BAGIAN 15 - KEBAHAGIAAN UNTUK AISYAH

Barangsiapa meletakan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.

 (HR.Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)

-----------------------------------

"Anak-anak sedang belajar apa?" Amira terlonjak saat tiba-tiba seseorang menghampirinya dari belakang. 

"Hah?" Amira membulatkan matanya terkejut saat Ali tiba-tiba berada di sampingnya.  Ia baru menyadari bahwa Ali ada disini. Tetapi sejak kapan?

Ali tersenyum padanya sembari menggeleng-gelengkan kepala, "Nggak usah kaget, aku dari tadi pagi udah ada disini."

"Ka-kamu ta-tau pa-"

"Panti ini? Jefri yang ngajak." sahut Ali saat Amira belum sempat melanjutkan kalimatnya. Ia beranjak meninggalkan Amira yang masih mematung di tempat. Mata Ali melihat seorang gadis kecil yang sedang sibuk sendiri menghitung uang koin miliknya. Ia lantas mendekati gadis kecil tersebut yang sedang duduk bersila di lantai sembari menghitung beberapa uang koin yang digenggamnya, ia mengusap-usap lembut pucuk kepala gadis itu. Merasa ada yang menggangu aktivitasnya, gadis kecil tersebut mengerutkan dahinya saat Ali menyentuh pucuk kepalanya. Ali tersenyum lembut ke arah gadis itu, "Sedang apa, cantik?"

"Aisyah sedang menghitung uang Aisyah,"

Oh, namanya Aisyah. Batin Ali saat gadis itu menyebutkan namanya.
"Uang?"

"Aisyah ingin membeli cepatu balu dengan ini, tapi uangnya masih cedikit," ucap gadis kecil tersebut dengan mata yang hampir berkaca-kaca.

Ali tersenyum lagi ke arahnya, "Kurang berapa?"

"Banyak," gadis kecil tersebut menghela nafas panjang. Sebegitu inginnya ia membeli sepatu baru. Amira yang melihat interaksi Ali dan gadis kecil itu, ia mencoba untuk menghampiri mereka. Ia melirik Ali dan matanya mengisyaratkan pertanyaan 'ada apa sebenarnya?' ke arah Ali. Ali hanya tersenyum tak merespon kode dari Amira. Setelah beberapa detik mata mereka beradu pandang, Ali mengalihkan matanya ke gadis kecil itu lagi.

"Aisyah?" ucapnya lembut pada Aisyah. Gadis kecil itu mendongakkan wajahnya menatap Ali.

"Aisyah mau tidak jalan-jalan dengan kakak. Em, beli es krim?" ajak Ali dengan nada lembut sembari terus memasang senyum meneduhkan ke arah Aisyah.

"Aisyah tidak mau. Aisyah tidak punya uang untuk beli es klim." tolaknya dengan nada yang polos tapi sangat menggemaskan.

"Kakak yang belikan, jadi Aisyah jangan khawatir." sahut Ali sembari menggandeng tangan Aisyah dan mengisyaratkannya untuk beranjak. Amira yang sejak tadi hanya diam, perlahan-lahan senyumnya mengembang melihat interaksi Ali dan Aisyah bak Anak dan Ayah.

Dengan mata yang berbinar Aisyah beranjak dari duduknya. Ia menyimpan koin-koin miliknya kedalam tas lagi. Tangan kirinya menggandeng erat tangan Ali.

"Kakak cantik tidak ikut?" tanya Aisyah pada Ali seraya tangan mungilnya menunjuk Amira.

"Ikut," jawab Ali lembut dengan senyum simpulnya ke arah Aisyah.

Tangan kanan Aisyah menggandeng jari jemari Amira. Amira melirik tangannya yang digenggam Aisyah. Senyumnya mengembang ke arah gadis kecil itu. Ia juga melirik Ali sekilas. Entahlah saat ini, jantung Amira berpacu tidak beraturan. Ia beristigfar terus-menerus dalam hati untuk membuang jauh-jauh pikiran mencintai dalam diamnya pada Ali. Namun, sampai saat ini tidak ada hasil apa-apa. Perasaannya tetap sama. Tanpa Ali ketahui, di hatinya masih ada Ali. Dan kenyataannya Ali memilih hati yang lain.

"Kakak kok melamun? Ada apa?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Aisyah membuyarkan lamunan Amira. Astagfirullah. Amira beristigfar lagi dalam hati. 

"Em....Ma-maaf sa-sayang, tidak ada apa-apa." jawabnya terbata-bata pada Aisyah.

"Ayo berangkat! Jadi kan?" tanya Ali pada Aisyah. Aisyah menganguk yakin. Berkali-kali ia tersenyum pada Ali dan mengucapkan terima kasih. Aisyah adalah tipe gadis yang mandiri dibanding dengan usianya yang masih kecil. Terkadang ia bahkan tidak berani untuk meminta apa yang dia inginkan. Entah darimana ia belajar, dengan usia sekecil itu ia sudah tau bagaimana cara menyimpan uang dengan baik meskipun uang yang dimiliki jumlahnya tidak seberapa.

Aisyah menarik tangan Ali dan Amira ke taman bunga yang cukup luas letaknya tak jauh dari panti. Disana banyak permainan anak-anak layaknya taman bermain. Banyak juga orang tua yang mengawasi anaknya yang asyik bermain. Dan ternyata banyak juga pedagang keliling seperti balon, es krim dan lainnya. Aisyah berlari ke arah ayunan kosong dan langsung menaikinya. Melihat Aisyah berlari, Amira dan Ali langsung mengejarnya.

"Jaga Aisyah disini, aku beli es krim dulu." titah Ali pada Amira. Amira mengangguk. Ia berjalan mendekati Aisyah. Menggoyang-goyangnya pelan ayunan Aisyah. Aisyah tertawa geli saat ayunan digerakkan Amira. Ia sedikit takut jika ayunan bergerak kencang.

"Aisyah suka main ayunan?" tanya Amira sembari tangannya masih menggoyang-goyangkan ayunan.

"Suka sekali." jawabnya dengan nada menggemaskan. Ini yang membuat Amira gemas dengan tingkah Aisyah.

Dengan membawa 3 buah es krim, Ali datang menghampiri Aisyah dan Amira, "Ini sayang es krimnya." ucapnya sembari memberikan es krim coklat ke Aisyah.

Aisyah mengambil es krim di tangan Ali, "Telima kasih,"

"Sama-sama," jawab Ali seraya mengusap lembut kepala Aisyah.

Mata Ali melirik Amira yang tersenyum tipis ke arah Aisyah, "Ini buat kamu," Ali memberikan satu es krim ke Amira. Namun Amira menolak. Ia menggelengkan kepalanya seraya memasang senyum simpulnya.

"Buat Aisyahnya 2 ya kak. Buat Kak Ali satu. Iya kan Aisyah?" ucap Amira dengan nada yang dibuat seperti suara anak-anak. Aisyah mengganguk semangat saat tahu ia diberi 2 es krim sekaligus.

"Yey Aisyah dapat 2 es klim, Holeee!!!" teriaknya senang sembari memegang 2 es krim di tangan kanan dan kirinya. Ali dan Amira sontak ikut tertawa melihat tingkah menggemaskannya Aisyah.

"Aisyaahh..." teriak seseorang dari belakang.

"Bunda Devi," Aisyah menengok ke belakang dan ternyata Bu Devi memanggilnya.

"Bunda nyari kamu dari tadi Nak, syukurlah kamu sama Kak Amira dan Kak Ali." napas Bu Devi terengah-engah karena berlari menyusul Aisyah.

"Aisyah mau main kesana Bunda." ucapnya menunjuk tumpukan pasir di samping jungkat-jungkit.

"Iya, jangan jauh-jauh kalau main ya?"

Ali merasa tak enak dengan Bu Devi, Ia membawa Aisyah jalan-jalan dan tidak izin terlebih dahulu, "Maaf Bu Devi, kami tidak izin dulu saat mengajak Aisyah jalan-jalan."

"Iya tidak apa-apa, Ibu lega ternyata kalian yang mengajak Aisyah. Ibu terkadang kasihan dengan gadis kecil itu. Masa kecilnya tidak pernah tahu rasa kasih sayang dari Ayah dan Ibunya."

"Memangnya Ayah dan Ibu Aisyah kemana?" tanya Amira yang penasaran akan masa kecilnya Aisyah.

Bu Devi menghela napas panjang. Raut wajahnya sangat terlihat jika ia sedang menyembunyikan sesuatu dan tak ingin menceritakannya, "Ibu tidak tahu orang tua Aisyah itu siapa Nak, Ibu dan sahabat ibu menemukan Aisyah di kantong kresek warna hitam yang terbuang di tempat sampah depan panti asuhan. Dulu Aisyah dalam keadaan yang benar-benar lemah Nak. Ia terlahir prematur. Hampir tak bisa terselamatkan. Namun atas kuasa Allah, detak jantung Aisyah masih berpacu stabil sampai Ibu membawanya ke rumah sakit. Tanpa berpikir panjang Ibu langsung membawanya ke rumah sakit terdekat."

Astagfirullahaladzim. Amira beristigfar secara terus-menerus. Ia tak bisa membayangkan keadaan Aisyah. Air matanya menetes saat Bu Devi menceritakan kejadian itu.

"Setiap hari Ibu menjaga Aisyah di rumah sakit. Ibu tak tega Nak. Benar-benar sakit hati Ibu melihat keadaan Aisyah. Sebegitu kejamkah orang tuanya hingga membuang Aisyah yang tak berdosa di tempat sampah dengan keadaan bayi yang masih sangat lemah. Di luar sana banyak sekali yang sangat menginginkan lahirnya buah hati. Namun kenapa ini semua terjadi pada Aisyah. Aisyah anak yang pintar. Ibu sudah menganggapnya sebagai anak Ibu sendiri."

"Tenang ya Bu," Amira mencoba untuk menenangkan Bu Devi yang menangis tersedu-sedu.

"Iya terima kasih Nak Ali, Nak Amira. Ibu sangat berterima kasih sama kalian. Saat ibu melihat kalian bertiga bermain bersama tadi. Ibu membayangkan jika kalian dapat menjadi  pengganti orang tua Aisyah. Aisyah tampak bahagia bersama kalian."

"Ibu ini bicara apa? Tidak harus menjadi orang tua pengganti kan Bu untuk menyayangi Aisyah? Saya sayang Aisyah seperti adik saya sendiri Bu." ucap Amira menegaskan bahwa ia dan Ali tidak akan bisa menjadi orang tua pengganti untuk Aisyah. Lagipula bagaimana itu terjadi, Ali akan menikah dengan wanita pilihannya. Sedangkan ia masih terjebak dalam perasaan cinta dalam diam yang tidak ada ujungnya.

"Kalau ada waktu kalian kesini lagi yah?" pinta Bu Devi seraya matanya masih mengawasi Aisyah yang asyik bermain pasir.

"Iya Bu, In shaa Allah." jawab Ali tegas.

"Aisyah..., Ayo kembali ke rumah!"

Bersambung...

Malang, 11 Januari 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top