Part 22 - Melepaskan

Kata Sarah, ini saatnya Arsen berjuang. Kata Sarah, Arsen harus segera meluruskan kesalah pahaman antara ia dan Amanda. Dan kata Sarah, Arsen harus segera mengatakan rasa sayangnya jika tidak ingin kehilangan Amanda.

Karena kata-kata Sarah itu lah sekarang Arsen berdiri di depan pintu kelas Amanda. Di tangan kanannya ada coklat sebagai bekal yang akan ia hadiahkan pada Amanda. Coklat itu diberikan Sarah saat di parkiran.

Lakukan sebelum lo kehilangan Amanda, batin Arsen. Ia coba meyakinkan dirinya sendiri.

"Arsen?" Afgan tiba-tiba keluar dari dalam kelas Amanda.

Arsen tersenyum kaku. "Gue kira lo ada di kelas kita."

"Dari parkiran gue langsung ke sini. Oh iya, gue sama Amanda mau ke kantin. Lo mau gabung?" tawar Afgan.

"Amanda ada mana?" Arsen balas bertanya.

Tak berapa lama Amanda keluar dari dalam kelas. Wajah Amanda tampak terkejut melihat keberadaan Arsen, namun ekspresi terkejut itu hanya bertahan selama beberapa detik. Amanda menatap dingin pada Arsen.

"Jadi ke kantinnya?" tanya Amanda pada Afgan

"Jadi, kok," jawab Afgan. "Arsen, lo mau ikut?"

Arsen diam tak berniat untuk menjawab. Hatinya sedang bergelut dengan perasaan dan pemikirannya sendiri.

"Oh iya, Arsen, gue mau kasih tau sama lo kalau sekarang gue sama Amanda pacaran. Dan selamat, lo orang pertama yang kami beri tau kabar bahagia ini."

Refleks Arsen menarik satu ujung bibirnya mendengar pernyataan Afgan, ia tersenyum miris. Pelan-pelan Arsen menggerakkan tangan kanannya ke belakang punggunya, Arsen sembunyikan coklat yang ia bawa. Sudah terlambat, pikir Arsen.

"Selamat buat kalian. Itu kabar bagus," ujar Arsen dengan nada dingin. "Gue ke kelas duluan," pamitnya.

Langkah Arsen bergerak penuh percaya diri. Terlihat dingin seolah tidak terjadi apa-apa. Orang-orang tidak akan mengira bahwa hatinya sedang patah.

"Amanda," panggil Afgan selepas kepergian Arsen. "Kamu nggak marah kalau aku bilang ke Arsen kita pacaran?"

Amanda menggeleng. "Santai saja. Justru gue mau berterima kasih sama  lo. Makasih sudah menyelamatkan harga diri gue di depan Arsen."

_o0o_

"Nih, coklatnya aku kembalikan," ujar Arsen dengan tangan terulur memberikan sebatang coklat merek ternama pada Sarah. Arsen langsung menghampiri Sarah ke kelas 11 IPS 4.

Sarah yang sibuk bermain ponsel mengalihkan fokusnya pada Arsen. Di tatapnya sang sepupu dengan pandangan penuh tanya.

"Aku minta kamu buat kasih coklat itu ke Amanda. Kenapa dikembalikan lagi?" tanya Sarah.

Arsen mendengus. Ia daratkan bokongnya di kursi kosong yang biasa di duduki teman satu meja Sarah. Ekspresi dingin yang selalu tertanam di wajah Arsen tampak kusut.

"Dia udah pacaran sama Afgan," jawab Arsen datar.

"Nah, ini yang aku takutkan. Amanda diambil sama cowok lain. Kamu itu kok lelet banget sih dalam urusan hati. Aku kan udah kasih saran sama kamu sejak dulu untuk maju ngedekatin Amanda. Kebanyakan gengsi, sih!" omel Sarah.

Arsen tidak dapat membantah. Semua itu benar! Dia memang payah. Untuk menunjukkan rasa ketertarikannya saja Arsen tidak mampu.

Kali ini Sarah yang mendengus, ia merasa iba dengan kegalauan hati Arsen. Apa kata-katanya tadi terlalu kasar?

"Udah, udah." Sarah mengusap bahu Arsen. "Kalau jodoh nggak bakal kemana, kok."

Sementara Lila memperhatikan gerak-gerik Sarah dan Arsen dari kursinya. Interaksi keduanya  terlihat intim di mata Lila. Memang Lila tidak dapat mendengar pembicaraan di antara mereka. Tapi satu yang pasti, Arsen memberikan coklat pada Sarah.

Hingga bel masuk pertanda jam perlajaran pertama akan segera  dimulai berbunyi. Lila masih mengawasi keduanya hingga Arsen pamit pergi. Tak berapa lama Amanda akhirnya datang dari kantin. Tanpa menunggu detik-detik berikutnya Lila langsung mengadu pada Amanda tentang apa yang ia lihat.

"Mereka mesra banget," Lila menutup ceritanya.

Amanda mengusap wajahnya, kemudian ia tersenyum miris. "Mungkin gue memang nggak jodoh sama Arsen."

"Bukan mungkin lagi, tapi memang pasti nggak jodoh," koreksi Lila. Tajam sekali kata-katanya.

Bibir Amanda cemberut. Lalu ia  merogoh tas ranselnya, Amanda mengeluarkan selembar kertas yang selalu ia simpan dengan baik. Kertas  berisi keinganan Amanda yang ia tulis beberapa waktu lalu.

Keinginan ter-update
1. Jadi pacar Arsen
2. Jadi pasar Arsen
3. Jadi pacar Arsen
4. Jadi juara umum kelas IPS

Amanda membaca ulang tulisannya itu. Dan untuk pertama kali ia sadar bahwa dirinya adalah bucin Arsen. Amanda akui ia adalah manusia yang diperbudak oleh cinta Arsen.

"Gue bakal lupain Arsen," cetusnya sambil meremas kertas itu hingga berbentuk bola.

"Gue dukung seratus persen," sorak Lila menyemangati.

"Arsen cuma remah-remah rengginang dalam hidup gue. Dia  bagai setitik debu yang  tidak terlihat. Arsen kampret! Dasar, tai onta!" sambung Amanda.

"Gue setuju," Lila semakin semangat mendukung pendapat Amanda.

"Ayo kita gebet cowok lain yang lebih tampan dari Arsen! Eh, tunggu dulu. Gue masih punya Afgan kok," ujar Amanda dengan enteng. Walau dalam hati ia sedang bergolak dengan perasaannya sendiri. Ini tidak akan mudah, Amanda tahu itu.

"Gue ada di belakang lo setiap kali lo butuh bantuan. Oh iya, Manda, berarti lo udah nggak ada hubungan lagi dong sama Arsen dan Sarah?" tanya Lila.

Amanda menggeleng kuat. "Nggak ada," jawabnya.

"Berarti gue boleh dong berteman sama Sarah kalau gitu?"

Pertanyaan bodoh Lila membuat Amanda melotot garang. Amanda tatap temannya itu dengan mata tajam, setajam silet.

"Berani lo berteman sama Sarah, retak ginjal kau!"

"Ugh, ngeri," cicit Lila.

_o0o_

Walau tobat untuk mendekati Arsen, bukan berarti keinginannya untuk menjadi juara umum akan surut. Jika sebelumnya Amanda ingin menjadi juara umum karena Arsen, maka sekarang akan Amanda lakukan karena memang ingin dari dirinya sendiri.

Amanda keluar dari kelasnya menuju kelas tetangga berniat untuk memanggil Afgan. Saat berada di pintu depan kelas, Amanda  melihat Afgan berdiri di koridor dan berbincang dengan seorang murid perempuan. Dengan langkah pelan Amanda datang menghampiri.

"Ini buat Bang Afgan," ujar si murid perempuan seraya menyodorkan bontot makanan.

Afgan menatap senang bontot tersebut. Diterimanya dengan suka cita. "Wah, makasih! Ini apa?"

"Nasi goreng, Bang. Aku yang buat sendiri," jawab si murid perempuan.

"Nanti pasti aku makan. Sering-sering, ya," canda Afgan.

"Hmmm, Bang Afgan, sudah punya pacar?"

Satu bibir Amanda tertarik ke atas mendengar perbincangan dua orang itu. Dia gelang-geleng tak tak percaya atas apa yang dilihat dan dengarnya. Mata Amanda menilai si murid perempuan dari ujung kaki hingga kepala.

Amanda tebak murid perempuan itu adalah adik kelas. Cukup cantik, maksudnya lumayan cantik. Oke, Amanda akui adik kelas itu sangat cantik.

Adik kelas itu memakai banda pink, jam tangan pink, dan seragam sekolah yang rapi sesuai aturan sekolah. Tipe anak baik-baik yang mampu membuat abang kelas jatuh cinta.

Amanda beralih melihat penampilannya, menilai dirinya sendiri. Dia bandingkan dengan gaya si adik kelas, beda jauh cuy. Haah, Amanda urakan. Sudahlah! Amanda  memang tidak ada bagus-bagusnya.

"Ehem!" Amanda berdehem kuat untuk menarik perhatian Afgan dan si adik kelas.

"Amanda," sapa Afgan girang.

"Bang Afgan, lagi apa sama dia?" tanya Amanda menirukan nada si adik kelas. Jika adik kelas itu terdengar imut, maka Amanda terdengar amit-amit.

Afgan tersenyum aneh kala Amanda menyebut kata Bang Afgan.

"Bang Afgan," rajuk Amanda sok imut.

"Dia siapa, Bang?" Adik kelas itu menyela.

Siapa?

Amanda mendelik sebal. Maksudnya adik kelas ini tidak mengenal Amanda? Hei, Amanda sangat terkenal di SMA Panca Dharma ini, ia bintang sekolah. Bahkan lalat di sini saja tahu namanya.

"Kamu nggak kenal Kakak, Dek?" tanya Amanda.

Si adik kelas  menggeleng.

"Amanda Maretsha. Pernah dengar?"

Adik kelas itu kembali menggeleng. "Nggak pernah."

Bibir Amanda hampir saja jatuh. Masa tidak kenal? Amanda itu terkenal, woi! Sangat!

"Hahaha, sudah-sudah," sela Afgan. "Ika, kenalkan ini Kak Amanda. Dia calon pacar saya." Dengan santai Afgan mengenal Amanda pada adik kelas yang ternyata bernama Ika.

"Aduh iya, iya. Maaf aku nggak tahu kalau Bang Afgan udah punya calon. Aku nggak ada maksud apa-apa," sesal Ika.

"Jangan dekatin Bang Afgan lagi ya, Dek. Dia punya Kakak." Perkataan Amanda sukses membuat Afgan berbunga-bunga.

"Iya, Kak. Sekali lagi maaf. Saya permisi kalau begitu. Bontotnya di makan berdua ya, Kak." Kemudian Ika berlalu pergi.

"Kenapa senyum-senyum?!" tanya Amanda galak. Afgan senyum-senyum tidak jelas.

"Nggak apa-apa. Lagi senang aja," jawab Afgan. Senyumannya semakin lebar.

"Ish," balas Amanda sebal.

"Kamu cemburu, ya?" tanya Afgan sambil memainkan alisnya

"Sedikit!" seru Amanda seraya berlalu pergi menuju perpustakaan terlebih dahulu. Jawaban itu membuat Afgan memekik senang.

Tbc

Makasih udah mampir 😙

Selamat malam minggu mblo 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top