new girls
WARNING!!
•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.
~Selamat Membaca~
.
.
.
༺Gadis Baru༻
.
.
.
Waktu sore pun tiba, kesemua penghuni rumah itu sekarang tengah berkumpul diruang makan untuk mengisi kekosongan perut yang sudah protes.
Tak terlalu berisik, tapi tidak hening juga. Mereka sesekali mengomentari makanan sederhana yang dibuat atok, Taufan, dan Gempa. Kadang juga membicarakan hal yang mengundang gelak tawa, membawa kehangatan yang menyeruak di ruangan tersebut.
"Lulu. Gimana? Kamu nyaman gak tinggal disini?" tanya tok Aba yang langsung mengundang atensi mereka menatap yang disebut namanya
"Masih belum terbiasa, tapi sejauh ini aku suka kok. Mereka..baik"
Blaze menyahut dengan penuh semangat "Oh mestilah, kita disini kan anak baik semua. Kalau ada yang macem macem, tinggal bilang aja- aduh!"
Blaze meringis ketika ia mendapatkan jitakan penuh kasih sayang dari kakak sulungnya.
"Gak usah teriak juga ngomongnya, gak sopan"
"Iya kak maaf elah, gak usah main jitak juga dong"
Lulu hanya tersenyum kikuk. Ia cukup kagum ketika melihat mereka bertujuh dengan paras yang benar benar sama. Bahkan sejumput rambut putih di bagian poni pun sama adanya, sepertinya itu turunan. Yang membedakan hanya warna iris matanya saja. Benar benar langka.
"Baguslah kalau gitu. Atok juga udah mendaftarkan kamu ke sekolah yang sama dengan Indri dan Redav. Besok kamu bisa mulai sekolah bareng mereka"
Lulu melirik senang pada dua orang yang disebut namanya "Iya tok, makasih"
"Atok, kenapa kita semua gak masuk di SMP sama SMA yang sama aja? Kan lebih enak aja gitu" Assyifa menyuarakan pendapatnya
Venthy turut membenarkan "Nah bener tuh, gak bareng rasanya kaya kurang aja temen yang asik"
"Kalau bisa udah dari lama atok barengin, tapi kan masalahnya sekolahnya kebanyakan gak nerima murid pindahan terlalu banyak"
"Bareng pun tapi mainnya sama circle sendiri buat apa?" kali ini Hikari yang berkomentar, niatnya hanya bergumam tapi sayangnya terdengar oleh semua
"Khe, padahal sendirinya juga sama aja" sahut Ica, menciptakan suasana yang semakin tidak nyaman
Sementara si pemilik panti mengernyit heran pada mereka semua, ia juga kurang paham bahasa asing yang disebut Hikari tadi. Maklum orang tua,
"Circle? Apa itu?"
"Circle itu artinya batu arang tok" Taufan menimpali dengan cengiran tanpa dosa
Dibalas tawa renyah dari Blaze dan juga Bella, sementara yang lain hanya terkekeh ringan, secepat itu hawanya berubah.
"Itu charcoal bodoh" koreksi si bungsu dari kembar tujuh "Circle itu lingkaran pertemanan tok, jadi kaya berkelompok gitu contohnya Solar, kak Hali, sama kak Thorn terus bareng bareng. Yang lain gak diajak"
Si kakek tua itu mengangguki penjelasan Solar. Di kemudian menit ekspresinya berubah sendu,
"Jangan ada yang begitu ya diantara kalian. Kalau mau ngapain, atau kemana itu harus barengan. Jangan misah. Gak bagus"
"Kan kita tinggal bareng itu biar jiwa sosialisasinya juga ada. Gak membedakan, kita semua disini sama. Kalau malah masing masing, terus buat apa atok ngebarengin kalian semua disini?"
Mereka mengiyakan amanat tok Aba. Walau, di dalam hati berkata lain karena yang namanya sudah punya lingkaran pertemanan sendiri itu beda pandangannya. Apalagi kalau sebelumnya pernah ada yang saling mengkhianati satu sama lain.
=====
Malam itu seperti lukisan kanvas kosong yang dipenuhi dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Cahaya bulan yang lembut, seperti sejumput emas yang berpendar di langit hitam, menambah keindahan malam.
Sinar bulan yang lembut itu seperti sentuhan belaian ibu, memberi kehangatan dan ketenangan di tengah dinginnya malam. Malam yang dingin dan sinar bulan yang lembut, dua hal yang bertolak belakang namun menciptakan harmoni yang sempurna dalam keheningan malam.
"Belum tidur? Ini udah jam sembilan loh, kalau ketahuan Gempa kamu nanti dimarahin" suara datar dan berat itu menarik atensi pemuda bernetra aquamarine
"Gak bisa tidur" sahutnya singkat, kembali terbenam dalam indahnya langit malam
"Seorang Ice, gak bisa tidur?" Halilintar skeptis
Menyahuti dengan deheman pelan, Ice lebih memilih mencari topik lain sebelum kakaknya kembali bertanya tentang dirinya,
"Kak, menurut kakak..keadaan bunda sekarang gimana ya?"
Mata merah delimanya menatap kosong lurus ke depan, mencoba keras untuk meredam emosi yang sedang memuncak setelah mendengar pertanyaan tadi. Halilintar tahu bahwa emosinya bisa meledak kapan saja, namun dia berusaha untuk tetap tenang dan mengendalikan dirinya.
"Ice. Dia udah gak ada"
"Ada. Kakak tau itu kan. Kak Hali, Ice gak nyaman tinggal bareng kaya gini sama orang lain. Ice cuma mau-"
"Tinggal sama wanita itu terus dipaksa jadi pemuas orang? Bahkan sama yang sesama jenis? Mau kamu?"
Pertanyaan pedas dari si sulung berhasil membungkam Ice sepenuhnya, yang kini tengah menunduk dalam menahan tangis serta memori kelam yang terputar kembali di kepalanya.
"Jangan lupa Ice, gara gara siapa ayah sama nenek meninggal. Kita masih diterima baik dan diurus sama atok disini aja udah bersyukur"
"Aman, terjamin. Gak ada suara berisik, suara menjijikan, dan yang lainnya. Kita gak harus dipaksa buat jadi laki laki pelac-"
"Udah cukup, jangan diterusin" potong Ice dengan suara yang sedikit serak
Menghembuskan napas gusar, Halilintar menepuk pelan puncak kepala adiknya lantas merangkulnya dengan lembut.
"Maaf. Kakak cuma gak mau kamu jadi gak bisa berpikir jernih dengan memilih tinggal sama wanita itu lagi hanya karena masih gak terima sama keadaan kita sekarang. Jangan kecewain ayah diatas sana Ice"
Ice tak menjawab, ia menikmati pelukan tulus sang kakak. Jarang jarang Halilintar bersikap begini. Yah, dia tahu kok ucapan Halilintar tadi tidak bermaksud membuat dirinya kembali terpuruk. Justru hanya ingin menguatkan dalam menghadapi kenyataan. Hanya saja kalimatnya cukup sarkastik.
"Aku rasa membahas masalah pribadi diruang terbuka bukan lah pilihan yang bagus"
Kedua adik kakak itu tersentak kaget, menoleh serempak dan melayangkan tatapan tajam pada gadis antah barantah ini,
"Terus, ngedengerin obrolan pribadi orang lain, itu pilihan yang bagus?" balas Halilintar dingin
"Enggak sih, tapi kan yang lewat terus denger jadi tertarik. Makanya, jangan salahin orang lain kalau ada yang nguping"
"Cewek sia- satu ini...."
Sebisa mungkin Halilintar menahan diri agar tidak mengucap hal kotor. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak berkata kasar lagi. Walau dirinya ini galak dan tempramental, tapi setidaknya ia mau memberikan contoh lisan yang baik untuk keenam adiknya. Sebagai pengganti peran ayah dan juga ibu.
"Tapi kak Hali kan laki laki, mana bisa jadi ibu ibu?"
Pertanyaan konyol Taufan malah terlintas diwaktu yang tidak tepat, membuatkan Halilintar mati matian menahan senyum geli yang bisa saja membuat gadis di hadapannya ini salah paham.
"Anak cewek gak boleh keliaran di jam malam gini disini. Kamu lupa aturannya?" kini Ice yang mengambil alih
Hikari terdiam sesaat "Terus...kalian juga ngapain? Kan sama aja gak boleh"
"Kita cucu pemilik panti ini kalau kamu lupa, jadi aturannya gak begitu ngaruh buat kita" Ice menilik kedua tangan gadis itu yang langsung disembunyikan dibelakang badan "Tidur Hika, berterimakasih lah karena kita gak aduin kamu ke tok Aba"
Halilintar dan Ice bangkit dari duduknya, menepuk belakang celana yang sedikit berdebu.
"Kalau sampai yang lain bercicit soal ini besok pagi. Kamu, bakal berurusan denganku. Gak peduli kamu ini cewek atau cowok. Kalau udah ngusik duluan, terima akibatnya" final Halilintar lalu menarik pelan lengan adik nomer empatnya
Sementara Hikari yang ditinggal sendiri itu mengulum senyum licik, memperhatikan si kembar yang semakin lama semakin menjauh.
"Wah, gak nyangka banget"
«Skip Time»
Redav berjalan menuju kelas kedua adik angkatnya dengan wajah yang berseri, seolah ini adalah hari baiknya. Mengabaikan tatapan mencela padanya sepanjang jalan koridor.
Pandangannya langsung tertuju pada yang dicari, tengah duduk dan fokus dengan kesibukan masing masing. Ia melihat betapa elegannya mereka berdua yang hanya diam seperti itu.
Indri yang duduk bersandar dengan kaki kanannya yang bertumpu pada kaki kiri, matanya fokus pada layar ponselnya. Lulu yang duduk tegap dengan seragam yang dipakai rapih, juga fokus dengan catatannya. Pancaran sinar matahari dan hembusan angin yang masuk melalui celah celah jendela sangat mendukung suasana.
"Lulu, Indri, haiiii" panggilnya dengan hangat sambil berjalan mendekat. Menarik perhatian beberapa murid yang ada dikelas itu.
Mereka menoleh bersama, mengangguk kecil dan membalas dengan senyum tipis.
"Kak, kan aku udah bilang. Nanti bentar lagi kita yang nyusul ke kelas kak Redav"
"Gapapa Ndri, lagian..aku paling gak bisa diem lama lama dikelas"
"Masih suka digangguin mereka?" Indri menebak, walau sudah tahu jawabannya
Si empu hanya mengangkat bahu sekilas, enggan untuk membahas hal menyebalkan seperti itu. Tak apalah jika dirinya dikucilkan yang lain, setidaknya masih ada Indri dan Lulu yang menemani.
"Kita ke kantin sekarang? Aku..agak laper" Lulu ikut nimbrung setelah selesai dengan aktivitasnya, ia tidak bisa bohong ketika perutnya mulai protes minta di isi makanan.
"Oke, sehabis dari kantin kita keliling sekolah buat ngenalin ke kamu ya Lu" Redav sangat antusias
.
.
.
Keramaian di kantin membuat sulit bagi mereka untuk memesan makanan. Jadi terpaksa salah satu dari mereka ada yang berperan untuk memesan, sementara dua yang lain menunggu di tempat yang kosong.
Baru saja mereka mau berpencar, seseorang- tidak dua orang dengan sengaja mendorong Redav hingga tak sengaja menubruk yang didepannya tengah membawa semangkuk bakso.
Lagi lagi Redav mencuri atensi semua orang dengan jerit kesakitannya karena tersiram kuah panas. Si pelaku tadi hanya terdiam sembari terkekeh senang.
"Apa yang kalian lakuin?" Lulu melempar pertanyaan retorika
Sementara Indri menghembuskan napas gusar, terkadang malas meladeni drama dua hama itu "Hhh, mulai"
"Apa? Kita gak ngapa ngapain. Orang mau jalan ke ibu kantin kok"
"Heem, dia tuh yang ngehalangin jalan. Makanya gak sengaja ketubruk sama kita. Jadi, jangan nyalahin ya"
Sebut saja nama si kedua pelaku itu. Sherly dan Meilin. Dua orang yang konon katanya paling berpengaruh untuk sekolah.
Ralat, orang tuanya yang memberi pengaruh besar.
Tak mengindahkan pembelaan mereka, Lulu lebih memilih membantu Redav untuk berdiri dan menyingkirkan sayur sawi yang tersangkut dirambut dan pundak kakak angkatnya. Indri hanya diam memperhatikan.
"Kita ke kamar mandi dulu ya, habis itu ke uks buat pakein salep biar gak panas bekasnya"
"Kamu anak baru ya? Satu panti sama dia juga kah?" Sherly kembali bersuara "Seriously, sekolah sebagus ini di isi sama anak anak panti?"
"Gak level" Meilin menyahut angkuh
"Berisik, mulut kalian bau sampah" hina Lulu, dia paling tidak suka melihat manusia modelan mereka berdua, mengingatkan pada masalalunya saja
Namun apa yang diucapkan Lulu tadi telah mengundang tawa bagi beberapa murid disana, tentulah keduanya berseru tak terima.
"Apa kamu bilang? Heh, jangan seenaknya ya dasar anak yatim!"
Meilin menarik kerah seragam Lulu dan mendorongnya hingga jatuh berlutut. Karenanya, kerah dan dasinya melonggar sehingga menampakkan kalung kain yang melingkar dileher jenjangnya.
"Lulu! Heh, kalian kan bermasalahnya sama aku, gak usah ganggu dia juga ya!"
"Lulu? Oh jadi namanya Lulu, lucunyaaa..btw kalung apa nih, kampungan banget. Aneh, kaya kalung puppy"
Ketika Meilin baru menyentuh sedikit kalung tersebut. Tiba tiba saja Lulu berteriak sangat kencang hingga memekikkan telinga semua orang
Ia bahkan menendang dan melayangkan pukulan entah pada siapa, yang lain sudah menjauh lebih dulu dan perilaku anehnya itu menjadi bahan tontonan. Redav dan Indri yang melihatnya saja sudah terkejut bukan main, saling beradu pandang.
"L-lulu, hei..tenanglah.."
Beliau knp ya kira²?
Up karena lgi nerveous, dilampiasin kesini haha.
24 Januari 2024
=====
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top