"Eins"
Sama seperti malam-malam sebelumnya, tak ada yang berubah di mataku. Hanya ada kegelapan dan hal mengerikan di malam yang seharusnya sangat indah ini.
Tak ada suara para serangga malam, tak ada suara nyanyian angin malam dan sinar lembut bulan. Semua itu tak ada disini.
Hanya ada jeritan penyesalan dan kesakitan dari para pendosa.
Dengan mataku yang telah melihat segala kesalahan para manusia pendosa ini, aku hanya dapat melihat dari sudut pandang sederhana.
Semuanya selalu sama, manusia memiliki kemuliaan dan pasti ada orang yang iri dan menjadi sumber dosa mereka. Manusia yang diberikan kemuliaan, mulai sombong atas kemuliaannya dan menjadi sumber dosanya.
Kenapa semua manusia tak pernah bersyukur atas yang telah diberikan? Bahkan hewan saja dapat lebih bersyukur atas hidup mereka.
Aku berjalan dan berjalan, berharap ada seseorang yang dapat menghilangkan rasa penasaranku. Apakah semua rasa suci manusia itu hilang? Ataukah hanya terpendam? Atau karena manusia memang cinta akan dosa?
Aku tak dapat tidur dari kemarin. Ini akibat dari apa yang Michael sahabatku katakan.
Mungkin sampai sekarang pun aku tak terlalu mempercayai perkataannya, namun ia adalah yang paling berpengalaman dibandingkan diriku. Tapi aku tak mempersalahkan hal itu, toh pada akhirnya aku juga yang akan tertolong bila ia juga kuat.
Meskipun sifatnya yang bisa dibilang berkebalikan dari pekerjaan kami, aku tetap menghormatinya atas kemampuan dan kualitas pekerjaan yang selalu rapi dan tertata.
Dengan perawakan seorang pria tampan dengan rambut biru tua sebahu dan mata berwarna coklat serta kulit putihnya, membuat semua manusia akan berdecak kagum ditambah dengan sifatnya yang ramah tamah.
Berkebalikan dengan diriku yang berbeda. Aku lebih suka memandang segalanya dari tempatku tanpa menyusahkan diri.
Rambutku yang selalu terlihat berantakan dan sedikit panjang berwarna hitam legam memberi kesan mengerikan, lengkap dengan sayapku yang bisa dibilang Abnormal.
Semua sayap para 'Penjaga' berukuran lebih kecil dari sayap malaikat dengan jumlah 2 atau 3 sayap berwarna biru muda, berbeda dengan diriku yang bahkan sayapku dua kali lebih besar dan berwarna hitam legam seperti warna sayap iblis namun berbentuk seperti sayap malaikat.
Entah keanehan apa yang terjadi tapi aku tak pernah memikirkan hal itu, karena semua yang diciptakan di dunia itu memiliki manfaatnya masing-masing tergantung sikap yang kau ambil.
Dan dengan itu pula aku terkadang terbang untuk memantau manusia.
Terkadang aku melihat seorang nenek yang selalu duduk di kursi taman yang sering aku lewati, dia memakai baju dress sederhana berwarna hijau tua dengan hiasan bunga dan rambut beruban yang ia sanggul.
Apa dia sedang menunggu sesuatu dari tempat ini?
Selalu dan selalu, dia datang dan meletakkan buket bunga di dekat batu penghormatan dan kembali duduk di bangku taman itu.
Aku selalu penasaran.
Walaupun terkadang banyak orang lain yang datang dan meletakkan buket bunganya disana, namun tak sesering wanita tua itu.
Apa orang yang sangat berharga baginya disana?
Apa ia tak merasa kesepian saat duduk disana sendirian?
Aku tak mengerti dengan manusia.
Berhari-hari kemudian, wanita tua itu masih setia datang ke tempat itu. Aku yang selalu melihatnya membuatku penasaran tentang alasannya.
Aku berjalan kearahnya, jika manusia melihatku hanya sebagai laki-laki berumur 15 tahun dengan rambut hitam serta jaket dan sebuah celana bahan berwarna hitam pekat.
Aku terus mendekat hingga berada di depan sang wanita tua.
"Bolehkah aku duduk disini?" Ucapku.
"Tentu saja nak" jawab sang wanita itu ramah.
Angin berhembus perlahan. Semua terlihat damai dan tentram.
Hembusan yang sejuk, namun rasanya menyesakkan saat melihat ekspresi tenang dari sang wanita tua itu, seolah-olah ia sedang mengenang sesuatu yang menyedihkan didalam dirinya.
Entah apapun itu, perasaanku tak enak dari kemarin saat melihat dirinya.
"Kau tau nak? Dulu, disekitar lingkungan ini terjadi pemboman yang menewaskan lebih dari 3000 orang" suaranya terdengar lirih menghilangkan kesunyian, lalu ia menengadahkan wajahnya ke langit dengan tatapan sendu.
"Calon suami yang seharusnya akan menikah dengan diriku pada hari itu terkena dampaknya dan akhirnya ia meninggal."
"..." Aku hanya dapat mendengar suara sendu wanita itu. Air matanya terjatuh ketika bercerita.
"Dari dulu aku tak pernah percaya hingga melihatnya dengan mataku sendiri. Dan akhirnya semuanya menjadi jelas. Dia sudah mati dan meninggalkan diriku selamanya. Meskipun begitu aku selalu kembali kesini dan berharap untuk melihatnya sekali saja sebelum aku mati, tapi aku tau itu hanyalah keinginan egois dari seorang wanita tua ini"
Ah... Aku akhirnya paham alasan kenapa perasaanku tak enak saat melihatnya, aromanya...
Aroma kematian...
Aku menatap wajah yang terlihat sedikit bahagia saat menceritakan perasaannya yang selama ini ia pendam. Sangat menyedihkan...
Apa manusia serapuh ini?
Kenapa mereka menangisi sesuatu yang sudah pasti tak akan kembali?
Apa itu perasaan, aku tak pernah mengerti arti perasaan dari manusia...
Dari samping wajahnya terlihat sangat tenang dan damai meskipun terlihat basah akibat air matanya. Aku memberikan sapu tanganku padanya.
Mungkin aku akan mengabulkan keinginan sebelum mati darinya.
"Silahkan" Ucapku sambil menyerahkan sapu tangan biru tua milikku padanya.
"Ah, terima---" ucapannya terpotong saat ia memandang wajahku.
Aku merubah diriku sesuai wajah orang yang selalu ia ridukan dan sayangi. Suaminya. Dengan tinggi yang semampai, rambut coklat tua yang bersinar akibat cahaya matahari dan mata hitam serta wajah putih milik sang suami wanita tua itu.
"D-D-Dino..." ia meneteskan air matanya kembali. Ia berdiri dan memelukku dengan erat, tubuhnya yang renta terasa sangat ringan... dan rapuh...
"Maaf, karena meninggalkan dirimu sendiri disini" ucapku meniru suara suami sang wanita.
"Dino... Aku... Aku mencintai dirimu..."
"Aku tau itu..."
"Kumohon jangan pergi lagi..."
"Maaf... Maafkan aku Liona..."
"Dino..."
"Aku mencintaimu... Liona..."
Setelah itu cahayanya mulai bertaburan menyebar di langit sore itu, aku tak tau apa yang sebenarnya sedang kulakukan. Tapi rasanya sangat menyenangkan saat ada yang menyayangi kita.
Rasa hangat yang menjalar ke dadaku ini, sangat nyaman.
Meskipun itu tak ditujukan padaku, rasa itu sangat nyaman. Semarah apapun bila itu adalah untuk kebaikan maka olah hal itu menjadi kebaikan yang berguna bukan hanya untuk dunia tapi juga untuk diri sendiri.
Kurasa manusia memang makhluk yang penuh dengan misteri. Meskipun begitu aku tetap menyukai mereka.
***
Keesokan harinya, aku melihat sang wanita tua yang sudah tak lagi bernyawa duduk di bangku taman yang biasanya dengan senyuman yang sangat tenang. Meskipun waktunya di dunia fana ini telah berakhir, ia pasti akan bahagia di akhirat bersama suaminya itu.
Sungguh cinta yang sangat besar dan indah.
Aku semakin penasaran akan manusia, sekarang aku akan mencari orang yang akan menjelaskan hal-hal yang tak ku ketahui tentang manusia.
Sekaya dan sekuat apapun orangnya, mereka takkan bisa mengalahkan waktu.
Karena hanya waktu yang dapat membuat mereka sadar dan bersyukur mereka masih diberi kesempatan memperbaiki hidup mereka.
Sungguh manusia benar-benar menarik dan munafik.
●●●
Baru aja update... Aku udah nangis duluan pas nulis...
Ceritanya gak terlalu berbau kesedihan, ya kan?
Cuma kali ini sama beberapa yang laen.
Update semau Ryu...
Mungkin 1/2/3/4 minggu sekali.
Atau mungkin secepatnya saat kuota dan mood mencukupi.
Salam ShiroKuro92
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top