Part 26 - Siapa dia?

"Aku ke kelas ya. Yang rajin belajarnya. Ingat, kita harus jadi juara umum semester ini biar jadi pasangan fenomenal se-SMA Panca Dharma," seloroh Afgan.

Sudah tiga hari hubungan mereka berjalan. Semua tampak sehat dan baik-baik saja. Afgan selalu perhatian pada Amanda, begitu juga sebaliknya. Walau sudah pacaran namun keduanya masih suka  bertingkah konyol di hadapan masing-masing.

"Gue ke kelas duluan kalau gitu," pamit Amanda. Mereka berpisah di koridor.

Amanda berjalan memasuki kelas dan menuju kursinya. Saat melewati meja Retno ia menyempatkan diri melirik sejenak. Sejak kejadian pencurian itu Retno tidak pernah masuk sekolah. Amanda akui dia sedikit kehilangan, tidak ada Retno yang mengomeli dirinya saat tidak piket.

"Woi, PJ buat gue masih belum lo bayar," todong Lila.

Amanda menduduk diri di kursinya. "Minta sama Afgan."

"Teman gue kan elo, bukan Afgan. Pokoknya gue nggak mau tahu PJ bagian gue harus makanan mahal. Oh iya, Manda, kita double date yuk?" ajak Lila antusias.

Amanda hampir saja tersedak air liurnya sendiri mendengar perkataan Lila. Double date? Amanda sudah pasti dengan Afgan, terus Lila sama siapa? Bukan merendahkan Lila, tapikan Lila itu jomblo. Dia mau nge-date sama siapa coba? Sama orang-orangan sawah?

"Gue pergi pacaran sah-sah saja karena gue punya cowok. Lah, elo? Jangankan pacar, gebetan aja nggak punya," ejek Amanda.

Lila mendelik kesal. "Asal lo tahu, Ridho ngajak gue jalan nanti siang sehabis pulang sekolah. Belum jadian sih, tapi dia kayaknya cinta mati sama gue."

"PD gila," cibir Amanda. "Yuklah, kita double date. Lumayan entar gue dapat traktiran dari Afgan. Makan gratis," Amanda mengelus-elus perutnya.

"Ya ampun, nggak tahu diri banget. Pacar sendiri diporotin. Gue heran kenapa Afgan mau sama lo. Apa coba yang dilihat Afgan dari lo?" Lila geleng-geleng kepala.

"Jomblo tolong diam aja ya!" Amanda balas mengejek.

"Entar kalau gue jadian sama Ridho ginjal lo jangan sampai terkejut," jawab Lila sebal.

Saat Amanda dan Lila berdebat akan sesuatu yang tidak jelas, Sarah datang menghampiri. Membuat Amanda dan Lila langsung terdiam, keduanya memasang wajah sok cantik agar tidak kalah cantik dari Sarah.

"Ada apa, Sarah?" tanya Lila pada Sarah yang berdiri di sisi mejanya.

"Gue dengar kalian mau pergi main pulang sekolah nanti," ujar Sarah kalem.

Amanda dan Lila saling melirik. Apa suara mereka sangat toa sampai Sarah dapat mendengar pembicaraan mereka yang tidak ada faedahnya sama-sekali?

"I-iya," jawab Lila. "Lo mau ikut?" ceplos Lila. Sontak Amanda langsung melotot mendengarnya

Sarah mengangguk semangat. "Iya! Gue sama Arsen boleh ikut, kan?"

Amanda dan Lila saling melirik kembali. Seolah sedang berdiskusi.

Bagaimana? tanya Lila melalui sorot mata.

Apanya yang bagaimana? Amanda balas bertanya.

Lah si dodol, dia malah balik nanya, batin Lila.

"Boleh, kan?" tanya Sarah sekali lagi.

"Boleh, iya boleh," jawab Lila sambil terkekeh. Nada suara Lila terdengar tak yakin. Sementara Amanda hanya mendesah pasrah.

Terserah saja lah!

-o0o-

Double date, ralat! Lebih tepatnya triple date yang dilakukan oleh tiga pasangan ini terealisasikan di sebuah kafe kekinian yang tidak romantis sama sekali. Kafe yang mereka kunjungi lebih didominasi kesan gaul daripada romantis.

"Silahkan, mau pesan apa?" tanya si waiter seraya memberikan buku menu.

Amanda yang duduk di sisi Afgan langsung merebut buku menu tersebut. Makan gratis, pikirnya.

Sementara di hadapan Amanda-Afgan ada pasangan Sarah dan Arsen yang duduk bersebelahan. Lalu Lila duduk di sudut kiri, dan Ridho duduk di sudut kanan. Pasangan Lila-Ridho seperti tetua dilihat dari tempat mereka duduk.

"Gue mau pesan mie goreng rasa yang dulu pernah ada," Amanda membaca buku menu.

"Lah, emang ada? Baru tahu gue," ujar Amanda pada dirinya sendiri.

Afgan tertawa gemas. "Mie tiaw rasa pacar baru, coba deh kamu pesan." Tunjuk Afgan pada buku menu yang dipegang Amanda.

Arsen melirik kebersamaan pasangan yang ada di depannya. Sudah Arsen tebak, acara ini pasti hanya akan membuat mood-nya rusak. Kalau bukan karena Sarah yang memaksa Arsen tidak akan mau ikut.

"Aku pesan nasi goreng gebetan jadi pacar, satu. Terus  jus jeruk Bali rasa bule, satu," Lila menentukannya pilihannya. Kedua menu tersebut  menggambarkan isi hati Lila, sekaligus kode pada Ridho.

"Saya di samakan sama Lila," sahut Ridho. Kemudian ia melirik pada Lila, lalu keduanya saling melempar senyum.

"Saya pesan ramen pedas membakar hati. Sama jus buah naga dari kebun setan," sela Arsen dengan nada kasar, sedikit membentak. Membuat seluruh perhatian langsung tertuju padanya.

Nih, anak ketahuan banget lagi galau, dumel Sarah dalam hati.

"Serem banget muka lo, Arsen," ujar Afgan dengan hati-hati.

Sarah tertawa renyeh. Coba memecahkan kecanggungan yang diciptakan oleh Arsen. "Nama menu di sini aneh-aneh ya."

Setelah semua telah memesan makanan masing-masing, mereka mengobrol biasa. Suasana sedikit canggung. Canda yang mereka lemparkan hanya sekedar basa-basi.

Sebenarnya suasana bisa saja mencair dengan mudah. Namun muka bete sekaligus datar milik Arsen membuat acara ini terkesan mistis. Ayolah, ekspresi yang Arsen tunjukkan itu sangat horror.

"Hari ini gue yang traktir," Afgan membuka topik pembahasan baru.

"Serius?!" seru Amanda semangat dan suara kuat. Makanan gratis kembali berputar-putar dalam benaknya.

"Iya dong, ini PJ kita," jawab Afgan.

"Makan gratis," balas Amanda sambil senyum-senyum tidak jelas. Dan dibalas Afgan dengan tawa renyah, ia merasa gemas akan tingkah Amanda.

"Gue merasa jadi obat nyamuk di sini," sela Lila.

"Gue justru merasa serem di samping Arsen. Senyum dikit dong," suruh Sarah. Namun tidak ditanggapi Arsen.

"Arsen mah memang gitu orangnya. Datar," tanpa sadar Amanda angkat bicara. Tidak terencana sama sekali, itu kalimat refleks. Kini Amanda yang menjadi objek tatap semua orang.

Ah, gue salah ngomong, batin Amanda.

"Lo masih inget aja soal Arsen, Manda," kata Ridho.

"Hei, itu hal biasa. Siapa coba yang nggak tahu kalo Arsen itu orang yang datar, iya kan? Hahaha, bahkan lalat juga tau," ralat Sarah dengan cepat. Tidak lupa Sarah tertawa canggung untuk mencairkan suasana.

"Hahahaha, iya betul. Betul. Arsen memang datar," Lila mendukung.

"Hahahaha, iya, iya," kemudian semua orang ikut tertawa canggung. Kecuali Arsen yang tetap diam dan tak berekspresi. Hei, tidak ada yang lucu di sini menurutnya.

Lalu hening. Tidak ada lagi yang membuka obrolan. Masing-masing mereka tampak kaku dan merasa tak nyaman. Mereka sibuk menerka-nerka apa yang dipikirkan satu sama lain.

Keheningan itu dipecahkan oleh getar ponsel milik Afgan. Ponsel yang terletak di atas meja kafe menyalah, ada telepon masuk.

Amanda melirik ke arah ponsel Afgan, ada nama Luna terterah pada layar benda  canggih tersebut.

"Kenapa nggak diangkat?" tanya Amanda.

"Nggak penting," jawab Afgan, ia enggan untuk bertatap mata secara langsung dengan Amanda.

"Angkat aja. Mungkin penting." Amanda coba berbesar hati akan sikap Afgan yang tertutup mengenai siapa Luna.

"Nggak --"

"Gue bilang angkat!" tegas Amanda.

Afgan mengalah. Tidak ingin memperpanjang perdebatan segera ia jawab panggilan telepon itu. Amanda dan yang lain tampak mengawasi.

"Halo?" ujar Afgan tenang. Namun tidak sampai lima detik wajah Afgan berubah panik. Afgan bangkit diri duduknya dengan gerakan kasar, suara decitan kursi terdengar.

"Apa?" pekik Afgan.

Kening Amanda tampak berkerut pertanda ia sedang berpikir. Apa yang dikatakan si penelpon hingga Afgan panik begitu? Amanda penasaran.

"Tunggu aku di sana!" Afgan akhirnya mematikan telepon tersebut.

"Ada apa?" tanya Amanda.

"Maaf, gue harus pergi sekarang. Ada urusan mendadak. Gue titip Amanda," ujar Afgan buru-buru. Ia sandang tas ranselnya, kemudian mengeluarkan kunci motor dari saku celana abu-abunya.

"Amanda, maaf aku nggak bisa anter kamu pulang. Nanti aku hubungi lagi ya," pamit Afgan secara khusus pada Amanda. Ia usap bahu cewek itu sekilas, lalu pergi begitu saja.

"Tapi --" belum selesai Amanda berkata-kata Afgan sudah pergi. Perasaan Amanda menjadi tidak tenang, gelagat Afgan seperti menyembunyikan sesuatu.

"Afgan kenapa, sih?!" tanya Lila heran.

Amanda mengangkat bahu pertanda tidak tahu. Sebagai seorang pacar Amanda merasa sedih akan ketidak terbukaan Afgan.

Tbc

Hayooo tebak Luna itu siapa Afgan????

Makasih udah mampir ya 😚😚
.
.
.
Gk bosen2 ngingetin, yang suka baca webcomics mampir ke ceritaku THE GREATEST DADDY

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top