02. Prinsip Si Paling Sip
"A-aku ... aku suka kamu!"
Suasana ramai di kelas kala itu mendadak sunyi seketika. Iya. Karena setiap soal dari tugas fisika Bu Yanti langsung habis diklaim hak milik pengerjaannya oleh Asa dan keempat agen MaFiKiBi Society, Bu Yanti jadi keluar kelas lebih cepat dari dugaan, sehingga masih ada jam kosong yang tersisa.
Akan tetapi, tidak ada satu pun warga kelas yang mengira akan terjadi adegan confess begini. Bukan hanya aksi confess-nya, melainkan lebih-lebih kagetnya lagi ketika mengetahui bahwa yang baru saja menyatakan perasaannya adalah seorang penghuni bangku pojokan paling belakang ... seorang Nabil!
Jika kamu membayangkan Nabil sebagai sosok cool boy most wanted yang sulit sekali ditembus benteng asmaranya, maka kamu salah besar. Bukan buaya atau idaman setiap perempuan yang punya gandengan di sana-sini. Bukan pula penyelamat bumi, karena itu adalah Boboiboy. Nabil hanyalah seorang anak laki-laki nolep yang senang menonton anime di pojokan kelas.
Jika segelas kopi terbaik memiliki ampas pahit yang mengendap di dasarnya, maka dalam kelas unggulan XI MIPA-1 ini, ada Nabil sebagai ampasnya. Perannya terdengar tidak begitu penting, tetapi percaya atau tidak, di setiap kelas terbaik mama pun, makin tinggi standarnya, makin banyak pula kaum-kaum terpinggirkan karena adanya fenomena kesenjangan.
Kembali pada Nabil. Selain memancarkan aura wibu yang kuat, meski tidak berkacamata, Nabil ini selalu menguasai takhta teratas dalam catatan guru. Lebih tepatnya, teratas di catatan murid paling pasif sekaligus jarang mengumpulkan tugas. Sungguh ... bukan melarang jiwa-jiwa macam Nabil untuk merasakan pengalaman cinta anak muda atau apa, tetapi target Nabil-lah yang menjadi masalahnya.
"Kamu mau jadi pacarku, Asa?"
Ya. Nabil menembak Asa, bukan yang benar-benar menembak menggunakan pistol atau senapan, tentunya. Bisik-bisik siswa mengudara di langit-langit kelas XI MIPA-1. Sebagian memang berseru ricuh, menyuruh Asa lekas-lekas menerimanya. Namun, sebagian lainnya sibuk berdiskusi dengan tajuk utama kali ini, 'Nabil Nembak Asa, Akankah Perang Dunia Mengangkasa?'
Bukan apa-apa. Hanya saja, sebagian besar orang sudah tahu, jika kamu mengungkapkan perasaan pada seorang Asa, itu sama saja dengan bunuh diri. "Jadi pacar kamu?"
Ketika Nabil yang naif mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat, anak-anak lain menunduk prihatin. Nahas. Mereka sudah tahu jawaban seperti apa yang akan terlontar dari kedua bibir tipis Asa.
Dengan buku fisika berisi begitu banyak coretan abstrak yang masih berserakan di atas mejanya, Asa menatap Nabil tanpa kedip. "Berapa nilai Konstanta Boltzmann di materi gravitasi?"
"H-hah?" Nabil kena mental. Diliriknya setiap siswa yang tengah menguping di dalam kelas, mencari bantuan. Sayangnya, semua orang mengangkat bahu. Begitulah Asa. Dulu, hal serupa juga terjadi ketika kakak kelas mereka menembak Asa di koridor. Salah sendiri, kala itu, Nabil malah asyik memenuhi hasrat wibu dengan menonton anime sepanjang waktu, tanpa peduli sekitar. Sekarang, jadi tidak bisa belajar dari pengalaman orang lain, 'kan?
Suara dehaman terdengar mengerikan dari Asa. Kini, Nabil tak lagi memandang Asa sebagai perempuan tercantik dengan filter lope-lope di sekitarnya, melainkan sudah berganti menjadi figur seorang Asa dalam mode guru killer mematikan. Asa tersenyum lebar. "Tidak bisa, ya? Kalau gitu ... coba sebutkan bunyi Hukum Kepler."
"Kepler?" Oh, tidak, apa atau siapa itu Kepler? Yang Nabil tahu, kepalanya sudah teler total hanya karena mendengar nama asing itu!
Belum sempat Nabil menjedotkan kepalanya ke dinding kelas, Asa sudah kembali bersuara untuk menghitung mundur. "Empat, tiga, dua, satu. Waktu habis. Next. Hukum Wien? Oke, ganti. Ke materi matematika peminatan yang easy-peasy, semester satu. Oh, ini udah dipelajari dari SMP, sih. Gimana rumus diskriminan?"
Easy-peasy, katanya? Jangankan memikirkan jawaban, berusaha memperlihatkan bahwa dirinya tak goyah saja sudah tak sanggup. Panik, Nabil mencengkeram kedua bahu Asa dengan erat. "Aku ... aku sungguhan suka sama kamu, Sa! Aku suka ...."
Baiklah. Asa tidak mendapatkan jawaban yang ia mau. Setelah mengembuskan napas berat, Asa mengulas senyuman tipis. "Gini, lho, Bil ...." Asa memasukkan alat tulis dan buku fisika ke dalam tas. Diraihnya catatan matematika peminatan, pelajaran sehabis ini, untuk disimpan ke atas meja. Setelah itu, Asa menatap kedua netra hazel Nabil lekat-lekat. "Aku ini pelajar. Tugasku belajar, bukan cari pacar."
Seketika, kelas XI MIPA-1 dipenuhi sorakan-sorakan ringan. Tak ada lagi yang meminta Asa menerima tawaran Nabil untuk berpacaran, kini tergantikan dengan cengengesan-cengengesan tak berdosa. Nabil menjilat bibir. "Tapi aku enggak akan ganggu proses belajar kamu, Sa. Kamu bisa percayakan aku buat jadi pacar yang support kamu!"
"Bukan soal percaya enggak percaya," sambar Asa. Dilepasnya kedua tangan Nabil yang makin erat menggenggam bahunya. "Tapi ini soal prinsip. Aku punya prinsip. Dan itu enggak akan pernah bisa goyah walau Mang Dod atau Presiden Jokowi sekalipun yang nembak aku. Paham?"
Sudah, menyerahlah. Begitu maksud tatapan siswa lain yang satu demi satu mulai berpaling, lebih memilih untuk lekas ke kantin dan membeli mi ayam pangsit Mang Dod yang legendaris. Tontonan gratis ini tak asyik lagi, sudah ketahuan ending-nya bagaimana, seperti sinetron Indosiar yang sudah pasti antagonisnya menjadi gembel, tertabrak becak, lalu meminta maaf pada sang protagonis.
"Mau aku kasih masukan, enggak, Bil?"
Lho? Binar optimisme perlahan kembali menyala di kedua manik mata Nabil. "Masukan? Buat jadi pacar kamu? Biar bisa diterima pas coba lagi?"
"Biar bisa jadi manusia yang enggak sekadar hidup, makan, tidur, nonton anime, dan pacaran doang bisanya." Asa menahan gelak ketika mendapati kepala Nabil sudah tertunduk lesu lagi. "Tapi aku serius. Mending kamu coba belajar lebih banyak, deh. Bisa dimulai dari pertanyaan yang aku ajukan tadi. Cari tahu lagi soal gravitasi, Hukum Kepler, Hukum Wien, atau materi dasar semester sebelumnya. Siapa tahu ketagihan belajar, 'kan? Kalau jadi prestasi, siapa juga yang bangga? Bisa saingan, kita."
Kalah telak. Nabil tak tahu lagi harus berkata apa. Untuk mendapat status sebagai pacar Asa memang sesuatu sekali, ya ... tidak cukup sekadar menggunakan cinta, melainkan harus punya nilai, ambis, prestasi, dan kemauan belajar. Nabil mana bisa? Kedua tangan lelaki itu terkepal erat di kedua sisi tubuhnya. Tak apa, Nabil tak akan pernah mundur!
Menyadari Nabil masih bergeming di posisinya, Asa pun bertepuk tangan satu kali. "Baiklah. Sekarang, aku mau mempelajari kembali materi matematika minat yang sudah dibahas di pertemuan sebelumnya, juga sedikit latihan soal kalau sempat. Kamu bisa kembali ke bangku, terusin tontonan wibu-mu, atau hubungi aku kalau ada yang bisa dibantu mengenai materi pelajaran. Ya ... walau jujur, aku lebih senang kalau kamu belajar mandiri, sih. Penjelasan di YouTube, kan, banyak. Mulai inisiatif bikin pergerakan, deh."
Ini, sih, sudah menikam terlalu dalam! Nabil menyentuh dadanya sendiri yang terasa nyeri. Sayangnya, kalimat tajam itu menyertakan lope-lope bertebaran. Bukannya menangis karena lebam, Nabil malah terjatuh lebih dalam! "Oke, aku mau ke bangku lagi, ya, Sa. Tapi mau segimanapun kamu nolak, aku masih di sini, lho! Aku memang wibu, tapi aku mundur bukan untuk menyerah lebih dulu ... dadah!"
Bocah prik. Asa menghela napas lega, akhirnya bisa terbebas dari situasi semacam itu lagi. Kalau dihitung, sejak masuk SMA, mungkin ini sudah menjadi ketiga kalinya Asa menolak laki-laki yang menembaknya. Itu pun karena mereka tidak bisa menjawab pertanyaan yang Asa ajukan. Bagaimana jika nanti, ada manusia yang menembaknya sekaligus bisa menjawab tes dadakan tadi? Membayangkannya saja sudah merepotkan sekali.
Lupakan, Asa. Mari review materi lebih dahulu. Dibukanya lembar halaman demi halaman catatan matematika peminatan di hadapan. Baru hendak membaca ulang catatan pertemuan kemarin, atensi Asa telanjur tersedot oleh tulisan besar-besar yang dicoretkannya di bagian bawah halaman.
Senyuman Asa merekah. Belakangan, ini menjadi salah satu hobinya ketika bosan karena setiap tugas pelajaran sudah terlaksana. Iya, hobinya menuliskan kalimat ini di celah-celah catatan.
Astronomi ITB 2023!
[ π β ¢ ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top