Anak angkat
BAB 04
"Bu, Didi mau diapain entar, kalau cuman jadi tukang makan di goreng aja."
"Didin! Bukan Didi." Protes anak itu seenaknya di ganti nama estetiknya, begitu protes si anak.
"Udah, jangan bertengkar terus, kamu ganti baju dulu kita anterin Ibu di mana terakhir kamu lihat Diding."
Didin terdiam tak protes, sudah sekian kali namanya berubah ungsi dan bentuk. Walau dari awalnya Didin masih terbilang muda tapi dia menyadari dia tak di terima dalam keluarga kecil Aminah.
Semangat Rudi membucah, sudah sekitar dua hari ini Didin tinggal bersamanya, bersiap memakai pakaian rumah mengandeng Didin –bocah itu masih diam.
Runtut cerita Aminah jelaskan pada penjual ikan, bapak tua yang kena keusilan Rudi.
"Kalau anak ini saya gak kenal orang tuannya tapi memang sering di tinggal begitu aja jarang ada yang jemput, kemarin itu saya liat dia memang dari pagi sudah di sini tapi kali ini gak di jemput bahkan pas Didin hilang malah belum ada yang ngehampiri jualan saya buat tanya anaknya."
Aminah merasa iba, Didin kalau di lihat punya kulit bersih walau tak putih hanya minus hidungnya suka meler pas kelaparan, pertama kali bertemu juga bedak mirip ketumpahan terigu.
"Rud, gimana ini Didin kayaknya memang di buang deh," bisik Aminah menarik anak semata wayangnya menjauh dari Didin, Rudi juga ikut memikirnya.
"Rudi gak tau, Bu. Masa Ibu mau nguru Aku sama si Dinding."
"Didin!"
"Lah, tuh bocah kupinya tajam juga, bisa denger." Kagum Rudi, Didin berpaling dengan bibir mencibir.
"Yaudah kita balik ke rumah aja, Ibu usahain sangup ngurus kalian berdua selama Didin belum ketemu orang tuanya." Putus Aminah, dirinya menuntun kedua anak lelakibelum akhil baliq kembali ke rumah.
Didin duduk bersebelahan dengan si empunya rumah, Aminah berkata cukup halus pada Didin, "Din, mulai hari ini kamu Ibu angkat jadi anak Ibu, kamu boleh deh panggil Ibu kayak Ibu kamu, tapi ini berlaku selama kamu belum ketemu orang tua kamu ya."
Didin menganguk patah patah, "Kamu ngerti ngak?" Rudi menegaskan.
"Ngerti, Didin bisa makan gratis di sini kah?"
Ya ngak salah juga, tapi konsepnya ngak gitu juga Din.
* * *
"Mbak, jangan di tanya kawin mulu, yang bener itu nikah baru malem nya kawin."
"Lambemu, kamu itu udah tiga puluh, masa ngak nikah ... malu – malu,"
"Mbak sih enak, cantik lah aku, malah mirip bapak." Damar ongkang ongkang kaki di atas balai, Bu Tarno –kakak dari damar yang lebih mirip majikan.
"Bukan masalah Ayu atau ngak, tapi mau apa ngak, gitu loh. Dulu kamu pernah bilang kalau suka sama temenmu sekolah dulu, apa kamu belum mau serius sama orang lainnya?" pancing Bu tarno.
"Belum, aku masih suka sama dia tapi malu aku."
"Dia sekarang udah nikah apa belum, kalau udah nikah mending jangan gangu rumah tangga orang lain," tegur Bu tarno, gorengan dalam piring segera ia comot.
"Udah janda malahan, sekarang."
"Bagus itu!"
"Apanya yang bagus, bagus jadi janda?"
"Mulutmu minta tak ulek sambel, maksudnya Mbakmu ini kalau janda kenapa ngak kamu gas aja, kamu deketin dia pelan pelan, liat apa yang di sukai kamu ikuti biar dia menghargai kamu lama lama."
Damar terdiam mencerna seala nasehat kakaknya, damar melirik cara makan wanita yang satu darah dengannya, kaki terangkat satu dengan cabe lima bii di tangan lainnya.
"Dulu Mbak bisa nikah sama kakak ipar yang normal itu gimana ceritanya," ungkap Damar tiba – tiba, kaka iparnya berwajah tampan serta paling normal mukanya mirip Aliando katanya Bu Tarno jaman muda.
"Dia yang ngejar aku, kamu kira dia tak pelet apa. Dulu itu kakak iparmu yang ngejar aku duluan tapi tak tolak terus, baru aku terima pas dia mau ngertiin hobi Mbakmu ini yang gesrek."
Damar mangut mangut, mengingat dia sering di tolak karena sekedar ngmong tapi gak sekalipun mengajak ngobrol Aminah.
"Oke, besok tak coba ... janda semakin di hati." Putus Damar jingkrak mirip kuda lumping.
Hari sudah berganti tanggal, benar saja Damar mengetahui segala seluk beluk gebetan dari sang kakak, Aminah membuka sebuah warung dekat rumanya sebagai usaha rumahan.
Pagi hari Damar sudah duduk manis memesan secangkir kopi memandnagi Aminah tengah beberes.
"Kamu kenapa? Sakit mata," ketus Amianah melihat prilaku Damar mirip orang ngelem kan Aminah jadi takut, Aminah bertolak pingang menghampiri Damar.
"Beneran kamu ini ngelem kayaknya, udah satu jam loh begitu terus."
"Gak lagi bawa Lem, kok." polos Damar, dia kira memang betul tak sedang membuat pakarya kenapa harus bawa lem, Aminah menepuk jidat nya.
"Yaudah, angap aku gak pernah nyanya gitu, aku ganti pertanyaannya, kamu-itu-ngapai-lama-di sini." kata aminah penuh penekanan dan jeda pada kalimatnya.
"Aku ke sini mau bilang, aku udah tau siapa itu Song Jong Ki, dia aktor korea yang pernah menikah dengan artis korea dan dia pernah main film de—"
Lap buluk langsung menyumpal mumul Damar, Aminah engan mendengar kelanjutan cerita yang lebih mirip penjelasan wikipedia, memang Damar mau jadi tukang perinci ala majalah.
"Itu semua aku udah tau, maksudku kamu bukan Song Jong Ki oppa makannya bukan levelku." Ucap Aminah mencabut kembali kain lap.
"Oh."
"Hanya 'Oh' katamu."
"Lah aku harus gimana? Ganti wajah, pokonya lihat aja aku bakal tetep perjuangin kamu, aku gak bakal jadi SongKijang itu siapah namanya, pkoknya aku mau kamu suka sama aku bukan sebagai oppak oppak-an mu, nanti liat aja aku bisa jadi lebih keren." Perkataan telak Damar membuat Aminah bertalu talu di dalam dada, ada perasaan tak biasa, dia tau Damar tak main dalam berkata.
"Tunggu aja kalau begitu samapi mataku banyak belek sampe aku ngeliat kamu kayak Kevin julio, minimal."
"Aamiin kalau gitu, semoga kamu sekit mata terus aku jaid Song Jong Ki."
'Lah, malah di Aminin," protes Aminah kesal segera mengusir Damar dari warungnya, bersukur masih lengang dari para pelangan bisa hancur reputasinya kalau liat dia teriak kayak orang hutan.
"Heh, kopinya belum bayar!" kesal Amianh baru ingat kopi hitam belum dibayar lunas.
"Ya tuhan, semoga ini tadi aku cuman ketemu dedemit aja, besok kayaknya harus pasang jimat biar dia ngak kesini lagi."
Aminah menimang nimang akan memangil Ustad dekedar mendo'a kan tempatnya agar tak kena ganguan saiton bernama Damar, siapa tau bisa kan belum di coba setidaknya dia usaha tak di gangu pemuda bersetatus bujang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top