Part 13 - Piket
"Amanda, pulang sekolah lo jangan langsung pulang! Kita piket hari ini," peringat Retno saat jam istirahat ke dua. Retno menghampiri Amanda di kursinya, ia duduk di kursi yang bisa ditempati Lila.
"Hari ini kita piket?" tanya Amanda pura-pura terkejut.
"Jangan pura-pura lupa! Kita udah dua semester jadi patner piket, gue tau tabiat lo yang mendadak amnesia pas hari piket," nyinyir Retno.
Amanda tersenyum kalem yang dibuat-buat. "Khilaf," katanya.
"Khilaf kok berulang-ulang?" cibir Lila.
Sepulang sekolah Amanda menjalankan tugas mingguannya. Sebagai murid yang baik, santun dan teladan Amanda menyapu ruang kelas dengan telaten. Setiap sudut kelas akan dia bersihkan hingga satu titik debu tidak akan terlihat lagi. Calon juara umum harus rajin.
"Aku mah apa atuh, hanya kaleng-kaleng. Kalau di tendang bunyi, kluntung ... kluntung," dendang Amanda sambil menyapu. Nadanya terdengar buruk.
"Aye ... aye ... aye. Ddu du ddu du." Dari nada dangdut lari ke Korea. Amanda berhenti sejenak menyapu, ia berjoget seperti orang menembak mirip tarian ddu du ddu du dari girlband yang senang naik daun blackpink. Setelah itu Amanda kembali menyapu.
Lalu Amanda berdendang lagi. Ketika bagian ddu du ddu du, Amanda akan berhenti menyapu dan berjoget sebentar. Saat ddu du ddu du ia kembali berjoget, kemudian menyapu. Seperti itu seterusnya, hingga Amanda lelah sendiri.
"Ya ampun, Amanda. Satu barisan masih belum selesai lo sapu?" tanya Retno, dia baru saja kembali dari toilet.
Amanda nyengir. "Gue nyapunya penuh penghayatan. Jadi lama."
"Irul mana?" Retno menanya keberadaan teman piket mereka yang lain. Sebelum pergi ke toilet tadi, ia melihat Irul membereskan sampah-sampah dari laci meja.
"Dia pamit pulang," jawab Amanda kalem.
"Terus lo bolehkan dia pulang gitu aja?" tanya Retno. Dan Amanda mengangguk dengan ekspresi tanpa dosa.
Allahuakbar! Retno mengusap dada coba bersabar. "Kerjaan Irul udah beres?"
"Belum. Tuh!" tunjuk Amanda pada setumpuk sampah yang berserakan di dekat meja guru.
Rasanya Retno ingin menangis saja saat ini. Adakah yang berminat menggantikan Amanda menjadi teman piketnya? Retno tidak tahan lagi.
"Kalau belum selesai, kenapa lo kasih izin dia pulang?" tanya Retno geram.
"Gue kan baik," jawab Amanda santai, sambil terus menyapu.
"Terus yang bakal ngerjakan tugas Irul siapa?"
"Ya elo lah!" Santai dan begitu lugas Amanda menjawab pertanyaan Retno.
Terima kasih pada Amanda yang telah memperpanjang daftar pekerjaan Retno. Salam cinta untuk Amanda.
"Permisi." Afgan muncul dari balik pintu 11 IPS 4.
Amanda dan Retno menoleh secara bersama. Mata kedua perempuan itu langsung berbinar mendapati cowok tampan berdiri di ambang pintu kelas. Wajah keduanya di buat sok cantik di hadapan Afgan.
"Eh, Afgan," sapa Amanda kesenangan.
"Ada perlu apa, ya?" tanya Retno sambil tersenyum.
Afgan nyengir seraya memasuki kelas lebih dalam lagi. Di tangannya ada keranjang sampah berukuran kecil yang kosong. Afgan mendudukan diri di kursi barisan paling depan dekat pintu.
"Gue kabur dari kelas, mau ngumpet di sini. Hari ini gue piket kelas, malas banget di suruh nyapu. Ya kali, cowok tampan kayak gue nyapu." Afgan menyisir rambut dengan gaya keren. Kemudian dia tersenyum kalem. Seolah tidak bersalah.
"Widih, sama kita. Gue juga biasanya kalau hari piket kabur. Hari ini aja lagi sial nggak biasa ngelak. Gue dipaksa sama Retno buat nyapu kelas. Ya kali, cewek cantik kayak gue nyapu." Amanda menyibakkan rambut ke belakang. Kemudian dia pura-pura lelah dengan menyekah keringatnya.
Retno tercengang menyaksikan drama antara Amanda dan Afgan. Dua orang itu bertingkah seolah-olah mereka adalah manusia yang paling menderita di muka bumi ini hanya karena tugas piket.
Mereka satu spesies, batin Retno.
_o0o_
Amanda dan Afgan berjalan beriringan menuju parkiran. Sekolah sudah sepi. Hanya beberapa murid yang terlihat berlalu-lalang. Ada yang ingin mengikuti kegiatan di luar sekolah, ada juga yang masih belum menyelesaikan tugas piket.
"Amanda, lo pulang bareng siapa?" tanya Afgan.
Wah, kode nih doi mau nganter gue pulang, Amanda cekikikan dalam hati.
"Gue naik angkutan umum. Biasanya nebeng bareng Lila, cuma tadi dia pulang duluan," jawab Amanda.
"Rumah lo di mana?" tanya Afgan, lagi. Fix, doi sudah bertanya seperti itu artinya pasti akan di antar pulang.
Amanda menyebutkan alamat rumahnya yang terletak di salah satu perumahan elit ibu kota.
"Oh, di situ," Afgan manggut-manggut. "Sayang banget kita nggak searah. Jadi gue nggak bisa nganter lo."
"Laaah?" decak Amnada kecewa. Dia kira akan di antar pulang.
"Gue duluan ya," pamit Afgan. Laki-laki itu berdadah ria pada Amanda sebelum berlari memasuki parkiran.
Serius nih Amanda tidak di antar pulang? Amanda tercengang melihat Afgan yang dengan santai memasuki parkiran. Di tatapnya punggung laki-laki itu dengan dalam.
"Si kampret!" maki Amanda.
Amanda berjalan seorang diri menuju gerbang sekolah. Terik matahari menimpa tubuhnya. Panas sekali. Perawatan tujuh hari dalam seminggu rusak deh karena berjalan sebentar di bawah matahari.
Amanda menyipitkan mata ketika melihat satpam sekolah berdiri di sisi gerbang. "Siang Pak satpam, ganteng," sapa Amanda.
"Gantengnya bawaan lahir, Neng," balas si Satpam.
Amanda tertawa ringan. "Duluan ya, Pak."
Amanda melanjutkan langkahnya menuju halte. Gilee, panas banget nih hari. Nggak kuat hayati. Si Afgan songong banget nggak mau nganter gue. Gue sumpahin dia jodoh sama gue, dumel Amanda.
Tin ... tin ... tin.
Suara klakson motor menarik perhatian Amanda. Ia berhenti dan menoleh. Ternyata Afgan, laki-laki itu duduk dengan ganteng di atas motor gedenya berwarna merah.
"Psssst, cewek! Sendiri aja," goda Afgan.
Amanda mendelik sebal. "Apaan, sih?!"
"Yuk, naik. Gue antar lo! Btw, rumah kita searah kok. Gue cuma becanda tadi," bujuk Afgan. Amanda sepertinya ngambek.
"Maaf nggak kenal. Anda siapa, ya?" Amanda meninggikan dagunya.
"Serius nih nggak kenal?" tanya Afgan. Dia menggas motornya, seolah-olah sedang memperlihatkan kegagagahan motor yang ia miliki agar mau dinaiki Amanda. "Nggak mau naik?"
"Ya mau lah!" sahut Amanda. Kakinya dengan lincah menaiki motor Afgan. Seakan-akan Amanda tidak memiliki masalah dengan cowok itu.
"Kuy jalan!" seru Amanda semangat.
Afgan tertawa ringan. Pribadi Amanda sangat sulit ditebak. Terkadang menggemaskan. Terkadang menyebalkan. Membuat nyaman.
_o0o_
"Bang Arsen, kenapa Kak Amanda nggak pernah main ke sini lagi?" tanya Rena saat Arsen melintas dari ruang tamu, Arsen baru tiba di rumah sepulang dari sekolah.
Arsen menoleh. Niat untuk ke kamar ia urungkan, Arsen memilih menghampiri adiknya. "Sudah pulang kamu dari sekolah?"
"Aku pulang cepat tadi, Bang," jawab Rena. "Jawab dulu dong, Bang. Kenapa Kak Amanda nggak pernah main ke sini? Udah hampir sebulan sejak terakhir Kak Amanda datang."
"Karena kamu Amanda nggak datang. Kamu bilang sama dia kalau Abang sudah punya pacar, kan? Ya, dia sakit hatilah. Lagipula Amanda sudah punya gebetan baru," cerita Arsen.
"Ah, masa? Aku kira Kak Amanda cinta mati sama Abang. Eh, ternyata nyerah juga. Abang sih, kaku banget. Sok jual mahal. Kabur kan jadinya Kak Amanda," ujar Rena.
"Anak kecil nggak usah ikut campur." Arsen berlalu ke kamarnya dengan perasaan dongkol.
Laki-laki yang memiliki ekspresi dingin itu meletakkan tas ransel miliknya di atas ranjang. Lalu ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, tanpa melepas atribut sekolahnya terlebih dahulu. Arsen capek, capek dengan semua ocehan orang yang mengatakan Amanda sudah tidak menyukainya lagi.
Arsen merogoh saku celananya. Ia membuka WA, lalu menekan satu kontak yang sering kali menjadi chat teratas. Kontak yang selalu muncul pada pop up ponselnya, namun akhir-akhir ini kontak WA itu tidak pernah lagi menghubungi Arsen.
Arsen merasa kehilangan.
Tbc
Makasih udah mampir 💋
Awas ada typo 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top