Pertemuan keluarga
BAB 27
Beberapa hari ini hubungan Aminah tak serta merta langsung membaik dengan Damar, keduanya agak canggung ketika bertemu, terakhir kali mereka bersama saat Damar serta merta membawa Pupus untuk di perkenalkan sekaligus menjadi supir pribadi mereka, maklum Damar engan belajar menyetir kendaraan roda empat tersebut, trauma katanya padahal alibi menutupi rasa malasnya saat harus ribet berdesak-desakan ketika dijalan, jadilah Pupus rela menjadi supir menjemput Didin dari rumahsakit beserta Rudi dan Aminah yang ikut di dalamnya.
'Tig... ."
"Ini pesanannya pak," seloroh Aminah menyerahkan sepiring nasi penuh dengan lauk pauk, hal itu langsung di sambut baik oleh pembelinga, Pak Gigih mantan pekerja kelurahaan.
"Min, ada bunyi-bunyian terus, angkat gih." Tegur pria sudah lanjut usia tersebut ramah, melanjutkan tujuannya ke warung Aminah.
Aminah bergegas membuka pesan di kontaknya selesai melayani tamu, pesan dari sosok di sana. Beberapa pesan membuat Aminah was-was, sebuah ajakan untuk berkunjung ke rumahnya secara resmi bertemu dengan Bu Tarno untuk makan malam.
"Min, kamu kenapa kaget gitu, di teror tukang utang ya Min," tanya Pak Gigih cukup penasaran jika penjual langanannya ini kaget sampai membeku di tematnya. Terlalu bayak kini orang meminjam uang lewat renternir via onlien begitu Pak Gigih taunya.
Aminah tersenyum kaku, "Bukan, Pak, temen saya dia ngajak makan di rumahnya nanti malam." Tutur Aminah menyembunyikan benda persegi itu di balik celemek merah hati tengah dikenakan.
"Owh, kirain. Cowok ya, Min." Tebak lelaki itu masih sambil mengunyah ayam goreng ternikmat.
"Eh, anu—" Aminah gelagapan bingung menjawab.
"Santai, dulu saya juga pernah muda, kalau diajak kerumah biasanya dia mau serius sama kamu," timpal lelaki tua itu menambahi penjelasannya
"Emang, bapak tau dari mana kalau teman saya ini cowok?"
"Hanya nebak, soalnya ngak biasa kalau sesama perempuan dewasa berkeluarga ngajak makan di rumahnya, biasanya nganterin makan aja, ngak lebih, makannya aku kira itu pasti cowok."
Aminah menggigit bibir bawahnya, malu, "Pak, kalau cowok ngajak kerumahnya biar kelihatan sopan sama di restuin keluarganya pake baju apa, ya pak, atau bawain makanan apa?" sekalian pikir Aminah menanyai lelaki itu untuk terlihat tampil sopan saat berkunjung nanti malam.
"Yang sopan-sopan aja, biasanya kamu udah bagus, Min. Makanann ngak perlu amat kala buat cewek, kamu kasih makanan ringan aja kalau bawa makanan berat di ajak makan di rumah orang malah di kira bartter," pukasnya segera berdiri mengeluarkan selembar lembaran warna biru.
* * *
Rumah Damar tak berjarak jauh hanya beberapa kilo dapat di tempuh oleh Aminah, montor Mio butut miliknya sudah nangkring di perkarangan, duo kurcil kesayangannya juga sudah nampak rapi dengan kaus abu-abu dengan celana bahan coklat tua, Aminah pun tampil tak kalah bak remaja, rambut bergelombang di urai serta baju terusan selutut lengan seper tiga membuat keanggunan nya tak kalah dengan kaum melenial kini.
"Anak-anak, sudah siap." Seru Aminah tentu mendapatkan sorakan siap oleh dua prajurit kecilnya, tentu Damar mendesak Aminah untuk menjemput mereka namun hal itu di tolak mentah-mentah oleh Aminah yang inggin mandiri membawa anaknya serta dirinya mengunakan kendaraan kuda besi dimilikinya dirumah. Didin si kecil duduk manis di depan dengan posisi berdiri bak superman sedang Rudi duduk anteng di belakang kemudi ibunya tentu Didin engan menjadi kue lapis di tengah Ibu serta kakaknya, ngak asik kalau ngak kena angin malam, begitu ujarnya ngotot.
Tak butuh waktu lama, rumah bernuansa orde lama bergaya ala belanda yang sebagian di modifikasi mengukuhkan Aminah segera memarkirkan kendaraannya.
"Syukurlah kalian udah sampe, aku was-was kalau kamu kenapa-napa," seloroh Damar yang telah menunggu mereka sedari tadi langsung datang menghambur ke pelukan duo kurcir tarutama Didin yang paling manja, pandangan semua lelaki sama saja jika hati mereka lemah akan satu sosok wanita, dan Damar terperangah melihat broklat pink dust bisa begitu menawan tanpa aksesoris berlebihan membalut tubuh Aminah, ibu satu anak itu sampai harus meningikan suaranya agar Damar kembali ke kondisi sadar.
"Ayo, masuk. Di tunggu kakakku," gugup Damar menurunkan Didin segera memandu mereka masuk.
"Mbak," sapa Aminah sopan memeluk perempuan di atasnya hangat.
"Duduk ayok, cepat, kalian ayo duduk di sini." suruh Bu Tarno mempersilakan tamunya mendiami kursi yang kosong.
"Kamu ke sini beneran sendirian Min," tanya perempuan di sebrangnya memastikan lagi.
"Iya, Mbak, sama anak-anak."
Wanita dengan rambut tergelung itu menatap kesal dengan adiknya, "Padahal lelaki itu harunya jemput ceweknya, jangan berani jemput di depan gang." Sindir Bu Tarno sembari mempersilakan tamunya mengambil hidangan.
"Bukan salah Mas Damar, saya yang maksa pengen sendiri ke sini pake montor, Mbak. Lagian ngak enak kalau di jemput Mas Damar terus, masa mau karnaval boncengan berempat," Bu Tarno serta suaminya yang asik diam melirik ke arah Damar, panggilan 'Mas' di sematkan oleh Aminah nampak membuat Adiknya ini bukan malu-malu kucing tapi malu yang jatuhnya menjijikan.
"Kamu udah sampe mana nih, Min, sama, Mas Damar," gurau Bu Tarno menekan panggilan Mas pada adik lelakinya itu.
"Ngak, ngak gitu Mbak," panik Aminah walaupun dia tau itu hanya gurauan semata.
"Kamu Rudi kan sama yang kecil ini siapa namanya," Bu Tarno segera mengalihkan pertanyaan pada dua anak sedari tadi diam menyimak gurauan orang dewasa diantara mereka.
"Didin, aku Didin tante." Jawabnya sopan, senyum Didin mengangakat gumpalan daging hingga menekan matanya menjadi lurus.
Rudi hanya memperhatikan situasi sekitar sesekali mendapati si bungsu terkikik mendapati timbunan makanan terhidang mengoda selera mereka.
Aminah merasa bersyukur serta lega mendapati keluarganya di terima dengan baik di rumah Bu Tarno tentunya ada Damar di sana sebagai alasan utamanya.
Beberapa banyolan mencairkan suasaan terdengar dari celah bibir sosok pasangan hidup Bu Tarno, serta gurauan aneh dari kedua anaknya membuat Aminah terkadang kebingungan sendiri menangapinya Damar sendiri duduk bersebrangan dengannya berdekatan dengan Bu Tarno hanya cekikian sendiri kalau ada yang melempar joke aneh atau sesekali tertangkap penglihatannya tengah menatap Aminah.
Suasana malam itu terasa meriah serta perasaan hangat saat kedua keluarga kecil itu di pertemuakan dalam obrolan ringan di sela canda gurau.
Selesai menyantap makanan Bu Tarno mengajak serta dua anak Aminah bermain serta menonton di depan TV, Bu Tarno nampak senang kedatangan bocah lucu, Aminah sendiri hanya duduk berdua dengan Damar di depan teras rumah, menikmati sambil menyeruput jus jeruk.
"Kakakmu seneng sama Rudi dan Didin, ya."
"Iya, maklum dia belum di karuniai anak sama tuhan," balas Damar kalem, Aminah menganguk pelan tahu akan fakta tersebut.
"Min, gimana, kamu udah bisa maafin aku,"
"Udah aku bilang, aku udah maafin kamu dari lama," balas Aminah kini tak memakai embel-embel 'Mas' pada Damar ketika berdua kini lebih nyaman bicara informal.
"Tapi soal, kita gimana?" harap-harap cemas Damar.
Aminah menatap tatapan penuh pengharapan dari Damar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top