09. Anotasi Presentasi

Sekali Asa angkat suara, maka begitu pulalah kenyataan berbicara. Prinsip selanjutnya yang berlaku dalam semesta Asa: pegang kata-katamu dengan erat, maka pijakanmu akan jauh lebih stabil dan terjamin.

Benar saja. Dengan memanfaatkan sela-sela waktu istirahat, jam kosong pada pelajaran seni budaya, juga menahan diri untuk tidak pulang lebih dulu ketika bel tanda berakhirnya jam pelajaran hari ini berbunyi nyaring memenuhi setiap penjuru Persatas, Asa berhasil menyelesaikan tugas PPT kelompoknya.

Di bangku sebelahnya, Ola yang sedari tadi hanya mengamati seraya menahan kantuk, kini menyenggol perlahan pinggang Asa yang masih memandangi hasil kerjanya dengan puas. "Ssstt, Sa! Itu suara siapa?"

"Hah?" Asa berhenti tersenyum, lantas menajamkan indra pendengarannya dengan serius. Ternyata iya. Ada suara langkah kaki yang cukup cepat di koridor sana, juga suara denting pagar penyekat lantai dua dengan anak tangga menuju lantai bawah.

Tak lama kemudian, terdengar seruan dari arah lorong kelas. "Hei, yang masih di kelas! Ayo, cepat pulang ke rumah. Nanti mama-papa khawatir ... cepat, cepat! Mang mau kunci pintunya!"

"Bentar, Mang! On the way!" Asa balas berteriak-teriak. Anak perempuan itu lekas mengirimkan file PPT yang baru selesai dikerjakannya ke grup WhatsApp kelompok mereka. Setelah itu, dimatikannya laptop Ola untuk dikembalikan pada pemilik aslinya. Senyuman lebar terkembang. "Makasih banyak, Ola! Besok bawa lagi laptopnya, ya."

Benar. Jadwal pelajaran biologi memang dua hari berturut-turut, setiap Senin dan Selasa. Asa tidak memiliki alasan besar untuk terburu-buru. Toh, Bu Rika juga paham bahwa tugas kelompok seperti pembuatan presentasi ini tidak cukup hanya dengan satu hari. Akan tetapi, karena Asa sudah menyelesaikannya hari ini, bukankah itu berarti, Ola tidak perlu membawa laptopnya esok hari? Laptop hanya dibawa ketika pelaksanaan dan pengerjaan, 'kan?

Meski dipenuhi beberapa pertanyaan mengenai permintaan Asa, tanpa pikir panjang, Ola pun menganggukkan kepalanya saja. Ya sudahlah. Ia memang tidak suka membuat masalah atau mempersulit suatu hal yang sudah jelas adanya. Yang pasti, besok, ia bawa saja laptopnya ke sekolah. Cukup. Ola merasa tak perlu meminta penjelasan lebih lanjut.

Ya sudahlah. Mungkin, Asa akan mengedit beberapa hal lagi di file tadi. Begitulah yang terpampang dalam bayangan seorang Viola. Sepertinya memang jarang sekali menemukan seseorang yang dapat memahami jalan pikiran anak perempuan itu. Pasalnya, Ola baru dapat jawabannya ketika hari Selasa telah menjemput bersama tibanya jam pelajaran biologi.

"Ada yang sudah siap untuk tampil presentasi, hari ini?" Pertanyaan Bu Rika membuka kegiatan belajar mengajar pada pagi yang cerah ini. Dengan cekatan, guru berusia menjelang empat puluhan itu menyalakan laptop untuk mencari file yang akan ia tampilkan di proyektor. Sistem koordinasi manusia. Selagi kursor menyusuri penyimpanan, Bu Rika kembali bersuara. "Kalau belum ada, Ibu lanjut dulu materi kemarin."

"Saya, Bu! Kelompok saya sudah siap." Anak perempuan di baris kedua itu mengacungkan tangannya dengan semangat, sukses menyedot keseluruhan atensi di kelas XI MIPA-1 kala itu. Asa tersenyum lebar. Dengan tampang sok mengatur seperti biasa, ia melambaikan tangan pada teman sekelompoknya. "Ayo, Guys!"

Tak perlu waktu lama, kelima anak perempuan itu telah berbaris rapi di depan kelas. Asa membagi-bagi materi untuk dibacakan masing-masing anggota, lantas membuka presentasi mereka dengan antusias. "Kami dari Kelompok 4, beranggotakan Asa yang merupakan saya sendiri, Intan, Keya, Lulu, dan Viola. Pada kesempatan kali ini, kami akan mempresentasikan materi tentang jaringan otot."

Setelah mendapat anggukan singkat dari Asa, Keya pun mengambil satu langkah maju, lantas mulai menjelaskan di depan kelas. "Apa itu jaringan otot? Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif untuk menggerakkan tulang."

Presentasi mereka berlangsung dengan lancar. Setiap perhatian siswa di kelas itu sempurna terarah pada kelompok Asa. Anak perempuan yang seolah menjadi ketua secara tidak resmi itu merekahkan senyuman lebar. Ya. Inilah salah satu keuntungan yang didapat jika mau tampil perdana. Dengan menjadi seorang pelopor, tentu anak lain pun akan jauh lebih memperhatikan sebagai gambaran bagi penampilan mereka selanjutnya.

Sejak awal, Asa memang senang menjadi yang pertama dalam segala hal. Semua usahanya berjalan mulus. Tidak ada satu pun yang mengalihkan pandangannya dari depan kelas. Oh, teman lainnya tentu saja tak habis pikir mengenai pengerjaan presentasi kelompok Asa yang begitu cepat. Meski begitu, bukan suatu hal aneh, bisik-bisik tidak enak mulai mengudara di sana-sini.

"Yakin, ini tugas kelompok?"

"Jujurly, aku enggak kaget lagi kalau semua power point ini dikerjain si paling ambis sendirian."

Satu-dua muka berubah keruh. Akan tetapi, belum sampai ke telinga Asa. Anak perempuan itu masih sibuk dengan sesi tanya-jawab yang selalu saja hanya dijawab oleh dirinya sendiri. "Kira-kira seperti itu jawaban yang bisa saya berikan. Ada pertanyaan lain? Pertanyaan ketiga, slot terakhir ...."

Sebuah tangan terangkat tinggi. Demi mendapati siapa yang mengacung, lekas saja raut wajah Asa berubah mendung. Badak Galak itu! Ditilik dari tampang songongnya, sudah jelas bahwa manusia menyebalkan itu tidak akan diam membiarkan presentasi kelompok Asa dapat selesai begitu saja.

Mau tidak mau, walau teramat ogah-ogahan, Asa pun mempersilakan Alfis untuk bertanya, mengingat tidak ada lagi yang mengacungkan tangan. "Iya! Silakan, Alfis."

"Izin bertanya pada Viola. Apakah kram otot bisa terjadi pada otot polos juga? Atau hanya otot lurik?"

Dengan anggukan mantap, Asa kembali angkat suara. "Baik! Terima kasih telah bertanya, Alfis. Izin menjawab pertanyaan dari Alfis. Jadi, kram otot itu ...."

"Saya bertanya pada Viola," sambar Alfis, sebelum Asa sempat menuntaskan kalimatnya. Sejenak, seisi kelas hanya diisi kesunyian yang terasa sangat panjang. Atmosfer sekitar jadi berubah. Alfis membenamkan tangannya ke dalam saku celana, dengan tatapan mata tajam di balik kacamata tebalnya. "Bagaimana, Viola?"

Dengan kepanikan yang mulai menjalar cepat hingga membuat keringat dingin membasahi telapak tangannya, lekas-lekas Ola mengecek power point mereka yang membahas tentang kram otot. Lamat-lamat, dengan konsentrasi tingkat tinggi, Ola membacanya berulang kali, mencari jawaban yang bisa diajukan.

Kram otot dapat disebabkan oleh hal-hal di luar penyakit. Contohnya meliputi kelelahan yang ekstrem setelah aktivitas yang terlalu berat, otot jarang digunakan, kekurangan magnesium, atau kekurangan kalium. Kondisi ini bisa terjadi pada sebagian atau seluruh otot yang ada di dalam tubuh kita. Namun, bagian tubuh yang sering menjadi lokasi terjadinya kram adalah paha, betis, area kaki, tangan, lengan, perut, dan mungkin juga di sekitar tulang rusuk.

Mari berpikir, Ola ....

Baiklah. Jika dilihat dari contohnya, setahu Ola, otot yang terdapat di paha, betis, kaki dan lengan adalah otot jenis lurik. Oh, tidak. Kesenyapan yang berkuasa di langit-langit kelas XI MIPA-1 membuat Ola tambah gugup dan ingin cepat-cepat mengakhiri segalanya. "Izin menjawab pertanyaan dari Alfis. Kram otot hanya bisa terjadi pada otot lurik, otot yang penggunaannya secara sadar."

Demi mendengar jawaban yang diajukan Ola, lekas saja Asa melotot. Tidak, tidak ... itu salah! Otot polos juga bisa mengalami kram ....

Tidak memberikan kesempatan bagi Asa memperbaiki jawaban teman satu kelompoknya, Alfis sudah lebih dulu menyambar, "Lantas bagaimana dengan kram usus? Bukankah usus termasuk ke dalam otot polos? Kalau syarat terjadinya kram adalah otot yang digunakan secara sadar, bagaimana dengan faktor kekurangan kalium dan magnesium yang menjadi salah satu penyebabnya, sesuai dengan yang dipresentasikan tadi?"

Kalah telak. Dalam diam, Asa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya ia kembali menyerobot dengan mengatakan kembali kalimat Alfis untuk membenarkan jawaban Ola yang memang salah. Akan tetapi, Bu Rika sudah lebih dulu mengambil alih atensi setiap siswa dengan nada tegasnya.

"Tolong diperhatikan, ya, untuk setiap kelompok yang akan tampil presentasi ke depan. Selanjutnya ... daripada terburu-buru, lebih baik kalian pahami dan kuasai dulu materi yang akan dipresentasikan. Dan untuk Viola ...." Tatapan kejam Bu Rika yang mengarah kepadanya membuat Ola tambah bergetar dan menunduk dalam-dalam. Bu Rika berdeham. "Kamu sudah memahami materinya belum, sih? Atau jangan-jangan, kamu enggak ikut kerja?"

Gawat. Asa mengeluh dalam hati. Kalau sudah begini, semuanya akan tambah rumit dan merepotkan!

[   π    β    ¢   ]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top