BAGIAN 14 - HANYA DENGAN SEPERTI INI?

Benar adanya. Cinta yang tumbuh membuat kita sangat bahagia ketika didekatnya. Akupun merasakan saat ini. Di tempat ini, tempat yang paling aku sukai. Aku menemukan orang-orang yang aku cintai.

--Amira Azzahra--

----------------------------------

Hari ini mentari tak memperlihatkan sinar terangnya. Ia tertutup awan mendung. Bahkan akhir-akhir ini hujan tidak bisa diprediksikan akan turun kapan. Sama seperti kemarin, hujan turun begitu lebatnya. Akhir-Akhir ini pun sangat menakutkan. Bencana alam datang secara tiba-tiba.  Terkadang ini yang membuat semua manusia ketakutan.  Bencana banjir, tsunami, gempa bumi, gunung meletus menimpa negeri ini. 

Amira kian merekatkan genggaman tasbih di tangannya. Ia takut Allah murka karena alam telah banyak dirusak manusia. Bencana disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri. Amira menangis dalam diam sembari memeluk erat Al-Qur'an berwarna biru miliknya. Selama satu jam ia tak beranjak dari duduknya usai sholat subuh.  

"Bimbing Amira Ya Allah, agar Amira dapat menjadi hamba yang benar-benar taat." Amira benar-benar tak bisa menghentikan tangisannya. Ia masih memikirkan berapa banyak dosa yang dahulu pernah ia lakukan. 

Tok-tok-tok...

"Ra..., Suruh turun ke bawah buat sarapan bareng!" Teriak seseorang dari luar pintu. Amira sudah menebaknya, pasti yang teriak adalah Dinda. Ia juga lupa bahwa ia mengunci kamarnya, jadi Dinda tidak bisa masuk.  Amira langsung melepas mukena yang ia kenakan. Setelah itu ia mengambil khimar yang tergantung di belakang pintu dan memakainya.

Ternyata di meja makan sudah ada Nadya dan Vina. Sedangkan  Dinda dan Bu Devi menyiapkan makanan di dapur. Para cowok? Ali, Jefri, dan Reyhand tidak ikut sarapan. Mungkin mereka masih berada di rumah Pak Tanto, adik kandung Bu Devi yang tinggal di samping rumah Bu Devi. Ya, selama liburan mereka tidur di rumah Pak Tanto. Tidak mungkin kan para cowok tidur serumah dengan Amira dan Bu Devi. Terlebih lagi Reyhand dan Ali adalah pacar dari Nadya dan Vinanda.  Hal ini juga akan menimbulkan fitnah bagi mereka. Jadi Bu Devi menyuruh tim cowok untuk tidur di rumah adiknya saja.  Sedangkan Amira, Vina, Dinda, dan Nadya tidur di rumah Bu Devi.

Biasanya saat pagi seperti ini Bu Devi pergi ke rumah Pak Tanto untuk menyuruh Jefri dan yang lainnya sarapan bersama-sama di rumahnya. Tetapi, hari ini mereka bilang ke Bu Devi ingin sarapan di luar saja sekalian beres-beres untuk persiapan pulang nanti malam. Jadi, di rumah Bu Devi hanya ada Amira, Dinda, Vina, dan Nadya saja.

"Silahkan makan anak-anakku..., " ucap Bu Devi sembari menata satu per satu makanan yang telah dimasak.

"Makasih Bu," Amira mengambil duduk di antara Dinda dan Bu Devi. 

"Ini kan hari terakhir liburan, Gimana kalo hari ini kita jalan-jalan sebentar dan cari oleh-oleh buat orang yang di rumah?" ucap Nadya membuka suara.

"Oke, aku setuju...," jawab Vinanda.

"Gimana Ra?" tanya Nadya pada Amira yang hanya diam sedari tadi.

"A-Aku, aku tidak ikut...,"

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa, kalian pergilah! Aku di rumah dengan Bu Devi," jawab Amira sembari tersenyum simpul. Dinda menghela nafas panjang. Raut wajah Dinda tampak kecewa saat mendengar jawaban Amira. 

"Yaudah deh, kamu nggak mau nitip?" tanya Dinda lagi memastikan.

Amira menggeleng pelan sembari tersenyum tipis. Amira tak ikut jalan-jalan bersama teman-temannya bukan semata-mata karena malas atau tidak ingin membelikan oleh-oleh pada keluarganya. Akan tetapi, tak tahu kenapa ia hanya ingin di rumah saja menemani Bu Devi yang sudah menginjak usia renta tinggal di rumah sendirian.

***

"Kenapa Nak Amira nggak ikut sama yang lain?" tanya Bu Devi sembari melanjutkan kegiatan merajutnya.

"Aku ingin menemani Ibu,"

Bu Devi menghela nafas panjang seraya tersenyum ke arah Amira yang sedang membaca novel dan duduk di sampingnya, "Ya sudah. Sebenarnya hari ini Ibu mau mengunjungi anak asuh Ibu di Panti, kamu mau ikut?" tanya Bu Devi pada Amira.

Mendengar kata yang diucapkan Bu Devi, Amira langsung mengentikan kegiatan membacanya, "Sekarang? Amira mau ikut Bu,"

"Ayo siap-siap!" titah Bu devi pada Amira. 

Amira beranjak dari duduknya. Ia berjalan menuju kamar untuk mengambil sling bag kecil miliknya. Usai mengambil sling bag, Amira menghampiri Bu Devi yang sudah menunggunya di ruang tamu.

"Pantinya jauh tidak Bu?" tanyanya pada Bu Devi.

"Nggak. Hanya sekitar 50 meter dari rumah Ibu kok,"

Mereka berjalan sekitar lima menit untuk sampai ke panti asuhan milik Bu Devi. Sepanjang perjalanan Amira tak henti-hentinya tersenyum. Entah mengapa ia sangat menyukai pergi ke panti. Sesekali Bu Devi menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Amira yang kegirangan seperti anak kecil yang ingin sekali pergi ke panti. Belum genap satu minggu tapi Bu Devi sudah sangat nyaman berada di samping Amira. Ia menganggap Amira dan lainnya sudah seperti anaknya sendiri.

"Ayo masuk!" titah Bu Devi pada Amira yang masih mematung di depan pintu saat sudah sampai di rumah panti. Amira mengangguk dan mengikuti arah Bu Devi berjalan. Sorot matanya mengabsen satu per satu pajangan dinding yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an. Amira sangat takjub. Di rumah panti ini, ia banyak menemukan kaligrafi yang terpajang di sudut-sudut dinding.

"Assalamualaikum," ucap Bu Devi saat memasuki ruang mengaji anak-anak panti. Di ruang mengaji, sudah ada sekitar 45 anak panti yang duduk membentuk lingkaran. Melihat Bu Devi datang, satu per satu anak-anak panti riuh beranjak dari duduknya dan bersalaman dengan Bu Devi dan Amira. Sontak Amira terkejut saat anak-anak kecil mengerumuninya. Bahkan ada beberapa anak yang memeluknya.

"Sudah-sudah, ayo duduk kembali." titah Bu Devi pada anak-anak tersebut. Dan mereka semua patuh untuk duduk kembali ke tempat semula. Usai mengkondisikan anak-anak panti, Bu Devi meninggalkan ruangan dan menyuruh Amira untuk menggantikannya mengajar anak-anak panti.

Amira mengajak anak-anak panti untuk duduk membentuk lingkaran. Dengan senang hati, mereka melakukannya. Ia mengajarkan anak-anak untuk menyanyikan "Tepuk anak sholeh". Lalu mereka menirukan setiap kata yang diucapkan Amira saat menyanyikan lagu "Tepuk anak sholeh" Dan senyum mengembang tercetak di bibir mereka. Amira sangat bahagia melihat senyum dari satu per satu anak panti di kelilingnya. 

"Kak, Aisyah mau tanya?" tiba-tiba seorang anak kecil berusia 4 tahun mengacungkan tangannya dan bertanya ke arah Amira.

"Iya?"

"Aulat itu apa? Aisyah tidak tahu aulat itu apa? Aisyah pelnah mendengal Bunda Devi belbicala sama Bunda Aminah tentang aulat. Tapi Aisyah tidak mengelti sama sekali." ucapnya dengan ekspresi wajah yang menggemaskan.

Amira tersenyum saat menyimak pertanyaan dari gadis kecil tersebut, "Sini mendekat ke kakak!" titahnya pada gadis kecil itu. Aisyah beranjak dari duduknya mendekat ke arah Amira. Dengan wajah polosnya ia menatap manik-manik mata Amira. Sehingga membuat Amira ingin sekali memeluknya. Amira berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Aisyah. 

"Sini! hadap ke teman-teman. Biar kakak jelaskan!" titahnya menyuruh tubuh Aisyah untuk berputar 180 derajat menghadap ke teman-temannya agar semua mengerti apa yang dimaksud pertanyaan Aisyah.

"Jadi, aurat itu bisa disebut sebagai bagian dari tubuh manusia yang wajib ditutupi dengan pakaian atau bajunya, sayang. Nah, kalau perempuan itu bagian tubuh yang wajib ditutupi yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan." jelasnya pada anak-anak panti.

"Kalau laki-laki itu pusar sampai lututnya. Itu sudah perintah Allah,  sayang!" tambahnya.

"Belalti kalau Aisyah tidak menutup aulat, Apakah Allah malah sama Aisyah?"

Aisyah tersenyum lagi saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan dari gadis kecil itu, "Aisyah takut tidak kalau Allah marah?" Amira balik bertanya pada gadis tersebut sembari tersenyum simpul.

Gadis kecil tersebut mengangguk.

"Kalau Aisyah takut Allah marah, mulai sekarang belajar yah sayang untuk menutup aurat. Nanti kelak di surga Allah akan kasih hadiah yang banyak sekali dan indah. Adik-adik yang lain juga mulai sekarang belajar yah menutup aurat?"

"Benarkah Allah kasih hadiah?" mata Aisyah berbinar saat mendengar kata hadiah. Amira mengangguk pasti dan tersenyum ke arah Aisyah. Beberapa anak-anak beranjak dari duduknya dan bersorak-sorak. Ada yang bertepuk tangan dengan mata yang berbinar.

"Ye ye ye hadiah hadiah hadiah,"

Amira ingin mencubit satu per satu pipi mereka. Ia tersenyum geli saat melihat tingkah lucu para anak-anak panti. Memang, ia sangat menyadari bahwa mengajar anak-anak itu perlu adanya rasa sabar dan penuh kasih sayang. Mereka tidak bisa diajarkan dengan kekerasan atau bentakan. Mereka masih polos. Sangat polos. Mereka perlu kasih sayang dari orang sekitar karena ia tak pernah dapat kasih sayang dari orang tuanya. Mereka butuh sosok pengganti orang tua. Dan hanya dengan seperti ini kini Amira ingin mewujudkan impian anak-anak tersebut.

"Anak-anak sedang belajar apa?" Amira terlonjak saat tiba-tiba seseorang menghampirinya dari belakang. 

Bersambung...

Malang, 9 Januari 2019

Oh, Akhirnya aku bisa update kembali bawa cerita Amira. Selamat tahun baru semua...!

Apa resolusi kalian di 2019 ini?

Semoga menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya yah..?

Dan mohon maaf baru bisa update setelah hampir 2 bulan haitus karena tugas kuliah numpuk dan lagi UAS...

Aku harap kalian bisa suka cerita ini dan mengambil sisi positifnya..

Maaf kalo misalkan ada yang salah dari penulisan cerita..

See you...

Jangan lupa follow author yang belum follow untuk mendapatkan notifikasi update next part... jangan lupa juga untuk selalu vote (pencet bintang orange dan coment) karena itu semua aku bisa punya ide lagi untuk nulis..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top