BAGIAN 11 - ALLAH SEDEKAT NADI

Ketika semua orang tak memedulikanmu, jangan khawatir akan hal itu. Allah ada saat kamu kehilangan arah. Tetaplah bersimpuh pada-Nya saat kamu merasa terpuruk. Sebab Allah merindukanmu kapanpun dan dimanapun kamu berada.

-----------------------------------------------

Waktu sangat cepat berlalu. Hari demi hari pun telah berganti. Tampak seorang perempuan duduk di sebuah ayunan teras belakang sebuah rumah sembari melihat hamparan taman penuh bunga. Tatapannya terlihat kosong. Berkali-kali ia terlihat tersenyum getir. Ya, perempuan berkhimar biru itu adalah Amira. Beberapa bulan yang lalu Amira telah menyelesaikan UTS dan UAS nya dengan lancar. Tinggal beberapa langkah lagi mungkin Amira akan menyelesaikan studi sarjananya. Ia sangat bahagia sebab IPK yang diraih melebihi target yang ia tulis di buku hariannya. Satu-satunya hadiah untuk orang tuanya yang dapat ia berikan hanya sebuah nilai hasil belajarnya. Ya, meskipun ia saat ini hanya menempuh pendidikan di kampus swasta, tapi tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap belajar. 

Namun, bukan tentang nilai hasil belajarnya yang membuat Amira terlihat murung seperti saat ini. Tapi karena ia merasa belum memiliki apa-apa yang dapat ia berikan ke orang tuanya. Di keluarga besarnya semua berpendidikan tinggi dan menempuh di universitas terkenal. Sedangkan Amira? Ia bahkan dari dulu hanya menempuh pendidikan di sekolah yang biasa-biasa saja. 

"Sedang apa?" ucap seseorang laki-laki memakai kaos lengan pendek dan celana jeans panjang. Dia Jefri. Ia yang membuyarkan lamunan Amira. Seketika Amira menoleh ketika Jefri menghampirinya. 

"Cari angin," ucap Amira seraya tersenyum tipis. Sangat tipis. Salah satu sifat Amira ketika mood-nya sedang tidak bersahabat. Ia akan menjawab pertanyaan dengan sangat singkat sekali dan berpura-pura tersenyum agar semua orang tidak mengetahui bahwa ia sedang ada masalah.

"Ali mencarimu," 

"Untuk apa?" jawabnya pelan dan singkat seraya pandangannya masih terlihat kosong. Sungguh, mungkin Amira sedang ingin sendiri saat ini.  

"Kamu baik-baik saja kan? Apa ada masalah?" ucap Jefri khawatir pada Amira yang sempat mengusap air mata di pipinya sekilas. 

"Baik-baik saja," jawab Amira dengan suara yang sedikit parau. Amira menunduk tak berani menatap ke arah Jefri yang sekarang duduk di ayunan yang berada di sampingnya. 

"Bagaimana aku bisa mengetahui kalau kamu baik-baik saja, sedangkan kamu terlihat menangis. Ceritalah! barangkali aku bisa membantumu,"

Amira terisak. Ia menangis dalam diam. Ia terlihat menunduk sembari bahunya bergetar. Jefri yang melihat pemandangan seperti itu bingung harus melakukan apa. Ia tak tega melihat seorang wanita menangis di depannya. Melihat ibunya menangis saja tak tega apalagi melihat orang lain menangis di depannya. Jefri membiarkan Amira menangis beberapa menit sampai Amira merasa tenang. Ya, ia diam tak besuara menunggu Amira menangis sampai Amira benar-benar merasa tenang.

"Jef," 

Jefri menoleh ke arah Amira. Ia tersenyum simpul. 

"Kenapa?"

"Kamu pernah nggak merasa tidak berharga di keluargamu?" tanya Amira dengan suara paraunya.

Jefri menggeleng sembari tersenyum, "Tidak pernah. Karena Ayah selalu berkata padaku bahwa semua manusia itu berharga,"

"Ceritalah, barangkali aku bisa membantumu," tambah Jefri.

"Semua keluargaku menempuh pendidikan di universital tekenal. Mereka mendapatkan prestasi yang begitu banyak. Mereka hebat bukan? Sedangkan aku? tidak ada sama sekali. Aku bahkan dari dulu hanya diterima di sekolah yang biasa-biasa saja. Kuliah di universitas biasa-biasa saja. Impianku selalu patah saat aku menginginkan sesuatu yang sangat tinggi. Jadi jika keluarga besarku berbicara tentang prestasi mereka, yang aku lakukan hanya diam tanpa bersuara. Sebab tak ada yang istimewa dalam diriku."

Amira menghela nafas panjang, "Di tambah lagi, sekarang penampilanku seperti ini. Berkerudung besar dan lebar. Banyak sekali cacian dari lingkungan sekitarku. Sehingga banyak orang mengira aku seakan-akan ikut dalam aliran teroris. Aku hanya ingin menjadi baik. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin mereka semua tersenyum bahagia dengan apa yang aku lakukan. Aku hanya ingin mewujudkan impianku yang berkali-kali sempat jatuh terpatahkan. Tapi sangat sulit sekali. Ketika aku mendapatkan suatu penghargaan kecil dan aku ingin sekali memberi tahu keluarga besarku bahwa aku punya sebuah kabar gembira, namun respon mereka tidak seberapa. Penghargaan yang aku dapatkan bukan apa-apa yang dapat melebihi prestasi mereka."

Jefri tetap diam dan menyimak apa yang dikatakan Amira, "Satu orang yang selalu berdiri kokoh dan memberi dukungan atas apa yang aku lakukan. Dia Ibuku. A-Aku takut jika suatu hari aku dipisahkan dengan Ibuku. Tak ada lagi yang berdiri kokoh memberiku kekuatan untukku mewujudkan banyak impian. Kak Fatih? Kak Aisyah? Pasti mereka jika berumah tangga akan sibuk dengan urusan mereka sendiri. Terlebih Ayahku terkadang lebih mempercayai orang lain dari pada aku,"

Tangis Amira pecah lagi setelah mengatakan kalimat panjang lebar pada Jefri. Jefri tersenyum simpul pada Amira. Ia tahu Amira terlalu merendah dan merasa tidak berharga. Pahadal tanpa Amira ketahui menurut Jefri, ia sangat berharga. 

"Ra, dengarkan Aku! kalau kamu bilang kamu tidak berharga itu salah. Salah besar. Kamu berharga hanya saja kamu tidak menyadarinya. Tak apa jika tak ada orang yang mau mendengarkan cerita kamu. Tak apa jika tak ada orang yang mau menghargai prestasi kamu. Tak apa jika nanti tak ada orang yang berdiri kokoh memberimu kekuatan untukmu mewujudkan banyak impian. Tapi percayalah, Allah ada di dekatmu. Dimanapun kamu berada dan membutuhkannya. Allah ada untukmu. Ketika kamu ingin menangis, bersimpuhlah dihadapannya. Tumpahkah semua rasa yang ingin kamu katakan. Dia akan mendengarkanmu." ucap Jefri dengan sangat yakin.

"Kamu berharga Ra, hanya saja kamu tak menyadarinya. Semangat! banyak orang yang sayang kamu. Wujudkanlah semua impian kamu dan beri senyuman terindah ke orang tuamu. Mereka akan bahagia memilikimu," tambah Jefri memberi semangat Amira.

Amira mencerna kalimat yang diucapkan Jefri. Ia terdiam beberapa menit. Air mata yang ada dipipinya ia hapus sembari menghela nafas lega dan sedikit tenang. Benar, ia punya Allah yang selalu ada kapanpun dan dimanapun Amira ingin dekat dengan Allah. Tak apa jika manusia tak mempedulikannya, masih ada Allah yang senantiasa ingin memeluknya dalam sujud panjang saat ia merasa terpuruk. Ternyata Jefri baik sekali. Ia mengerti apa yang dirasakan Amira. Ia juga memberi nasehat dengan sangat dewasa tanpa menyinggung dan menyakiti hati Amira. 

"Terima kasih Jef," ucapnya tulus pada Jefri.

"Sama-sama." 

"Ayo Ra! kita sudah ditunggu yang lain untuk malam malam," ajak Jefri yang mulai beranjak dari duduknya. Amira pun ikut beranjak. Jefri berjalan masuk ke dalam rumah diikuti Amira dari belakang. 

Terlihat Bu Devi sang pemilik rumah tengah menyiapkan makan malam. Ya, Amira dan teman-temannya menginap di rumah Bu Devi selama 2 minggu liburan di Semarang. Kebetulan perempuan paruh baya tersebut adalah teman dari Ibu Jefri. Jadi, selama liburan mereka tidak usah khawatir akan tempat tinggal lagi. Lagipula Bu Devi seorang janda yang tidak punya anak dan setiap harinya hanya tinggal sendirian di rumahnya. Reyhand tengah duduk di samping Nadya. Begitu juga dengan Ali yang duduk di samping Vinanda. Dinda duduk di samping Bu Devi. Tersisa dua kursi kosong diantara Bu Devi dan Nadya. Jefri menarik salah satu kursi kosong tersebut untuk ia duduki. Kemudian diikuti Amira yang duduk di samping Jefri.

"Kamu habis nangis ya Ra?" ucap Nadya yang duduk di sebelah Amira. Sontak semua mata kecuali Jefri tertuju pada Amira yang sedang menunduk.  Amira mengangkat kepalanya menatap Nadya. Ia mengukir garis simetris pada bibirnya membentuk senyuman sembari menggeleng. 

"Ti-tidak,"

"Tapi mata kamu?"

"Mungkin Amira terlalu banyak tidur saat perjalanan. Bahkan aku melihatnya tertidur selama 20 jam," Jefri membuka suara. Ia tersenyum pada Amira yang membuat Amira dan lainnya terkekeh karena ucapan Jefri tak masuk akal sama sekali. Perjalanan hanya memakan waktu 10 jam tetapi Jefri seolah-olah melebih-lebihkannya. Mana mungkin tidur hingga 20 jam. Itu tidur atau pingsan?

"Sudah-sudah, Ayo makan! becandanya dilanjut nanti setelah makan," titah Bu Devi menyuruh semuanya untuk makan malam.

"Beb, kenapa aku diambilin nasi banyak banget sih aku kan lagi diet, ihh!" ucap Nadya saat Reyhand menaruh nasi ke piring Nadya tanpa melihat takaran porsi yang dibutuhkan Nadya.

"Udahlah makan aja biar tambah sehat," jawab Reyhand tanpa mempedulikan Nadya yang sudah memasang wajar cemberut pada Reyhand.

"Sayang kamu tambah nasi nggak?" ucap Vinanda menawarkan nasi pada Ali.  

Ali menggeleng, "Nggak usah, kamu aja." ucap Ali pelan sembari tersenyum ke arah Vinanda. Amira melirik sekilas Ali yang kebetulan duduk di depannya. Hanya beberapa detik setelah itu sepasang retina itu fokus ke piring yang berisikan nasi, lauk, dan teman-temannya. 

Mereka makan dengan sangat lahap terutama Bu Devi. Wanita paruh baya tersebut tampak senang karena rumahnya dipenuhi tawa Amira dan teman-temannya. Bu Devi terlihat memasang senyum yang sangat lebar ditengah-tengah suasana makan malam tersebut. Semenjak suaminya meninggal 10 tahun yang lalu, ia sangat merasa kesepian karena tak mempunyai anak yang dapat menemaninya di rumah.

Usai makan, Bu Devi membereskan meja makan. Bu Devi tak mengizinkan Amira dan teman-temannya membantu membereskan ruang makan. Ia bahkan menyuruh Amira dan teman-temannya untuk istirahat karena dari pagi sampai sore menempuh perjalanan panjang.

"Mir?" 

Saat ingin memasuki kamarnya untuk beristirahat, seseorang memanggilnya yang membuat Amira mengurungkan niatnya untuk memasuki kamar. Ia menoleh ke belakang. Ternyata Ali yang memanggilnya.

"Iya?"

"Seminggu lagi, Aku dan Vinanda akan melangsungkan acara lamaran. Datanglah bersama Jefri,"

Bersambung....

Malang, 29 Oktober 2018

-----------------------------------------------------------------

Assalamualaikum, hari senin author bawa Amira...

Selamat membaca dan jangan lupa vote pencet bintang warna orange di pojok kanan bawah.

Coment jangan lupa...!

Follow author untuk mengikuti cerita-cerita selanjutnya yang akan author tulis.

Terima kasih sudah membaca Amira sampai sejauh ini...

Salam sayang :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top