Part 6 - Dia sempurna

Freeclass. Yuhuuu, apa yang lebih menyenangkan dari itu?

SMA Panca Dharma seminggu penuh sebelum penerimaan rapor mengadakan freeclass. Berbagai perlombaan antar kelas diadakan sebagai media refreshing untuk warga sekolah.

Amanda sangat semangat walau dia tidak ditunjuk untuk mewakili apa pun. Warga kelas 11 IPS 4 tidak ingin cewek itu melakukan kegilaan. Seperti semester kemarin, Amanda membacakan puisi untuk Arsen. Dan tentu saja hal itu membuat mereka kalah dalam kategori puisi. Semester kemarinnya lagi, Amanda menyanyikan lagu untuk Arsen. Semua tentang Arsen.

"Kelapangan tarik tambang sekarang! Pertandingan berikutnya kelas kita main, lawan kelas tetangga." Ketua kelas 11 IPS 4 menginstruksikan anggotanya untuk bergegas ke area tarik tambak.

"Serius? Tarik tambang putra atau putri?" tanya Amanda antusias. Dia langsung berdiri dari duduknya di kursi taman pinggir lapangan.

"Putra."

"Asik! Ada Arsen dong!" Amanda berseru heboh sendiri. Dia berlari terlebih dahulu ke lapangan tarik tambang, meninggalkan rombongan kelasnya begitu saja.

"Ckckck," decak teman-teman satu kelas Amanda sambil geleng-geleng kepala. Antara kagum dan tidak melihat tingkah cewek itu.

Amanda dan teman-teman satu kelasnya berdiri di sisi lapangan kiri. Sementara kelas lawan berdiri di sisi kanan. Tim dari kelasnya sama sekali tidak menarik perhatian Amanda. Fokusnya tertuju pada tim lawan, ada Arsen di sana.

Kedua tim tampak bersiap-siap. Pertandingan dari cabang tarik tambang segera di mulai. Para pendukung mulai bersorak. Wasit juga mulai bersiap memberi aba-aba.

"IPS empat! IPS empat! IPS empat!" sorak teman-teman Amanda.

"Arsen! Arsen! Arsen!" Amanda lain sendiri. Sudahlah sorakannya paling kuat, dukung kelas tetangga pula. Teman-teman Amanda langsung melirik garang padanya.

"IPS empat, Manda. Bukan Arsen!" koreksi Lila.

Amanda nyengir. "IPS empat! IPS empat! Tapi aku juga dukung kamu, Arsen! Arsen! Arsen!" Dia bersorak.

"Terserah. Ter-se-rah," Lila menyerah untuk memperingati Amanda.

"Kedua tim sudah siap?" tanya si wasit. Kedua tim kompak mengangguk.

"Hitungan kesatu pengang tali tambang. Hitungan kedua angkat talinya. Lalu hitungan ketiga, tarik! Siap?! Satu! Dua! Tiga, tarik!"

"IPS empat! IPS empat!"

"IPS tiga! IPS tiga! IPS tiga!"

"Arsen! Arsen! Arsen!" Tolong jangan tanya suara teriakan siapa ini.

Suasana semakin riuh. Kedua kubu tidak ada yang mau mengalah. Saling tarik dan menarik. Dan pada akhirnya pertandingan dimenangkan oleh kubu Arsen pada ronde pertama. Di ronde kedua kelas Arsen juga unggul. Fix, pertandingan ini dimenangkan IPS 3.

"Huuuh, kalah. Basket kalah! Tarik tambang kalah! Volly juga kalah!" desah Lila kecewa.

"Arsen menang! Calon masa depan gue memang kece! Samperin, ah." Baru saja Amanda mulai melangkah, langkahnya langsung terhenti melihat kedatangan Laura. Dia mendesah sebal.

"Miris! Lo keduluan lagi sama si sekretaris OSIS." Lila ikut mengawasi gerak-gerik Arsen dan sang sekretaris. Kedua orang itu terlihat sibuk diskusi.

"Bukan keduluan! Gue sengaja biarin mereka berdua. Itu pasti masalah kerjaan. Meraka lagi bahas masalah pertandingan, secara 'kan Arsen panitia. Si kupret Laura juga panitia," jelas Amanda dengan nada yang dibuat sebiasa mungkin.

"Ngeles aja lu!" nyinyir Lila seraya meninggkan area tarik tambangan.

Amanda masih terpaku di tempatnya. Mata perempuan itu tidak lepas dari Arsen yang sibuk menjelaskan sesuatu pada Laura. "Kapan ya lo bakal cerita sebanyak itu sama gue?" tanya Amanda pada dirinya sendiri.

-o0o-

Hari penerimaan rapor telah tiba. Para juara kelas harap-harap cemas takut posisi mereka bergeser. Berhubung semester ini bukan kenaikan kelas, jadi para orangtua tidak turut diundang ke sekolah.

Para siswa berbaris menurut kelas masing-masing seraya menunggu pengumunan juara-juara kelas dan perlombaan semester. Amanda terlihat santai. Ayolah, Amanda sudah dapat menebak bahwa dia tidak akan jadi juara kelas. Dapat rangking bukan jadi yang terakhir saja sudah syukur.

"Untuk juara satu kelas 11 IPS 3 jatuh kepada siswa atas nama Arsen Pradana!" seru Pak Budi dari depan lapangan dengan pengeras suara.

Seisi sekolah bersorak ketika sang ketua OSIS maju ke depan. Amanda bertepuk tangan dengan heboh dari barisan kelasnya. Arsen dengan gagah berdiri diantara murid terbaik lainnya.

"Calon masa depan gue emang hebat. Makin cinta deh," Amanda berseru heboh.

Kemudian diumumkan juara  umum untuk kelas sebelas. Tolong beri tepuk tangan untuk Arsen, dia meraih peringkat pertama. Diikuti Laura yang mendapat peringkat kedua. Keduanya berdiri bersisihan, membuat warga sekolah memandang kagum pada Arsen dan Laura. Mereka serasi.

"Yang satu ganteng, yang satu cantik. Sama-sama pintar. Mereka terjebak zona ketua-sekretaris. Masih berharap lo masuk diantara mereka?" bisik Lila pada Amanda.

Amanda membuang napas kesal. Matanya tak lepas dari Arsen dan Laura. Haruskah Amanda akui bahwa mereka serasi?

"Memang kenapa kalau mereka sama-sama pintar? Sama cantik dan tampan? Gue juga cantik kok. Gue juga pintar," debat Amanda berapi-api.

"Semester kemarin lo rangking 28 dari 30 siswa, itu yang lo maksud pintar?" Bukan ingin merendahkan Amanda, Lila hanya ingin menyadarkan temannya itu. Menurutnya, Amanda sudah terlalu lama bermimpi.

"Mungkin aja rangking gue semester ini naik. Lo jangan ngeremehin gue dulu."

Lila mengangguk. "Kita liat aja nanti," tuturnya.

Tolong kita beri selamat untuk Amanda karena semester ini rangkingnya sungguh naik. Setelah pengumuman para juara, murid SMA Panca Dharma kembali ke kelas masing-masing untuk pembagian rapor. Dari angka-angka yang tertera di rapornya, Amanda meraih peringkat ke-27. Dengan rata-rata nilai hampir 8. Hampir.

Hei bukankah rangking 27 lebih baik dari 28?

"Liat, kan? Rangking gue naik," ujar Amanda dengan penuh rasa bangga selepas wali kelas meninggalkan ruangan mereka.

"Itu hanya satu angka, kawan! Lo tetap masuk 5 terbawah," ujar Lila frustasi.

Amanda cemberut. "Yang pentingkan naik."

"Lo punya mimpi tinggi. Lo berharap berjodoh sama Arsen yang super sempurna. Ayolah, lo harus sederajat sama dia supaya mimpi lo itu semakin dekat. Amanda, lo itu sama Arsen beda jauh. Dia langit --"

"Gue buminya, ya?" Amanda menebak kelanjutan perkataan Lila.

"Bukan! Dia langit. Dan lo hanya kaleng-kaleng karatan yang ada di pinggir jalan."

Ugh, itu perumpamaan yang jauh sekali. Arsen langit, sementara Amanda hanya kaleng-kaleng. Tentu saja mereka tidak akan pernah bersatu.

Amanda meletakkan kepalanya di atas meja. "Apa gue memang seburuk itu?"

"Bukan gue mau ngehina lo, Manda. Gue cuma mau lo sadar kalau semua perjuangan lo ini sia-sia. Stop, nyakitin diri lo sendiri," saran Lila.

"Gue nggak mau! Semester depan gue harus berjuang lebih keras lagi. Pokoknya Arsen harus jadi jodoh gue. Liat aja, semester depan gue bakal berdiri di sisi Arsen sebagai juara umum," tekad Amanda.

"Halu, halu," cibir Lila sambil geleng-geleng kepala. Amanda masih tidak menyerah ternyata. 

"Yuk pulang! Akhirnya kita libur!" Amanda beranjak. "Lo mau liburan ke mana?"

"Rencananya gue mau ke Bali sama keluarga."

"Ikut dong!"

"Nggak boleh! Lo makannya banyak, entar keluarga gue bangkrut gara-gara lo," tolak Lila dengan nada bercanda.

"Issh dasar pelit. Gue juga pergi liburan kali, ke London," ujar Amanda sambil mengangkat tinggi dagunya.

"Seriusan?! Ikuttt!" Lila terlihat antusias.

"Ke London dalam mimpi gue tapi."

"Sialan! Pergi aja lo sendiri," balas Lila jengkel. Seharusnya dia tidak pernah percaya kata-kata Amanda.

Tbc

Makasih udah mampir
awas typo 😍😘

Happy weekend semua 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top