Kencan
BAB 14.
Bak roda besar bertabur kerlap kerlip cahaya lampu, biang lala nampak mengoda untuk di coba. Dua buah boneka dino berada di gengaman kedua bocil tengah berjalan memimpin.
"Naik itu, yuk. Bu." Rengek Didin memegang tangan Aminah, wanita itu memandang Damar meminta persetujuan.
"Ayo, kita naik." Seru Damar tersenyum cerah.
Damar mendekati sosok lelaki bertubuh tambun mengenakan topi bergambar I love You, Aminah dari jauh memperhatikan tindakan dan Damar nampak tengah berdiskusi bersama tukang penjaga Biang lala, Damar mendatangi mereka dengan senyum cerah mendekati dua bocah lelakinya.
"Hey, jagoan ... bisa kita naik ke sana tapi cuman boleh dua orang saja, jadi kalian naik sendiri tapi Aku dan Ibumu akan menunggu disini, gak masalahkan?"
Kedua anak itu saling mengirim sidyal kompak mengangukan kepala hingga helaian hitam mereka bergoyang, Aminah tersenyum melambaikan tangan, wajah cerah keduannya saat memasuki pintu biang lala warna merah, nampak jelas tak bisa di sembunyikan.
"Terus kita mau ngapain disini?" Aminah menaikan bahunya tanda tak punya tujuan.
"mau naik komedi putar, naik kuda-kudaan di sana." Tunjuk damar pada sebuah permainan begitu menyenangkan.
"Umur kita udah gak pantes naik begituan, masa ibu-ibu kayak aku maun naik mainan anak kecil," ragu Aminah, tatapannya tak lepas dari Damar, Damar tau jika Aminah juga menaruh minat pada permainan disana.
"Tua dari mana, kamu gak percaya kamu masih muda," cetus Damar, kepercayaam diri tinggi Damar menghentikan salah seorang pejalan kaki memintanya untuk memberikan nilai kepada Aminah untuk melihat seberapa mudanya dia, tak satu dua bhakan Damar menanyai orang lain untuk mengindenfikasi umur si wanita tersebut, kebanyakan dari mereka setuju mengatakan Aminah masih pantas menjadi perempuan 20-an.
"Orang lain gak sadar berapa umurmu kenapa kamu malah gak percaya diri, udah kamu harus yakin kamu itu masih pantes buat main kayak anak muda." Pergelangan Aminah segera dituntun menuju permainan komedi putar bak pangeran berkuda putih Damar memilih menaiki kuda poni berwana putih biar menjadi pangerannya Aminah katanya, Aminah sendiri tertawa geli menaiki wahana yang sebenarnya hanya berputar serta naik turun tanpa ada sensasi unik kecuali sosok Damar disebelahnya membuat eksitensi-nya berubah.
Permainan usai tak membuat mereka diam ditempat berbagai camilan mereka beli memanjakan lidah serta beberapa lainnya untuk Rudi dan Didin.
"Sering-sering main kayak gitu, berasa jiwa mudaku terpanggil," bangga Damar.
Aminah masih fokus memakan ciloknya menjadi pendengar yang baik, "Di kota gak pernah main begituan?"
"Gak ada waktu, aku sibuk kerja sibuk ngurus ini dan itu," jelasnya mengingat betapa sibuknya dirinya dahulu, bukan sekedar mencari kekayaan lebih tepatnya melupakan Aminah kala itu memilih menikah.
"Pasti capek ya, hidup itu kadang bikin lelah."
"Memang, tapi yang bikin lelah adalah aku sendiri, aku yang masih belum punya tujuan malah kebingungan mau ngapain, kamu punya masa dimana kamu pengen nyerah?"
"Pas bapaknya Rudi meninggal, aku gak tau ngapain tanpa dia apalagi Rudi masih kecil, buat sekolahnya buat makannya kayaknya cukup sulit, kalau kamu kapan di titik terendahmu," balas Aminah.
"Waktu Bapakku sakit, aku sama sekali gak punya uang, tapi itu semua udah selesai pas bapak meninggal, yang ngebuat aku bangkit dulu aku pernah di posisi gak punya apapun dan ada perempuan mau bayar ongkos jalanku, itu buat aku terharu, itu yang buat aku suka sama dia." crocos Damar.
"Bersukur kamu punya temen baik kayak gitu."
Masalahnya dia itu kamu.
"Cinta pertamamu ya?"
"Bukan, tapi dia itu alasanku untuk cinta sama dia walau ada banyak wanita."
Damar terdiam inggin melanjutkan kalimatnya sebelum makanan lolos begitu saja kedalam mulutnya.
"Makan, biar tau rasanya."
Setelahnya hanya keheningan mengambang diantara mereka, Aminah serta Damar masih diam tak begitu banyak bicara keduanya menghampiri anak-anak selesai wahana.
"Giamana asik ngak," Tanya Damar menyambut pelukan si kecil, Didin kini ingin mendapatkan gendongan dari yang dewasa.
"Kayaknya Didin ngantuk, kita pulang aja gimana." Usul Aminah memandangi wajah damai Didin dalam dekanpan Damar.
"Tapi Rudi mau main lagi."
"Besok aja giamana, biar Om Damar ngajak kalian sore-an aja besok, salah Om juga ngajaknya udah malem," bujuk Damar mengelus helaian rambut Rudi menenangkan anak itu agar tak rewel lagi.
"Janji ya, Om." Pinta Rudi memaksa.
Lampu jalan menjadi penerang langkah mereka menuju rumah Aminah, tak hentinya Aminah berterimaksih sejurus kemudian Damar berpamitan selesai menidurkan Didin.
"Makasih untuk hari ini."
"Kamu udah makasih dari tadi, untuk hari ini makasih banyak ya."
"Harusnya aku yang ngomong begitu, aku makasih banyak ke kamu, apalagi udah mau nemenin anak-anak buat main hari ini."
Damar memanatap dalam Aminah seutas kata perpisahan Damar meminta ijin undur diri sebelum besok dia merecoki kembali Aminah.
"Belum tidur kamu."
"Maish belum ngantuk, Bu." Aminah tersenyum mengiring Rudi masuk ke dalam kamar tanpa membangunkan Didin tengah terlelap sambil memeluk boneka Dino hijaunya.
"Ibu gak marahan sama Om Damar."
"Emang kapan Ibu marah sama dia, kamu aja terlalu berlebihan." Rudi menautkan alis sok memasang ekspresi serius.
"Ibu yakin?" ulangnya memastikan lagi, Aminah menganguk dengan pasti dirinya menoel pipi si anak gemas.
"Udah tidur, kamu besok sekolah kan. Tidur lalu bersiap buat besok jadi contoh buat Didin." Aminah mengalihkan topik dengan membalas samar pertanyaan Rudi, dirinya memilih melangkah keluar kamar bernuansa biru muda.
Senyumnya kembali memudar, Aminah mengistirahatkan dirinya sembari minum seteguk air.
"Kenapa tadi aku diemin Damar ya, padahal gak salahnya kalau dia suka sama orang lain yang baik ke dia, terus kenapa dia begini sama aku," Aminah mengoyangkan kepalanya menepis bayangan konyol. "Dia suka anak kecil mungkin, makanya cari yang paketan, janda punya anak, apa karena orang yang dia suka udah nikah," lanjutnya mencari sebuah jawaban pasti untuk menyambungkan tindakan Damar kepadanya.
Kepalanya menjadi begitu pening dipaksakan mengaitkan tindakan Damar dengan perasaanya, "Aku beginikan demi anak-anak, Rudi kepengin aku gak marahan sama Damar'kan, iya, ini semua cuman buat nyenengin Rudi kalau aku memang gak punya masalah sama Damar dan gak perlu di khawatirkan kalau urusannya sama dia, jadi kenapa aku harus mikirin perasaannya toh aku gak tau dia beneran serius atau... ." atau dirinya hanya maish merasa bersalah sama aku. Lanjutnya dalam hati tanpa bisa memikirkan sepekulasi apa sebenarnya
Bagi Aminah dirinya tengah memberikan kesmepatan untuk baik serta damai dengan Damar tanpa berfikir jauh sebenarnya hubungan mereka mau kemana.
"Seharusnya aku lebih berhati-hati lagi, aku gak boleh baper, coba jalanin aja dulu gak perlu baper."
****
yang diatas udah 1k, jadi aku disini mau curcol, bentar.
makasih sama teman yang lainnya gak bisa aku tag (takut ngangu)
aku insecure tiap baca cerita kalian (sadar diri kalau ceritaku B aja) tapi aku juga makasih banyak sama orang yang nyemetin liat bentar ceritaku ... aku akan datang dengan banyak hal jauh lebih baik kedepannya, mohon dukungan serta do'a nya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top