Part 3 - Bucin

Amanda berdiri di ujung koridor kelas 12. Matanya tertuju pada sosok tampan yang duduk sendiri dengan buku di tangan. Si tampan itu terlihat serius. Amanda tidak yakin ingin menganggunya, namun demi Arsen tersayang akan Amanda lakukan.

"Permisi, Bang Arya," sapa Amanda. Dia melintas dengan gaya sopan. Yang dipanggil dengan nama Arya itu menoleh, lalu tersenyum seadanya pada Amanda.

Amanda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Respon Arya sangat minim, membuat Amanda segan untuk melanjutkan komunikasi. Dengan terpaksa Amanda tetap melanjutkan langkah kakinya melintasi Arya begitu saja sebelum menyampaikan maksud dan tujuan yang ada di hati Amanda.

Demi Arsen! Lo harus bisa ngajak Bang Arya buat makan siang bareng anak-anak OSIS. Amanda menyemangati dirinya sendiri. Dia putar balik dan kembali melintas di hadapan Arya.

"Misi, Bang Arya," sapa Amanda, lagi.

"Iya." Hanya seperti itu, Arya tidak menoleh. Melirik pun tidak. Dengan terpaksa Amanda tetap melangkah. Amanda grogi kalau dapat respon begini.

"Misi, Bang," ulang Amanda. Dia melintasi Arya untuk kelima kalinya. Tidak peduli apa tanggapan Arya tentang dia, Amanda hanya ingin Arya mengajaknya duduk kemudian mereka ngobrol agar Amanda bisa mengutarakan maksudnya.

Ini cowok satu nggak peka banget, sih! batin Amanda sebal. Menghadapi cowok sejenis Arya butuh tenaga dan kesabaran lebih.

Amanda kembali memutar tubuhnya untuk melintas di depan Arya. Amanda sengaja menghentakkan kaki agar Arya menaruh perhatian lebih akan kehadirannya. Namun lagi-lagi cowok itu cuek kayak bebek ompong.

"Woi!" Amanda berteriak di depan wajah Arya sangking kesalnya.

Berhasil! Akhirnya Amanda dapat menarik perhatian cowok itu. Arya menoleh dengan mata melotot.

"Hehehehe." Amanda memperlihatkan deretan giginya yang rapi sambil tersenyum konyol.

"Lo ada perlu sama gue?" tanya Arya seolah tidak ada yang salah dengan sikapnya yang cuek.

Amanda menghela napas sebal. Namun didetik berikutnya dia memelas di depan Arya. Dengan lagak sok akrab Amanda duduk di sisi kiri Arya, kemudian ia berujar dengan anda sedih, "Bang Arya, gue mau curhat."

"Eh?" Arya berujar bingung. Kenal juga enggak, main curhat aja.

"Gini lho, Bang. Gue kan lagi PDKT sama cowok. Tiap hari hari gue kasih perhatian sama dia. Di mana ada dia, gue usahain di satu ada gue. Tapi dia itu nyebelin banget minta ampun. Sok cuek. Sok ganteng. Sok cool. Pokoknya buat naik darah. Untung gue nggak sayang-sayang banget," curhat Amanda. Sementara Arya diam, tak memberi tanggapan.

"Ditambah lagi ada cewek nyebelin yang terusss aja nempelin dia. Kan aku cemburu jadinya," lanjut Amanda.

"Terus hubungannya sama gue apa?" tanya Arya.

Amanda menarik kedua ujung bibirnya menciptakan senyuman sejuta arti. "Bang Arya mau nggak makan siang atau nongkrong sama anak-anak OSIS angkatan aku? Sekalian ajak anak-anak OSIS tahun kemarin. Ini acara silaturahmi. Mau ya, Bang? Ayolah, gue mau bikin dia terkesan karena bisa bujuk Bang Arya buat ikut kumpul."

"Yang lagi lo deketin siapa? Anggota OSIS?"

"Ketua OSIS," jawab Amanda dengan bangga.

"Waw! Selera lo tinggi banget. Tapi maaf gue nggak bisa bantu. Gue sibuk!" tandas Arya. Dia kembali berkutat pada bukunya.

"Bang Arya, bantu sesama teman itu berpahala. Abang mau kan pahala? Biar masuk surga. Btw, di surga itu banyak bidadari-bidadari cantik lho. Kayak aku gitu," bujuk Amanda sambil mengibaskan rambutnya.

"Tabungan pahala gue udah banyak," sahut Arya cuek.

Amanda memutar otak mencari alasan yang lebih baik lagi. Dia tidak boleh gagal.

"Bang, gue ini orang teraniaya karena cinta. Jadi setiap orang teraniaya doanya pasti dikabulkan sama Tuhan. Abang mau gue doain yang enggak-enggak karena nggak mau makan siang sama anak-anak OSIS?" ancam Amanda.

"Jangan mau diperalat sama cinta, karena cinta itu adalah ikatan yang kuat dan perasaan yang hebat. Supaya lo bisa menilai mana yang benar-benar pantas untuk dicintai." Arya geleng-geleng kepala melihat perjuangan Amanda yang menurutnya tidak wajar. Ini nih, yang dinamakan bucin.

Perkataan Arya menyentil harga diri Amanda. Dia menunduk sedih. Tersinggung sudah pasti. Tapi tidak akan bisa mematahkan semangat Amamda.

Ya, hanya sebatas itu kesedihan Amanda. Lihat, di detik berikutnya ia kembali mengangkat kepala dengan tinggi sambil tersenyum kembar.

"Gue bakal ingat semua kata-kata, Bang Arya. Tapi tolong kali ini aja, Bang Arya mau ya makan bareng anak-anak OSIS? Ya?"

Arya menghela napas. Antara kasihan dan risih pada tingkah Amanda. Namun pada akhirnya laki-laki itu menggangguk. "Oke, gue mau. Nanti gue kabari Arsen."

Senyuman Amanda langsung terukir lebar. Ingin rasanya dia melompat kegirangan. "Makasih, Bang! Makasih banyak. Jangan lupa bilang sama Arsen kalau gue yang bujuk Bang Arya. Itu bagian terpentingnya. Jangan lupa ya, Bang!"

"Oh ya, nama lo siapa?"

"Amanda Maretsha," jawab Amanda penuh semangat.

_o0o_

Arsen berjalan memasuki sebuah kafe minimalis yang sudah di booking oleh anak-anak OSIS. Kafe yang didesain dengan gaya klasik itu cocok dijadikan tempat foto disetiap sudut. Instagramable kalau kata anak hits jaman sekarang.

Ada sepeda ontel yang dipajang di depan kafe dekat pintu. Sebuah perapian terdapat di sudut kafe dengan satu set kursi makan. Kafe yang menyajikan makan khas Indonesia itu memiliki tempat yang tidak begitu luas, namun tak juga sempit. Rombongan Arsen hampir mem-booking seperempat dari kafe. Mereka duduk saling berhadapan dengan meja berbentuk persegi panjang yang jadi pemisah.

"Maaf gue sedikit terlambat," gumam Arsen pelan. Dia mengambil posisi di antara teman-temannya.

"Kalau ketua telat siapa yang bisa marah? Tapi kalau anggota telat, itu baru yang namanya kurang ajar," sahut salah seorang anggota OSIS dengan nada bercanda. Beberapa diantara mereka tertawa.

"Makasih Bang Arya udah mau nyempatin waktu kumpul bareng kita," Arsen tersenyum ramah pada laki-laki yang duduk tepat di hadapannnya, Arya.

"Ini semua kerena Amanda," jawab Arya kalem.

"Jadi Amanda yang ngebujuk Abang buat ikut?" tanya Laura.

"Kurang lebih begitu," Arya menjawab sambil meminum air putih yang disediakan gratis oleh pihak kafe.

"Wah, Amanda benar-benar gigih. Maklum sih dia bisa bujuk Bang Arya, buat dapat cinta Arsen aja dia pantang menyerah," ujar salah satu anggota OSIS.

"Tapi kadang dia nggak tahu malu," celetuk yang lainnya.

"Benar, Amanda kadang juga bikin risih. Tingkahnya terlalu over," tambah yang lainnya lagi.

Laura tersenyum kecil. Tanpa perlu berbuat sesuatu, orang-orang disekitarnya sudah mewakili dirinya untuk menjatuhkan Amanda. Dengan kata lain Laura tidak perlu mengotori tangannya sendiri untuk menang dari Amanda. Ayolah, lagi pula mereka tidak satu level.

"Sebaiknya kalian jangan --"

Belum sempat Arsen menyelesaikan ucapannya suara cempreng terdengar mengudara. Suara itu khas, penuh nada kebahagiaan. "Hai, semua," pekik si pemilik suara yang tak lain adalah Amanda.

Udah gue duga! Dia pasti datang, batin mereka. Semua orang melirik malas secara terang-terangan pada Amanda

"Maaf gue telat. Ini gue bawain minuman buat kalian. Tadinya gue mau bawa makanan, tapi takutnya kafe ini ada peraturan dilarang bawa makanan dari luar jadi ya gue bawa minuman aja," oceh Amanda sambil menbagikan minuman botol rasa jeruk yang dibawanya.

Hampir tiga puluh botol lebih yang Amanda bawa. Ia tenteng sendiri, dan ia beli sendiri dengan uang hasil tabungannya. Semua demi Arsen.

"Makasih," ujar Arya ketika Amanda meletakkan botol minuman di depannya.

"Sama-sama, Bang," balas Amanda. Setelah membagikan minuman itu Amanda melirik sekitar, mencari kursi kosong yang mungkin bisa ia tempati.

"Nggak ada tempat kosong lagi?" tanyanya.

"Udah penuh!" sahut seorang cewek, Vivi namanya. Anak OSIS yang paling hits.

"Lo bisa duduk di sini, Manda. Biar gue ngambil kursi tambahan aja," tawar Irul. Kebetulan Irul ini teman satu kelas Amanda yang beruntung masuk OSIS. Laki-laki itu sangat tahu bagaimana perjuangan Amanda untuk mendapatkan perhatian Arsen. Itu perjuangan yang memprihatinkan.

Amanda menyambut baik tawaran Irul. Dia segera menduduki kursi itu. Kemudian Amanda menebarkan senyuman pada seluruh anggota OSIS, ada yang membalas senyuman Amanda dan aja juga yang terlihat cuek. Amanda tak ambil pusing tentang respon yang mereka berikan.

"Lo ngapain di sini?" Pertanyaan Laura terdengar memojokkan.

"Gue?" Amanda menunjuk dirinya sendiri. Dan dibalas Laura dengan anggukam.

"Gue yang minta Amanda buat datang." Arya terlebih dahulu angkat suara menjawab pertanyaan dari Laura. Walau pada kenyataannya Arya tak pernah mengundang Amanda untuk datang.

"Tapi, dia bukan anggota OSIS," debat Laura. Bibirnya tersenyum paksa menyembunyikan kekesalan atas pembelaan Arya.

"Terus apa salahnya? Dia bagian dari SMA Panca Dharma, jadi siapa pun berhak hadir di sini," Arya terlihat tenang membalas perkataan Laura. Berdebat dengan perempuan itu bukan hal sulit untuk seorang Arya.

Terdengar suara geraman kecil dari bibir Laura. "Tapi --"

"Biar adil kita kembalikan masalah ini ke ketua OSIS. Kalau kehadiran Amanda bukan suatu masalah, biar dia ikut kumpul sama kita. Tapi sebaliknya. Kalau ketua OSIS minta Amanda buat pergi, dia harus pergi," Arya menjelaskan. Matanya beralih pada Arsen, dia menatap sang ketua itu dengan penuh maksud.

Ekspresi Arsen tidak dapat dibaca oleh siapa pun. Arsen menatap semua rekan-rekannya dengan mata tak berminat. Wajah laki-laki itu tampak datar tanpa beban, membuat Amanda merasa was-was.

Laura tersenyum kecil. Dari ekspresi yang Arsen tunjukkan ia dapat menebak bahwa laki-laki itu akan menolak kehadiaran Amanda. Laura yakin seratus persen.

"Ayo, jawab Arsen!" tuntut Arya, ia juga penasaran.

Tbc

Makasih udah mampir

Gimana sama part ini??

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top