BAGIAN 16 - MENGIKHLASKAN

Ternyata pelabuhan terakhir yang kamu pilih bukanlah aku. Melainkan pelabuhan indah pilihanmu. Dan mengapa aku disini? Menunggu sebuah kapal yang tidak pernah menengok sedikitpun pelabuhan kecil yang menantinya.

-------------------------------

Terhitung sudah hampir satu bulan Amira pulang ke kota kelahirannya. Ia belum kembali ke Jakarta untuk mengambil ijazah sarjananya. Dua bulan yang lalu ia telah menyelesaikan studi sarjananya dengan IPK cumlaude. Ia sangat bersyukur lagi dan lagi ia bisa mencapai target yang tertulis di diary-nya.

Semenjak semester 7 lalu sampai sekarang ia telah belajar banyak hal dan belajar menghargai waktu dengan baik. Karya tulisan yang ditulisnya lumayan banyak dari kumpulan cerpen hingga novel. Namun saat ini masih belum ada penerbit yang ingin menerbitkan ceritanya. Tak apa, mungkin Amira harus lebih bersabar lagi.

Salah satu target yang ia capai saat ini adalah ia bisa membeli laptop dan handphone dengan uang tabungannya sendiri.
Tangannya memainkan handphone yang dibeli seminggu yang lalu.

"Aisyah," gumamnya saat ia melihat galeri foto di layar handphone miliknya yang memperlihatkan foto dirinya bersama Aisyah dan Ali di taman bermain dekat panti sewaktu liburan semester 7 lalu. Ia tak menyangka bisa berfoto dengan Ali.

Dan hari ini adalah hari dimana Amira harus melepaskan semua perasaannya. Perasaan terhadap Ali. Cinta dalam diam yang selama ini dilabuhkan kepada Ali. Dan hari ini Ali telah memilih wanita yang menjadi pilihannya untuk dijadikan istri.

"Ra, sudah siap apa belum? Ayo berangkat!" panggil Fatih dari luar pintu kamar Amira.

"Iya Kak, Amira sudah siap." Ia memasukkan handphone dan dompetnya ke sling bag miliknya. Ya, di acara pernikahan Ali ini ia hanya mengenakan gamis berwarna navy dan pashmina abu-abu. Ia juga hanya memoles sedikit make up di wajahnya.

"Lama banget dandannya kayak calon pengantin," ucap Fatih sembari mengunci pintu rumah karena di rumah tidak ada orang tuanya.

Amira mengerutkan dahinya saat Fatih mengucapkan kalimat tersebut, "Kakak apasih, Situ udah berumur tapi kok nggak nikah-nikah,"

Fatih menjitak kepala Amira yang seakan meledeknya karena usianya menginjak hampir 30 namun belum mencari pasangan hidup. Bukan belum mencari, tapi masih sibuk mengurus pesantren kecil yang ia bangun sampai ia lupa mencari bidadari yang akan mengurus hidupnya.

Rasanya berat sekali kaki Amira untuk melangkah dan menghadiri acara pernikahan Ali. Tetapi bagaimanapun ia harus menghadirinya. Ia dan Fatih sudah diundang ke acara tersebut. Kuatkah hati Amira nanti saat berhadapan dengan Ali dan istrinya. Kuatkah ia? Ali yang selama 10 tahun ia cintai dalam diam. Tanpa Ali mengetahuinya, ia mendoakan dalam diam. Dan saat inilah ia harus benar-benar mengikhlaskannya.

Benar sekali, yang paling menyakitkan pertama adalah mencintai dalam diam. Yang paling menyakitkan kedua adalah mencintai seseorang sangat dalam. Dan yang paling menyakitkan terakhir adalah mengharapkan cinta manusia sehingga Allah sangat cemburu akan hal itu.

Sekitar 30 menit Fatih dan Amira menempuh perjalanan dari rumahnya ke lokasi acara pernikahan Ali, "Ayo turun dari mobil, kok melamun?"

Amira mengangguk. Ia menghela napas panjang. Ia turun dari mobil dan berjalan beriringan dengan Fatih. Matanya mengabsen banyak dekorasi bunga dan sepasang janur kuning yang terletak di depan gedung.

"Amira, Kak Fatih ayo masuk! Akadnya akan segera dimulai." ucap Nadya pacar Reyhand yang menjadi terima tamu di acara pernikahan Ali.

Amira mencoba untuk tersenyum meskipun hatinya tidak bisa ia bohongi. Ia menghela napas panjang. Fatih mengisyaratkan Amira untuk duduk di sampingnya dan menunggu akad dimulai.

"Assalamualaikum, baik semua saksi sudah ada di tempat. Mari kita mulai!"

"Saudara Muhammad Ali Umar bin Umar Wijaya, saya nikahkan anda dengan anak saya Vinanda Fadilla Gunawan binti Abraham Gunawan dengan maskawin uang sebesar 15 juta dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Vinanda Fadilla Gunawan binti Abraham Gunawan dengan mas kawin tersebut tunai." ucap Ali mantap dengan satu helaan napas.

"Sah,"

"Sah,"

"Alhamdulillah,"

"Barakallahu lakuma wa baraka 'alaikuma wa jama'a bainakuma fii khoir (semoga Allah menganugerahkan barakah kepadamu, semoga Allah juga menganugerahkan barakah atasmu, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan)"

Semua bersorak bahagia melihat Ali menyelesaikan kalimat ijab qobulnya dengam lancar. Dengan riasan make up dan gaun bak Princess Aurora, Vinanda keluar dari tirai dan berjalan mendekati Ali. Ali tersenyum simpul ke arah Vinanda. Begitupun dengan Vinanda, ia mencium punggung tangan Ali. Sedangkan Ali mencium kening Vinanda.

Dari kejauhan, Amira tersenyum tipis melihat keduanya namun hati dan matanya tidak bisa dibohongi, "Kak Fatih, aku ke toilet dulu yah?" pamitnya pada Fatih.

Ia berjalan bukan ke arah dimana toilet berada. Tanpa aba-aba, kakinya melangkah keluar samping gedung. Ia berjalan melewati banyaknya tamu undangan.

Sudahlah Amira. Kenapa kamu menangis seperti ini? Ini salah kamu sendiri. Mengapa kamu terlalu berharap akan cinta manusia? Kamu terlalu berharap akan hal itu. Kamu terlalu berharap sendiri hingga kamu terluka sendiri. Jangan seperti ini. Ayolah Amira. Ucapnya dalam hati. Ia menahan sesak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Amira berusaha menenangkan dirinya sendiri. Saat ini ia benar-benar tidak baik-baik saja.

Dan sudah hampir sepuluh menit, ia izin ke toilet pada Fatih. Ia takut Fatih mencarinya, jadi ia memutuskan untuk kembali ke ruangan. Ia membersihkan air matanya dengan tisu. Sebelum memasuki ruangan acara lagi.

"Amira?" panggil seseorang dari belakang saat ia akan memasuki pintu samping ruangan acara pernikahan.

Amira menoleh ke belakang dan ternyata Jefri yang memanggilnya, "Jefri? Kamu disini?"

"Iya, aku di undang Ali. Oh iya, lama ya kita tidak bertemu? Setelah liburan semester 7 beberapa bulan yang lalu dan setelah kita disibukkan dengan tugas akhir kuliah masing-masing. Sekarang kita dipertemukan lagi. Disini. Barakallah,"

Amira tersenyum simpul menanggapi kalimat yang diucapkan Jefri, "Iya Jef."

"Mata kamu kenapa terlihat bengkak?"

Lagi-lagi Jefri yang mengetahui bahwa hatinya sedang tidak baik-baik saja. Ia bingung harus menjawab apa.

"Em....Ti-tidak Jef, aku tidak apa-apa." ucapnya terbata-bata. Ia berusaha bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa. Meskipum mata bengkaknya tidak bisa dibohongi.

"Syukurlah, kamu baik-baik saja."

Amira berusaha memasang senyum di bibirnya. Jefri dan Amira saling diam, mereka bingung mengisi kecangungan yang terjadi saat ini.

"Ra?" panggil Jefri pada Amira.

"Iya,"

"Em, Mulai besok aku disibukkan dengan program koas selama 1,5 tahun. Setelah itu, aku akan mendapat gelar dokter. Doakan ya Ra, semoga urusan ini diberi kelancaran oleh Allah. Dan saat pelantikan dokter muda nanti, aku harap kamu bisa hadir menyaksikannya." pinta Jefri yang berharap agar Amira dapat datang ke acara pelantikan dokter muda.

Amira benar-benar salut dengan Jefri. Bagaimana tidak? Jefri adalah laki-laki dengan senyum yang sangat meneduhkan. Tutur katanya sopan dan tak pernah meninggalkan kewajibannya dalam beribadah. Jika ia mempunyai cita-cita, ia tak tanggung-tangung untuk menggapainya.

Amira tersenyum simpul ke arah Jefri, "In shaa Allah aku datang Jef. Semangat! Sebentar lagi impian kamu akan tercapai."

"Terima kasih Ra," Dalam hati Jefri, ia sangat bersyukur.

"Oh Iya Ra, Kamu nggak lapar? Ayo makan!" Ajaknya saat melihat banyak makanan terhidang di sebuah meja besar.

"Kamu ini mau ketemu pengantin apa cuma mau nyari makan sih Jef?"

"Kalau bisa sih dua-duanya." jawabnya dengan nada menahan tawa. Amira ikut terkekeh saat mendengar jawaban Jefri.

"Malu-maluin Jef, Eh btw tapi nggak ada salahnya sih kita nyoba semua makanannya." Amira tertawa geli saat mengatakan kalimat itu. Ia sudah bisa melupakan sejenak kesedihannya.

"Nah kan ngaku, kamu sendiri juga punya niatan sama,"

Di sela-sela tawanya. Ia mengabsen beberapa nampan dan wadah yang berisi banyak sekali makanan. Tak hanya itu, buah-buahan dan makanan ringan pencuci mulut juga terhidang disana.

"Itu ada beberapa ibu-ibu yang ngambil makanan, ayo kita kesana biar nggak nanggung malu sendirian."

Amira terkekeh lagi mendengar kalimat yang diucapkan Jefri. Benar-benar yah calon Pak dokter, wibawanya seketika anjlok hanya gara-gara nyari makan di kondangan.

Syukurlah kamu tersenyum lagi. Aku harap kamu selalu tersenyum. Jangan bersedih karena satu orang yang membuatmu terluka. Masih ada ribuan orang disini yang akan membuatmu tersenyum. Ucap Jefri dalam hati saat melihat tawa Amira pecah karena kalimat-kalimat yang diucapkannya.

"Jef, kamu kesana dulu yah? Aku panggil Kak Fatih dulu untuk makan,"

"Fatih ikut?" tanya Jefri yang tidak mengetahui bahwa Fatih juga hadir di acara pernikahannya Ali.

"Iya,"

"Iya, aku tunggu disana ya? Bilang sama Kak Fatih jangan lama-lama nanti jatah makan kita keburu habis."

"Siap Pak Dokter!"

"Eh Ra...!" panggil Jefri tiba-tiba saat Amira sudah berjalan meninggalkannya.

"Apa?"

Bersambung....

Malang, 15 Januari 2019

Kalau Ali sama Vina? Amira jodoh siapa?

Team Ali-Amira
Team Ali-Vina
Team Amira-Jefri

Yey, update lagi...!
Alhamdulilah liburan bisa author gunakan untuk sering update. O iya, sebenernya kemarin jadwal update tapi kemarin author udah nulis hampir seribu kata tapi kehapus 400an kata. Jadi author nulis lagi deh...

O iya, bagaimana? Dapat feel nggak? Maaf ini aku percepat alurnya karena terlalu bertele-tele...
Saat membaca cerita ini aku harap kalian mengambil sisi positifnya dan buang buruknya ya...
Yuk follow yang belum follow author supaya bisa dapat notifikasi kalau author update cerita. Yuk pencet vote (bintang orange) jika kalian suka dengan cerita ini.

Yuk coment juga di kolom komentar!!

Terima kasih sudah membaca sejauh ini dan salam sayang dari author! 💞 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top