, ia langsung mematikan laptop.
"Perasaan baru dapat beberapa lembar, tapi kok udah hampir tengah malam aja," gumamnya saat jarum jam perlahan-lahan bergerak menuju hampir tengah malam.
Seperti biasanya, sebelum tidur ia tak lupa mengambil wudhu. Usai mengambil wudhu, ia beranjak menuju ranjang tempat tidurnya. Ia juga tak lupa untuk membaca doa sebelum tidur, membaca 3 surah terakhir dalam Al-Qur'an ditutup dengan istigfar.
Lima menit ia memejamkan matanya, namun mengapa ia malah tidak bisa tidur. Bayangan Ali lagi dan lagi yang selalu muncul tiba-tiba.
"Allah, Amira harus bagaimana? Sudah berkali-kali Amira selalu mencoba untuk membuang jauh-jauh bayangan Ali. Tetapi tidak bisa. Bayangan Ali selalu muncul."
Tok-tok-tok
Suara ketukan pintu kamar, membuyarkan lamunan Amira. Ia menoleh memastikan siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Ra, Kakak masuk ya?" Fatih langsung masuk kamar Amira karena pintu kamar Amira masih terbuka.
"Kenapa kamu belum tidur? Ini sudah larut malam lho Ra," ucap Fatih, ia berjalan mendekati Amira yang sedang duduk di tepi ranjang.
"Em, Amira tadi masih menyelesaikan pekerjaan Amira. Soalnya deadline kerjaan Amira besok harus dikumpulkan." Bohong. Ia berbohong pada Fatih. Bibirnya mengucapkan itu namun hatinya tidak sama sekali. Memang, beberapa jam lalu ia menyelesaikan deadline pekerjaannya namun ia tidak bisa tidur bukan karena pekerjaannya belum selesai. Namun ada hal lain yang membuat ia tidak bisa tidur.
"Tidak baik tidur larut malam Ra, sebaiknya kamu sekarang cepat tidur. Besok kamu tidak sibuk kan?"
"In shaa Allah tidak Kak, memangnya ada apa?"
Amira tersenyum lega, "Nah, kebetulan itu. Kakak minta bantuan boleh nggak?"
"Bantuan apa?"
"Besok ada kajian akbar, kamu bisa kan bantu jadi panitianya? Ayolah Ra, kamu kan adik Kakak yang paling cantik," Fatih berusaha merayu adiknya agar mau membantu acara kajian akbar besok.
"Ya iyalah paling cantik, orang adik kakak cuma satu, Oke deh Amira in shaa Allah bisa bantu."
Fatih tersenyum senang, akhirnya adiknya bisa membantu meringankan pekerjaannya. Namun hatinya masih mengganjal, sorot mata Amira tidak bisa dibohongi.
"Ra, ada yang kamu pikirkan?"
"Em....Nggak ada Kak," ucap Amira sembari memasang senyum simpul agar Fatih tidak bertanya yang tidak-tidak.
Fatih menghela napas panjang. Ia tahu bahwa sebenarnya ada yang disembunyikan Amira. Ia juga telah menebak bahwa Amira pasti masih memikirkan Ali. Bagaimana caranya ia bisa menghentikan perasaan adiknya yang sudah teramat dalam seperti ini?
"Kakak boleh bertanya?"
"Bo-boleh, ka-kakak mau tanya ap-apa?" ucap Amira terbata-bata saat Fatih tiba-tiba ingin mengajukan pertanyaan.
"Kamu masih memikirkan Ali?"
Deg!. Benar dugaan Amira. Fatih mengatakan itu. Amira berusaha tersenyum. Walaupun sangat tipis, "Ti-tidak kok Kak,"
"Jangan berusaha membohongi Kakak Ra,"
Amira menghela nafas panjang, "Maaf Kak, Amira sudah berusaha melupakan Ali. Namun tidak bisa. Sangat sulit sekali." ucapnya sembari menunduk. Amira tidak bisa menatap mata Kakaknya dalam kondisi seperti ini. Ia tidak bisa memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain. Walaupun itu Kakaknya sendiri.
Fatih tidak bisa melihat adiknya seperti itu terus-menerus. Akan tetapi ia juga bingung harus berbuat apa agar adiknya tidak larut dalam kesedihan seperti ini.
"Ra, Ali sudah memiliki istri sekarang. Kamu harus mengerti keadaan itu. Takdir sudah diatur Allah Ra, jangan memaksa kehendak, itu tidak baik. Mulailah untuk melupakan Ali dan bukalah hati yang baru."
"Iya Kak, Amira mengerti tap-"
"Besok jangan lupa jam 8 pagi untuk mengurus kepanitiaan kajian akbar." Fatih sengaja memotong ucapan Amira. Ini sudah terlalu larut malam untuk berdebat dengan adiknya. Ia juga khawatir akan kesehatan adiknya. Sebab hampir setiap hari adiknya selalu begadang mengerjakan pekerjaannya.
Bersambung....
Malang, 20 Januari 2019
Jangan lupa vote ⭐
Jangan lupa coment
Follow juga author untuk mengikuti notifikasi update selanjutnya.
Terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini...
Dapat feel nggak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top