Part 20 - Afgan

Boleh Afgan katakan kalau dia menyukai Amanda? Sejak pertemuan mereka pertama kali perempuan itu sudah mampu menarik hatinya.

Afgan bukan orang bodoh yang tidak tahu arti rasa nyaman yang ia rasakan saat berada di sisi Amanda. Dia pernah mencintai dan pernah berjuang sebelumnya. Sebab ini bukan pertama kali bagi Afgan. Ya, debaran yang sama namun untuk orang yang berbeda.

Amanda perempuan yang tangguh menurut Afgan. Mampu menyembunyikan kesedihan dibalik senyuman palsu. Amanda terlalu pandai berpura-pura bahagia. Amanda ahli bersandiwara.

Afgan terkadang heran pada Amanda. Dia perempuan yang suka bicara seenaknya dan berbuat sesukanya. Jika Amanda tidak mampu menyembunyikan isi hati, lalu mengapa perempuan itu sangat ahli menyembunyikan kesedihan?

"Udah jangan nangis lagi," suruh Afgan.

Ada satu hal yang tidak Afgan suka dari Amanda. Cinta, cinta buta yang Amanda miliki untuk Arsen. Sungguh, Afgan benci.

Saat ini mereka ada di taman belakang sekolah. Jam istirahat belum di mulai. Tadinya Afgan izin ke toilet, selepas dari toilet ia melihat Amanda berdiri di depan UKS dengan wajah sedih. Well, Amanda sedih karena Arsen ternyata.

"Udah jangan ditangisi," ujar Afgan lagi. Sedikit kesal karena Amanda menangisi laki-laki lain.

"Arsen pasti benci banget sama gue karena kejadian tadi," isak Amanda.

Afgan tersenyum sinis. "Sebelum kejadian tadi, apa lo pikir Arsen pernah nggak benci sama lo?"

Sontak Amanda terdiam. Kenapa perkataan Afgan terdengar menyakitkan begini?

"Lo harusnya tenangin gue, bukannya ngehina," sahut Amanda sebal. Ia bersihkan sisa air matanya dengan kasar.

"Maaf kalau lo tersingung. Seperti lo yang nggak suka gue berteman sama Sarah, sepeti itu pula gue nggak suka liat lo sedih karena Arsen. Gue peduli sama lo Amanda," jelas Afgan.

Amanda tersentuh. "Lo baik banget sama gue."

"Arsen memang teman gue, tapi bukan berarti setiap tindakannya yang salah akan selalu gue benarkan. Kalau menurut gue salah, ya salah."

Kemudian hening sejenak. Suara dedaunan yang tertiup angin terdengar. Sampai akhirnya Afgan memecahkan keheningan dengan pertanyaan yang membuat mata Amanda membola.

"Kalau gue bilang berhenti suka sama Arsen, apa lo mau?"

"Kenapa gue harus berhenti suka sama Arsen?!" tanya Amanda dengan nada tajam. Dia sedikit tersinggung. "Apa karena gue nggak pantas? Apa karena gue bodoh? Apa karena gue rangking bawah di kelas? Kenapa gue harus berhenti suka sama dia?! Gue nggak mau!"

Amanda kesal. Kenapa semua orang selalu memintanya untuk berhenti menyukai Arsen? Kemarin Lila. Sekarang Afgan.

Apa Amanda sebegitu tidak pantas?

"Gue pikir lo beda. Ternyata lo sama aja seperti orang-orang! Lo memandang gue rendah," amuk Amanda. Dia bangun dari duduknya.

Kaki Amanda pergi melangkah. Menghentak dan mengumpat. Amanda benci dunia ini! Kenapa harus ada batasan dalam hidup manusia?! Kenapa harus ada pantas dan tidak pantas?

"Amanda!" panggilan Afgan mampu mengentikan langkah Amanda yang baru bergerak sebanyak tujuh kali.

"Bukan karena itu gue minta lo menjauh dari Arsen. Gue minta lo menjauh dari Arsen untuk diri gue sendiri," ujar Afgan dengan lugas.

Amanda membalik tubuhnya hingga ia dapat melihat Afgan yang kini berdiri dengan penuh percaya diri. Ada kilatan dan kobaran perasaan dalam mata Afgan yang tak dapat Amanda artikan.

"Gue suka sama lo!"

"Hah?!" Amanda membatu. Dan jantungnya berdebar hebat. Terasa panas di sekitar pipi Amanda hingga leher. Amanda merona.

_o0o_

Afgan suka sama gue?

Gue?

Sama gue?

Ah, masa?

Amanda  berguling-guling di atas ranjang. Berbalik ke kiri dan ke kanan. Terkadang Amanda menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, kemudian ia buka kembali.

Jarum jam menunjuk ke angka 11, namun Amanda tidak kunjung terlelap. Padahal ia sudah naik ranjang sejak pukul setengah 10 tadi. Ini semua karena Afgan. Pengakuan laki-laki itu mengacaukan ritme kehidupan Amanda.

Amanda sama sekali tidak membari respon pada Afgan siang tadi. Afgan mengatakan suka, kemudian Amanda jawab dengan hah?. Lalu Amanda kabur begitu saja.

Amanda coba meraih alam bawah sadarnya. Namun gagal.

Afgan suka gue, batin Amanda.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka 12 malam.

Serius Afgan suka sama gue?

Dan Amanda masih belum terlelap. Malam semakin dalam. Amanda berbaring terlentang. Di tatapnya langit-langit kamar.

Afgan suka sama gue?

Serius? Amanda kembali membatin.

Seperti itu seterusnya hingga pagi menjelang. Bagus, karena pengakuan suka dari Afgan sukses membuat Amanda begadang semalaman. Hanya dengan satu kalimat mampu membuat Amanda larut.

"Amanda, mata panda lo ketara banget? Lo habis ngapain semalaman?" tanya Lila ketika Amanda baru saja tiba di kelas pagi ini.

Amanda meletakkan tas ransel miliknya di atas kursi. Lalu ia daratkan bokongnya di atas kursi yang sama juga.

"Gue galauuu," dumel Amanda.

"Kenapa?" tanya Lila.

"Ini semua gara-gara Afgan," jawabnya dengan nada frustasi. "Masa dia bilang suka sama gue," lanjut Amanda.

"Apa?!" Lila memekik terkejut. "A-A-Afgan suka sama lo? Nggak mungkin! Mustahil! Matanya pasti katarak!"

Amanda melotot pada Lila. "Lo ngehina gue?!"

Lila  nyengir. "Bukan gitu maksud gue. Tapi wajar  sih dia suka sama lo, benih-benih cinta itu pasti muncul saat kalian bersama-sama. Secara lo sama dia udah kayak perangko. Ke mana-mana bareng."

"Terus Arsen gimana?"

Lila mendengus mendengar pertanyaan  bodoh Amanda. "Ngapain lo mikirin Arsen? Apa hubungannya coba sama Arsen?"

Iya juga, ya? Hubungannya sama Arsen apa?

"Arsen calon masa depan gue," cicit Amanda pelan.

"Arsen pacarnya Sarah! Itu fakta yang harus lo terima!"

Perkataan lugas dari Lila menampar hati Amanda. Ugh, itu fakta yang menyakitkan.

"Amanda!" suara Afgan terdengar.

Deg!

Aduh, belum apa-apa jantung Amanda langsung gemetar. Padahal Afgan baru bilang suka, bagaimana jika nanti Afgan meminta Amanda untuk jadi pacarnya? Bisa putus jantung Amanda karena deg-degan.

Hei, jadi seperti ini rasanya dicintai? Ternyata menyenangkan. Selama ini hanya Amanda yang mencintai.

"Afgan nyariin lo tuh," ujar Lila sambil menunjuk Afgan yang berdiri di ambang pintu dengan gerakan mata.

"Ya ampun, gue deg-degan." Amanda menggigit jari-jarinya. Afgan berjalan menghampiri.

Cahaya matahari pagi menembus kaca jendela kelas dan menerpa Afgan. Angin yang berhembus membelai jambul Afgan yang ditata dengan keren. Afgan melewati gang di antara kursi bagai seorang model yang berjalan di acara fashion show.

Kok ganteng, ya? Amanda berujar bodoh dalam hati. Oh ayolah, kemana saja Amanda? Kenapa baru menyadari kalau Afgan itu ganteng?

"Manda, gue jemput lo ke rumah tadi. Tapi kata Bu Asih lo udah berangkat ke sekolah. Apa lo mau ngehindar dari gue lagi? Apa ini ada  hubungannya dengan perkataan gue di taman?"

Amanda tidak dapat mencerna perkataan Afgan, seolah telinganya tuli. Amanda justru fokus pada bibir Afgan yang bergerak-gerak ketika berbicara. Kok seksi, ya?

Eih!

"Manda!" Lila menyenggol lengan Amanda.

"Eh?" Amanda langsung tersadar.

"Lo ditanyain Afgan tuh, malah bengong." Lila geleng-geleng kepala melihat kebodohan temannya.

"Bisa kita bicara nanti?" tanya Afgan pada Amanda.

Amanda menunduk. Ditatapnya ubin kelas  mereka yang sedikit berdebu. Pasti yang piket hari ini tidak bersih menyapu kelas sehingga tetap berdebu. Akan Amanda adukan pada wali kelas mereka nanti. Hei, apa itu penting sekarang?

_o0o_

"Lo mau pesan apa?" tanya Afgan.

Amanda tidak nyaman dengan suasana saat ini. Jantungnya berdegup saat berada dalam radius yang dekat dengan Afgan.

Haruskah Amanda jaga image? Afgan kan suka padanya, jika Amanda ceplas-ceplos seperti biasa takutnya Afgan jadi ilfeel. Ya ampun, Amanda harus bersikap seperti apa? Sok cantik? Anggun? Atau, harus berlagak imut?

Sepulang sekolah Afgan membawa Amanda makan di salah satu kafe yang tidak jauh dari sekolah mereka. Lagu dari Jason Mraz dengan judul better with you memenuhi setiap sudut kafe, menjadi backsound  kebersamaan mereka.

"Lo mau pesan apa?" tanya Afgan sekali lagi.

Amanda membolak-balik buku menu, sementara seorang waiters sudah menunggu untuk mencatat pesanan Amanda dan Afgan. Mata Amanda membaca deretan nama makanan yang membuatnya semakin lapar.

Pengen nasi goreng seefood, batin Amanda.

Nggak usah makan berat deh, entar Afgan ilfeel, batin Amanda lagi.

"Aku pesan kentang goreng sama lemon tea aja," ujar Amanda kalem. Aduh, kenapa terasa asing begini? Amanda tidak suka dengan situasi antara dia dan Afgan.

"Mbak, kami pesan nasi dan ayam panggang saus tiram. Jus jeruknya dua, tambah camilan kentang goreng. Soto ayamnya juga sekalian," ujar Afgan sambil menutup buku menu.

Si waiters pergi. Menyisakan Afgan dan Amanda dalam suasana canggung, hanya bagi Amanda saja. Sebab Afgan terlihat santai seperti biasa.

"Manda, lo canggung sama gue?" tanya Afgan to the point.

"Hah? Oh, nggak kok," Amanda tertawa kaku sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kita bisa coba pelan-pelan. Gue nggak suka lo terlalu berharap sama Arsen. Ada gue di sini. Gue juga nggak kalah keren dari dia, masa mau lo anggurin?"

Ah, cogan mah bebas mau ngomong apa saja.

"Tapi kita baru kenal. Dan gue juga masih suka sama Arsen," cicit Amanda ragu.

Afgan memberi senyuman, menarik kedua ujung bibirnya ke atas. Lalu dia berujar, "izinkan gue berjuang untuk mendapatkan hati dan kepercayaan lo."

Dan Amanda meleleh seperti es krim setelah itu.

Tbc

Makasih udah mampir 😍

Btw, ini bukan awal kebahagian Amanda ya. Aku masih mau bangun konflik pelan-pelan 😁
.
.
.
.
👉 Alurnya bikin bosan gk, sih? Kasih pendapat dong

Awas ada typo 😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top