Part 28 - Hilang
"Gue cuma bisa suguhin mie instan buat lo." Amanda meletakkan semangkuk mie instan di hadapan Arsen. Hasil masakan Amanda sendiri.
Arsen menatap makan cepat saji tersebut dengan datar. Asap mengepul dari mangkuk mie instan, ada telur dadar yang menghiasi, dan cabe rawit bulat.
"Kita baru aja makan di kafe. Gue kira lo becanda bilang laper tadi. Dan gue kira lo keserupan beberapa menit yang lalu. Tingkah lo aneh," cerocos Amanda. Ditariknya kursi makan di hadapan Arsen untuk ia duduki.
"Gue nggak aneh," jawab Arsen sambil mengaduk mie miliknya. Ia tiup pelan sebelum memasukkan sendokan pertama.
Enak, komentar Arsen dalam hati.
"Gimana rasanya?" tanya Amanda.
"Biasa aja." Arsen si ahli berdusta.
"Harusnya gue nggak tanya," cibir Amanda. "Buruan habisin, setelah itu lo pulang sebelum ke malaman."
Bukan bermaksud mengusir. Hanya saja Amanda tahu Arsen pasti tidak nyaman ada di sampingnya. Hei tunggu dulu, sejak tadi perasaan Arsen yang mengekori Amanda? Jadi seharusnya Amanda yang merasa tidak nyaman.
Amanda memperhatikan Arsen dengan seksama. Selalu serius, saat makan atau belajar sekali pun ekspresi laki-laki itu sama saja.
"Lo lagi makan Arsen, bukan belajar atau ngerjain soal matematika. Ekspresi lo santai dikit bisa nggak, sih," omel Amanda.
Arsen mengurungkan niat untuk memakan sendokan kedua dari mie instan. Ia letakkan kembali sendok tersebut di atas mangkuk. Arsen tatap Amanda dengan pandangan tajam khas dirinya.
"Sorry, gue nyinggung perasaan lo," cicit Amanda kaku. Ekspresi Arsen membuat ia tak enak hati. Amanda menggaruk tengkuknya dengan gerakan kikuk.
Arsen terdiam beberapa detik. Dan tanpa di duga tiba-tiba laki-laki itu menarik ke dua sudut bibirnya ke atas.
"Apa seperti ini?" tanya Arsen sambil tersenyum kaku. Kedua sudut bibir Arsen sedikit berkedut-kedut kala tersenyum.
Mata Amanda membola seakan ingin keluar. Katakan ini bukan mimpi. Arsen tersenyum hanya karena perkataannya.
"Apa kurang lebar?" tanya Arsen seraya menarik ujung bibirnya lebih tinggi lagi.
Amanda terbengong. Masih shok.
"Kurang lebar?" Nah kali ini baru senyuman! Arsen tersenyum ala iklan pasta gigi. Deretan gigi Arsen yang rapi dan bersih ia perlihatkan.
Well, sangat tampan.
"Apa kurang lebar?" tanya Arsen kembali. Bibirnya kembali ia paksa tersenyum, ugh rasanya bibir Arsen seperti akan sobek.
"Sudah, sudah," lerai Amanda kaku. "Jangan senyum lagi!" pintah Amanda.
"Iya!" sahut Arsen cepat, kedua bibirnya kembali ia rapatkan.
Amanda berdehem canggung. Coba menghalau getaran di dadanya. Arsen jika tersenyum tampannya kelewatan. Sejak dulu tidak pernah berubah. Sementara itu Arsen kembali menikmati mie instan masakan Amanda dalam diam.
"Habis makan sebaiknya lo langsung pulang!"
Arsen mengunyah dengan cepat. Ia telan mie tersebut lalu berkata, "lo ngusir gue?"
"Pokoknya habis makan lo langsung pulang!" ulang Amanda.
Arsen berdecih. Menyuruhnya pulang? Hei, tidak semudah itu! Otak Arsen sudah menyiapkan seribu cara untuk berlama-lama di rumah Amanda.
Dia disuruh pulang jika mie instannya habis, kan? Maka Arsen akan memakan mie tersebut pelan-pelan, biji per biji, helai per helai agar ia lama pulang. Ternyata seorang Arsen yang sempurna bisa bertingkah konyol juga.
Arsen juga manusia!
"Kenapa makannya lama banget?" omel Amanda melihat cara makan Arsen yang tiba-tiba berubah tidak wajar. Lambat, macam siput.
"Hah?" respon Arsen sok bingung, namun tetap dengan ekspresi cool andalannya.
"Cara makan gue memang gini." Lalu Arsen menyuap satu helai mie ke dalam mulutnya dengan gerakan pelan, sangat pelan.
Amanda memutar bola matanya malas. "Sini biar gue suap. Modus aja lo biar bisa lama-lama di rumah gue."
"Apa terlihat sangat jelas kalau gue lagi modus?" Dengan polosnya Arsen bertanya.
"Iya, lo modus biar bisa makan gratis!" sahut Amanda sebal.
Ternyata Amanda tidak sepeka yang Arsen pikirkan!
_o0o_
Tiga hari berlalu sejak kejadian Arsen modus. Selama tiga hari juga Afgan hilang tanpa kabar. Dan tiga hari Amanda uring-uringan menunggu kabar dari Afgan. Pacar Amanda itu tidak masuk sekolah, tanpa keterangan.
Amanda menatap nanar ponsel yang ia letakkan di atas meja. Sejak bel istirahat berbunyi Amanda hanya melototi benda canggih tak bernapas tersebut. Berharap ada pesan masuk dari yang ia nantikan.
"Nggak usah segitunya juga kali natap HP-nya. Itu handphone nggak bakal tiba-tiba berubah jadi Afgan sakali pun lo tatap sampai besok pagi," omel Lila.
"Afgan di mana, sih?" tanya Amanda pelan. Terdengar jelas ada nada galau.
"Ya, mana gue tahu!" Lila menyahut.
Amanda memasang ekspresi senestapa mungkin agar kesan galau lebih memancar. "Kenapa dia nggak ngabarin gue?"
"Sibuk kali dia," Lila lagi yang menjawab.
"Apa mungkin Afgan diculik sama alien?" ujar Amanda ngawur.
"Mungkin dia lagi selingkuh sama alien yang ada di planet Mars," jawab Lila kembali.
"Nggak boleh! Afgan nggak boleh selingkuh! Dia pacar gue. Sok cantik banget sih tuh alien."
Lila melirik Amanda. Temannya benar-benar tidak tertolong lagi. Tidak galau saja otak Amanda sudah miring, apalagi sedang galau. Oh ayolah, mana mungkin Afgan selingkuh dengan alien.
"Lila," Amanda meranjuk pada Lila. "Gue galau. Masa baru satu minggu pacaran udah nggak dikabari gini."
"Positive thinking aja, Manda. Mungkin Afgan lagi sibuk."
Amanda menggeleng. Pertanda tidak setuju dengan pendapat Lila. "Gue rasa ada yang sedang Afgan sembunyikan. Dia nggak ada kabar sejak seseorang menghubunginya waktu kita kumpul di kafe."
Amanda sedih jika Afgan melakukan sesuatu yang dapat menyakiti. Amanda sudah terlanjur menaruh hati, lalu berharap lebih. Mungkinkah ini sebuah kesalahan? Amanda harap buka.
"Afgan selalu panik kalau gue tahu cewek itu ngehubungin dia," cerita Amanda.
"Lo tahu siapa orangnya?" tanya Lila.
"Luna. Cewek itu sering banget ngehubungin Afgan. Tapi Afgan nggak mau terbuka sama gue tentang siapa si Luna ini," jelas Amanda.
"Mungkin adiknya," tebak Lila.
"Nggak tahu, La. Gue belum tahu banyak soal Afgan. Mantan dia ada berapa, makanan kesukaan dia apa, gimana cerita kehidupannya di sekolah lama. Sedikit pun gue nggak tahu soal itu." Amanda merasa bodoh tidak pernah menanyakan hal-hal ini pada Afgan.
"Kata hati lo apa, Manda? Apa hati lo mengatakan Afgan orang baik? Atau sebaliknya? Percaya saja sama pendapat yang berasal dari lubuk hati lo," nasehat Lila.
Amanda menunduk. "Afgan orang baik. Tapi dia tertutup soal masa lalunya, terutama tentang Luna."
"Mungkin aja Luna mantan yang ingin Afgan lupakan. Lo tahu sendiri kan Afgan itu ganteng tingkat dewa. Si Luna ini pasti ngejar-ngejar Afgan minta balikan," Lila menerka-nerka.
"Apa betul?" tanya Amanda tak yakin. Terkadang otak fiksi Lila tidak bisa dipercaya.
"Atau mungkin Luna ini istri Afgan. Mereka nikah muda kayak cerita novel yang sering gue baca di wattpad." Lila tampak berpikir. Daya khayalnya mulai bermain, menciptakan cerita yang sangat drama.
"Ish, jangan buat gue makin galau deh," dumel Amanda.
"Makanya percaya aja kalau Afgan nggak akan berbuat yang macam-macam di sana. Nggak usah sok galau, deh! Galau nggak cocok sama lo," ujar Lila lugas.
"Apa sih yang diliat Ridho dari lo? Mulut lo tajam banget kayak nyinyiran nitijen," balas Amanda sambil berlalu pergi ke perpustakaan. Di sana ia akan membaca buku bersama kenangan dengan Afgan yang pernah mereka lalui di sana.
Tbc
Ayo tebak afgan pergi ke mana???
Makasih udah mampir ❤❤
.
.
.
.
Yang suka baca webcomics jangan lupa mampir ke ceritaku THE GREATEST DADDY
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top