Bab - Drama kaset kusut


BAB 01

Suara intro musik mengelegar menjadi alasan Aminah mengoyangkan pingul ke kanan dan kiri, wanita yang kini sudah tak muda lagi masih di anugrahi hidung manggir serta mata bening di balut kulit bersih, Aminah tak kalah kece dengan remaja pecinta K-pop lainnya.

"Tambah kopi lagi, neng."

"Siap, pak. Kopi tambah gula sama susu kental kan pak." Aminah menyiapkan kesukaan Parto, langanan warung makan tempatnya.

"Wih, apal nih," puji Parto menerima kopi kelewat manis pesanannya. "Kalau langanan hari siapa yang gak apal, pak."

"Itu lagu apaan sih, neng ... lagu dangdut baru ya?" celetuk Aming, pria cungkring sobat karip Parto, Aminah tersenyum tipis. Di warung memang menyediakan radio berisikan lagu luar negri terutama K-pop, ritme lagu Nct127 cherry bom tengah di putar bak candu seperti kata pendoman Aminah, 'tak ada lagu mas ganteng dan dedek gemes hidup bagaikan abu – abu monyet'.

"Ini lagu terkenal pak, hayo tebak ... penyanyi luar clue-nya."

Kedua pelanggannya pusing dibuatnya, dari muka Parto tampak mengide sesuatu

"Terkenal, penyanyinya orang luar pasti penyanyinya Keyburan Band," serunya bersemangat tangannya terkepal mirip orang berorasi nahan pup.

"Hah?!" kompak lainnya terperangah

"Ke- key ? kunci, bur ... bubur? Grub apa penyanyi apaan tuh."

"Itu tuh, penyanyi ada beberapa orang mukanya kayak masuk adukan semen," jelas Parto nyengir.

Masyaalah, Aminah serta Aming menahan gemas serasa ingin menampol muka parto dengan papan pengilasan, "Kuburan band!!!"

"Lah, kalau lama lama jadi setan itu ... ."

Aminah mengambil seribu langkah mundur kedapur meningalkan kedua manusia yang masih adu mulut, bukan lagi cipokan ya.

Terkadang Aminah harus sabar, warung tempatnya mengais rupiah berharap mendapatkan dollar, menjadi satu satunya tempat Aminah menghidupi dirinya serta Rudi.

"Rudi balik jam berapa ya? Udah aku masakin makanan luar negri, dia pasti seneng," gumam Aminah mirip orang kesurupan, bagaimana ngak dia menatap olahan resep ala kadarnya.

Sedang disuatu tempat dengan dimensi yang sama, ruangan kelas tak begitu hening berisikan suara serak mirip kambing kejepit, Rudi memang lagi gak enak badan sudah biasa akibat masakan ibunya yang suka bereksperimen, terakhir dia makan daging ayam bakar cuman di taburin garem katanya daging sapi mahal, memang niatan ala korea malah jadi ala mak.

" ... Ibu, Ibuku cuman satu, kalau dua bukan ibuku, tapi biduan. Oh~ Ibuku kau adalah yang melahirkanku, nenekku adalah Ibu dari Ibuku—"

"Rud, ini puisi bebas bukan catatan warga di kelurahan."

"Kan yang penting bebas, Bu." Perkataan polos Rudi mau tak mau dianguki seluruh anak kelas, "Iya, B-bebas, sih?!" jawab Bu guru malah ikut bungung sendiri, suka – suka Rudi saja lah.

"Terus, kenapa kamu gak ngomongin tentang Bapakmu ?"

"Lah, bapak saya kan udah meningoy, Bu."

"Ma-maaf, Rud." Guru itu nampak tak enak hati, "Karena apa Rud?"

"Itu Bu, kata Ibu kena serangan jantung, Bapak saya payah soalnya jantungnya gak di serang balik biar gak kena." Rudi tersnyum menampakan gigi jarang

Bel berbunyi kencang tentu disoraki oleh seluruh murid berbaju merah putih, berhamburan keluar kelas seperti semut lihat gula.

"Assalamualaikum, Buk. Rudi pulang."

Samping rumah depan mereka memang dijadikan warung, melirik warung terpampang jelas sudah tutup cukup membuat Rudi paham, ibunya pasti ada urusan lainnya.

Tas gendong terlempar sembarangan, tubuh kurus Rudi berlarian ke kamar berganti kaos bergambar pikachu.

"Rud, kamu makan dulu ya. Udah Ibu siapin diatas meja, mau pergi dulu nganter pesenan Bu ida." Aminah muncul dari balik gorden dengan baju hijau neon tersebut, berpamitan akan pergi menenteng dua plastik besar berisikan makanan.

"Ibu gak mau Rudi bantu."

"Ngak perlu, Ibu nanti mau pergi sekalian ke abang abang kaset."

"Ini, Ibu masak apa lagi? Dikira Rudi kucing makan ikan mentah, Bu ... Ibu, ini betulan Rudi jadi kucing." Niat hati Aminah memaskaan ala seafood sushi atau sashimi sayangnya bukan ikan salmon malah ikan gabus filet bersama sambal kacang.

"Peanut sause and ikan healty ..., mak ini aku gak debus tapi makan ikan gabus." Rudi menepuk dahinya, matanya menatap gambaran pria bergandengan atau yang foto ala model, kata Ibu itu 'betes, boyband ganteng nak'.

"Siang, Bu."

"siang juga, habis darimana ini," Tanya Ibu berkupluk hijau daun. "Baru nganter masakan catering nih, Bu susan darimana," timpal Aminah basa basi.

"Ini baru beli kaset dari mamang."

Bak sapi di sembelih Aminah melirik dengan plototan tajam, kresek bening kusut masih bisa memperlihatkan salah satu album terbaru dedek gemes kesukaan Aminah.

Sial, aku keduluan coba aja tadi gak kelamaan di ajak ngobrol Bu Ida, gibah emang lebih nikmat dari royco.

"I-itu, masih ada ngak stock nya?"

Bu susan tersenyum ala Jack sparow film kapal-kapalan, "Tingal satu," jelasnya terasa di slowmotion oleh adegan TV.

Kaki Aminah seperti karet terus berlari hampir menubruk dagangan si penjual.

"Bu, tenang Bu ... jangan cosplay jadi banteng," panik mamang agak melambai, kasian dagangannya belum laris semua udah mau dibumi hanguskan oleh langanan bulanannya ini.

"Kaset dedek gemes saya mana mang, katanya tinggal satu." Aminah membolak balikan benda kotak tipis jualan mamang, banyak lagu dangdut serta cerita azab.

"Yah, saya dagang cuman dikit. Cuman dua terus barusan udah di beli sama anaknya pak haji."

Aminah rasanya ingin mengajak si mamang kumis lele itu adu duel di ring masak biar sekalian Aminah cabuti bulu hidung mamang yang mencuat sekalian.

Tubuh lunglai Aminah memasuki ruang tamu rumahnya.

"Udah pulang Bu, kenapa kusut ... kasetnya gak dapet?" ucapann Rudi tepat sasaran melihat perkataannya di anguki, memang beberapa bulan sekali Aminah akan menyisihkan uang selama ini di bagi antara keperluan anak, rumah, serta kebutuhan pribadi, kaset contohnya.

Rudi paham, kalau wajah ibunya kalau gak keturutan bibirnya monyong mirip kue cucur kebanyakan pengembang matanya menyipit turun kayak orang sakit mata.

"Entar Rudi download di warnet deh, Bu. Jangan ngambek."

Aminah menganguk, padahal CD dibelinya juga bajakan, pakek susah didapat pula.

"Rud, kok kucing sekitar rumah kita gendut gendut ya. Apa sekitar sini ada yang mau nampung kucing kampung ya? Kok bisa sampe kayak dosa berjalan ya,"

"Dosa berjalan," beo Rudi.

"Iya, banyak di timbun lemak."

Rudi mangut mangut saja, toh mana berani Rudi ngomong makanan Ibunya sering dia sodakohkan pada si koceng.

"Bersukur kalau gitu, berarti hewan sini sejahtra, Bu. Di wilayahsini belum terjamah koceng koruptor, jadi kucing lainya masih sejahtra sentosa."

Aminah hanya mangut - mangut, "Bisa gitu ya, ada kastanya. Kalau melihara hewan emang manusianya yang jadi babu."


.

.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top